Pembisik Prabowo Bocorkan Berita Gembira, PPh Badan Mau Turun

Rencana penurunan PPh Badan muncul di tengah keinginan pemerintah baru meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari 12 persen menjadi 23 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Okt 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2024, 15:15 WIB
FOTO: Suasana Hari Terakhir Pelaporan SPT Wajib Pajak
Petugas melayani wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunan di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Masyarakat yang memiliki NPWP dan penghasilan tetap setiap bulan, atau dari usaha diimbau segera melaporkan SPT tahunan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di awal 2025. Tentu saja rencana ini menjadi kabar sedih bagi warga Indonesia. Alasannya di tengah menurunnya daya belum justru pemerintah menaikkan pajak. 

Namun ternyata, ada juga kabar baik mengenai pajak. Orang dekat Presiden Terpilih Prabowo Subianto yaitu Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo mengungkapkan adanya potensi penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan turun dari 22 persen menjadi 20 persen.

“Kami memang ingin menurunkan PPh badan supaya tidak terlalu memberatkan masyarakat,” kata Drajad dikutip dari Antara, Kamis (10/10/2024). Namun, terkait besaran penurunan, Drajad menyebut belum ada keputusan final lantaran masih akan mempertimbangkan kinerja penerimaan negara.

“Ini belum spesifik, masih keinginan. Tapi, kami memang menginginkan suatu saat bisa menurunkan PPh badan,” tuturnya.

Rencana itu muncul di tengah keinginan pemerintah baru meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari 12 persen menjadi 23 persen.

Menanggapi itu, ia menyatakan tarif pajak yang lebih besar tidak serta merta mendongkrak penerimaan negara. Bisa jadi yang terjadi justru sebaliknya.

“Sama seperti kalau kita jualan barang. Orang berpikir kalau harga lebih tinggi, kita dapat uang lebih banyak. Padahal bisa saja harganya makin tinggi, orang tidak mau beli. Akhirnya jeblok penerimaan kita. Sama dengan itu,” kata dia.

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pemerintahan Prabowo berencana menurunkan PPh Badan menjadi 20 persen.

Hashim menyebut rendahnya tax ratio Indonesia disebabkan oleh penegakan aturan yang belum optimal, sehingga pemerintahan Prabowo nantinya bakal menggenjot penerimaan melalui kepatuhan pajak.

“Kami akan menutup kebocoran-kebocoran dengan tidak menambah tarif pajak. Tarif pajak 22 persen hendaknya kita turunkan jadi 20 persen,” ujar dia.

Selain rencana penyesuaian tarif pajak, tim ekonomi Prabowo juga menjadikan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai salah satu solusi upaya mendongkrak penerimaan negara.

BPN nantinya dirancang untuk mengandung tiga unsur transformasi, yakni transformasi kelembagaan, teknologi, dan kultur. Tim Prabowo optimistis pembentukan BPN dapat memacu akselerasi transformasi itu.

Prabowo Subianto Bakal Buru Pengemplang Pajak Rp 300 Triliun

Melihat Layanan Ramah Disabilitas di Kantor Pajak
Kepala Kawil DJP Jaksel II, Neilmaldrin Noor menyebut layanan ramah disabilitas ini bermula dari program Duta Transformasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto disebut akan mengejar pendapatan negara dari sejumlah pengemplang pajak. Angkanya tak main-main, mencapai Rp 300 triliun.

Hal tersebut diungkap Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo. Menurut dia, ada potensi penerimaan negara yang masih bisa dikejar, termasuk dari pajak yang tidak dibayarkan.

"Ini bukan omon-omon, ini bukan bukan teori, jadi saya lihat sendiri ketika saya menjadi unsur pimpinan di salah satu lembaga yang bergerak di bidang kemanan nasional, nanti kita bisa ngecek orang sampai paling detailnya sampai kancing-kancingnya kita bisa tahu, itu ternyata memang masih ada sumber-sumber penerimaan negara," ungkap Drajad dalam diskusi Indonesia Future Policy Dialogue, di Le Meridien, Jakarta, Rabu (9/10/2024). 

Dia mengatakan, ada selisih sekitar Rp 300 triliun dari kebutuhan belanja pemerintah pada 2025. Menurut APBN 2025, belanja pemerintah tahun perdana pemerintahan Prabowo-Gibran ditentukan sebesar Rp 3.600 triliun, padahal kebutuhannya dihitung sebesar Rp 3.900 triliun.

"Jadi ada kurang Rp 300 triliun dan kebetulan itu kita juga menemukan ada pajak-pajak yang tidak terkumpulkan dan ada sumber-sumber yang belum tergali," ujarnya.

Soal pajak yang belum dikumpulkan, misalnya berasal dari kasus-kasus hukum yang para pengemplang pajak-nya itu dinyatakan kalah. Namun, para pelaku tersebut belum juga menyetorkan kewajiban pajaknya kepada kas negara.

"Jadi sudah tidak ada lagi peluang mereka, Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai, finish, ya tapi mereka tidak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar. Itu jumlahnya juga sangat besar," urainya.

Tembus Rp 300 Triliun

Dia mengamini angkanya sekitar Rp 300 triliun, senada dengan yang disampaikan Adik Kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Menurut dia, angka tersebut valid karena berpatokan pada data yang jelas.

Meski demikian, Drajad menyebut angkanya berpeluang lebih besar dari Rp 300 triliun tadi. Mengingat ada kasus-kasus lainnya yang bisa turut berkontribusi ke penerimaan negara.

"Tapi intinya, yang disampaikan Pak Hashim itu, basisnya adalah data, sangat kredibel. Bahkan, saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu. lebih besar, cuma Pak Hashim sudah menyebutkan Rp 300 triliun kita pakai (angka) Rp 300 triliun," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya