Waspada PPN 12% mulai 2025 Picu PHK Massal

Kenaikan PPN 12% akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat yang sudah tertekan, yang kemudian berujung pada PHK massal

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 19 Nov 2024, 16:45 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2024, 16:45 WIB
Aksi Ratusan Buruh Tolak UU Cipta Kerja
Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, secara tegas menolak rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai PPN 12% pada 2025.

Kebijakan ini dinilai dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh, khususnya di tengah minimnya kenaikan upah.

Dampak Kenaikan PPN pada Daya Beli dan Kesenjangan Sosial

Menurut Said Iqbal, kenaikan PPN akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat yang sudah tertekan.

“Kebijakan ini diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, memperlebar kesenjangan sosial, dan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8 persen,” ujar Said Iqbal di Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Ia juga menyoroti potensi kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN yang lebih tinggi. Hal ini, katanya, akan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai sektor. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang diproyeksikan hanya 1-3 persen dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

“Lesunya daya beli akan memperburuk pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” tambahnya.

Empat Tuntutan KSPI kepada Pemerintah

KSPI menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah untuk menjaga kesejahteraan buruh dan masyarakat kecil:

  1. Kenaikan upah minimum 2025 sebesar 8-10 persen, agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
  2. Penetapan upah minimum sektoral sesuai kebutuhan masing-masing sektor.
  3. Pembatalan rencana kenaikan PPN menjadi 12%.
  4. Peningkatan rasio pajak tanpa membebani rakyat kecil, melalui perluasan wajib pajak dan penagihan pajak yang lebih efektif terhadap korporasi besar dan individu kaya.

 

Ancaman Mogok Nasional

FOTO: Aksi Buruh Peringati May Day di Kawasan Patung Kuda
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Aksi tersebut untuk memperingati May Day serta menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan meminta klaster ketenagakerjaan kembali ke substansi UU Nomor 13 Tahun 2003. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jika pemerintah tetap melanjutkan rencana kenaikan PPN dan tidak menaikkan upah minimum sesuai tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya berencana menggelar mogok nasional. Aksi ini diperkirakan melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.

“Mogok nasional ini akan menghentikan produksi selama minimal dua hari antara 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh,” tegas Said Iqbal.

Penutup

KSPI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak kenaikan PPN terhadap ekonomi masyarakat kecil dan buruh. Dengan mendengar aspirasi pekerja, kebijakan yang lebih adil dan pro-rakyat dapat diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan bersama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya