Efisiensi Anggaran Bakal Bikin Pertumbuhan Ekonomi RI Loyo?

Ekonom menilai efisiensi anggaran yang dilakukan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

oleh Tira Santia Diperbarui 17 Feb 2025, 17:38 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 17:30 WIB
Naik 6,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Jadi Landasan Kuat Kenaikan Upah Minimum 2025
Angka itu lebih besar dari rata-rata kenaikan tahun 2024 sebesar 3,6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, menilai efisiensi anggaran yang dilakukan bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurut Nailul Huda, pengeluaran pemerintah memiliki kontribusi sebesar 0,3 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

Artinya, jika ada pemotongan anggaran pemerintah, dampaknya akan langsung terasa pada laju pertumbuhan ekonomi, khususnya dalam jangka pendek.

"Pengeluaran pemerintah membuat kontribusi sebesar 0,3 persen terhadap pembentukan PDB, jadi ketika ada pemotongan, pasti akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Senin (17/2/2025).

Potensi Penurunan Pertumbuhan Ekonomi

Ia memprediksi bahwa jika pemotongan anggaran dilakukan hingga Rp750 triliun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dapat mengalami penurunan, dengan angka yang diperkirakan hanya mencapai 4,54 persen.

"Dalam jangka pendek, saya melihat pertumbuhan ekonomi ada di angka 4,54 persen jika pemotongan anggaran dilakukan hingga Rp750 triliun," ujarnya.

Hal ini terjadi karena belanja pemerintah yang diperkirakan hanya tumbuh 0,53 persen pada 2025, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2024 yang mencapai lebih dari 6 persen. Kondisi ini, menurut Huda, akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat.

 

Dampak Jangka Panjang yang Terbatas

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Dalam jangka panjang, efisiensi anggaran ini diprediksi hanya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen, jika tidak ada dampak positif dari kebijakan tersebut.

"Jangka panjang, pertumbuhan ekonomi akan stagnan di angka 5 persen jika tidak ada dampak positif dari pemangkasan anggaran ini," katanya.

Selain itu, program-program yang dianggap akan memberikan dampak positif, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), baru bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB dalam jangka panjang, yaitu sekitar 10 hingga 15 tahun lagi.

Meski MBG memiliki dampak positif yang terukur sebesar 0,06 persen terhadap PDB, manfaatnya tidak langsung terasa dalam waktu dekat.

"Dampak positif dari makan bergizi gratis hanya 0,06 persen terhadap PDB. Jikapun ingin memetik manfaaf dari MBG, baru bisa 10-15 tahun lagi," ujarnya.

 

Dampak ke Sektor Pendidikan dan Kualitas Sumber Daya Manusia

Data Pertumbuhan Ekonomi G20 per Kuartal III 2022
Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Berdasarkan data Kementerian Investasi, ekonomi AS per kuartal III adalah 1,8%, sementara ekonomi Korea Selatan adalah 3,1%. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Efisiensi anggaran juga menyasar sektor-sektor penting, salah satunya adalah pendidikan. Program seperti MBG memang memberikan bantuan untuk kesehatan, namun jika biaya pendidikan, seperti UKT (Uang Kuliah Tunggal), semakin mahal, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dapat terancam menurun.

Hal ini tentunya berpengaruh pada kualitas human capital Indonesia yang masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Vietnam dan Malaysia.

"Namun, jika biaya UKT semakin mahal, kualitas dari human capital kita akan semakin memburuk. Human Capital Index Indonesia masih kalah dibandingkan Vietnam dan Malaysia," ujarnya.

Ketertinggalan ini menjadi alasan mengapa produsen produk teknologi global lebih memilih Vietnam dan Malaysia sebagai tempat produksi, ketimbang Indonesia. Jika kondisi ini terus berlanjut, Indonesia berisiko tertinggal dalam perkembangan teknologi dan ekonomi global.

"Jika hal ini terjadi secara terus menerus, ekonomi Indonesia bisa tertinggal dari Vietnam," kata Huda.

Lebih lanjut, Nailul Huda menekankan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan efisiensi anggaran. Pemerintah harus mampu membedakan mana program yang memberikan dampak luas dan mana yang tidak.

Menurut dia, setiap kebijakan perlu dihitung dengan cermat, termasuk dampak multiplier yang bisa ditimbulkan, agar kebijakan yang diambil benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Maka, saya harap ada evaluasi terhadap program efisiensi anggaran ini. Mana yang berdampak luas, mana yang tidak. Dihitung multiplier effectnya," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya