Status Darurat, Pertamina Kembali Tutup Jalur Pipa Tempino-Plaju

Pertamina menetapkan status darurat untuk ruas pipa minyak baru Tempino-Plaju setelah sepekan beroperasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Jul 2013, 18:43 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2013, 18:43 WIB
pertamina-130701b.jpg
PT Pertamina (Persero) menetapkan status darurat untuk ruas pipa minyak baru Tempino – Plaju setelah sepekan beroperasi. Hal itu dilakukan karena ruas pipa baru tersebut  menjadi objek penjarahan minyak yang masif dan terorganisasi.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, dengan kembalinya kegiatan pencurian tersebut maka rata-rata kehilangan hingga 18%, bahkan telah menyentuh angka 39% dari sekitar 12 ribu barel per hari (bph) minyak yang dialirkan.

Ali menjelaskan, jalur pipa baru Tempino–Plaju dengan panjang actual 260 km ditanam pada kedalaman 1,5 meter-2 meter di bawah permukaan tanah. Dengan kapasitas angkut 24 ribu barel per hari, jalur pipa baru tersebut semula diharapkan dapat menghentikan aksi penjarahan minyak yang menghubungkan sekitar sembilan sumber minyak menuju Kilang Pertamina Refinery Unit III Plaju.

Jalur pipa minyak Tempino – Plaju yang dikelola oleh PT Pertagas, anak perusahaan Pertamina, dioperasikan secara komersial sejak 17 Juli 2013 setelah melalui masa uji coba mulai 9 Juli 2013. Jalur pipa tersebut menggantikan pipa lama yang sudah tidak aman untuk dioperasikan karena terlalu banyak mengalami kerusakan akibat aksi illegal tapping yang tidak bisa dikendalikan.

“Awalnya sempat muncul harapan aksi penjarahan benar-benar akan berhenti karena tingkat losses dapat dikatakan hampir tidak ada. Namun begitu pipa dioperasikan secara komersial, losses kemudian terjadi dan terus meningkat bahkan mencapai 5.000 bph,” kata Ali dalam laporan tertulisnya di Jakarta, Kamis (25/7/2013).

Menurut dia, rata-rata kehilangan selama sepekan operasi komersial tersebut telah mencapai 18% dari rata-rata penyaluran 12 ribu bph. Apabila dilihat trennya, kehilangan cenderung meningkat dari semula hanya 4,45% pada hari pertama hingga terakhir sempat mencapai 39,5%.

Dalam sepekan saja, lanjut Ali, kehilangan minyak telah mencapai sekitar 17.500 barel atau setara dengan Rp 17,5 miliar. Jika kehilangan dihitung dari 1 Januari hingga 23 Juli 2013, nilai kerugian telah mencapai sekitar Rp 280 miliar.

"Ini adalah kerugian negara karena dari minyak-minyak yang dijarah itu sebagian besarnya milik Negara dan tren penjarahan ini sudah berlangsung sejak pertengahan 2011 dan kami telah melaporkan kepada pihak yang berwajib. Untuk tahun ini saja, sudah 126 berkas laporan sudah kami tandatangani di Kepolisian,” ungkap Ali.

Ali mengatakan, untuk mengurangi dampak pada kerugian Negara atas kehilangan minyak, Pertagas telah menghentikan pemompaan minyak dari Tempino menuju Plaju.

Menurut dia, langkah tersebut merupakan langkah darurat yang memberikan konsekuensi berantai baik ke sektor hulu maupun pengolahan, namun lebih tepat untuk dilakukan pada kondisi seperti saat ini.

Dia menyebutkan kondisi ini termasuk status darurat karena dengan penghentian kegiatan pemompaan tersebut, artinya produksi minyak dari Tempino, Bajubang, Kanali Asam, dan Bentayan akan berkurang dan pada akhirnya pasokan minyak mentah menuju Kilang RU III Plaju juga berkurang sehingga dapat berpengaruh pada persediaan BBM untuk wilayah Sumatera bagian Selatan.

Akan tetapi, apabila pemompaan dilakukan juga percuma karena minyak akan habis di tengah jalan tanpa dapat dicegah. Beberapa Titik pipa di sepanjang jalur KM 265 s.d KM 139 mengalami pressure loss besar, bahkan pada Titik KM 174 pressure sempat nol.

"Kondisi 2 hari terakhir ini sedah sangat memprihatinkan dan membahayakan operasi sehingga penghentian operasi dan stop produksi terpaksa dilakukan sampai kondisi yang memungkinkan. Selama ini, aksi pencurian dengan modus illegal tapping dilakukan secara sangat masif dan terorganisir," terang dia. (Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya