3 Hal yang Ditakuti BI dan Jurus Menaklukkannya

Dewan Gubernur BI memandang tekanan dan ketidakpastian perekonomian global ke depan masih relatif tinggi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 29 Agu 2013, 16:09 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2013, 16:09 WIB
bank-indonesia-rate130712b.jpg
Secara tiba-tiba Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 7%.  Dewan Gubernur BI memandang tekanan dan ketidakpastian perekonomian global ke depan masih relatif tinggi.

Menurut Direktur Eksekutif Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas BI Difi Johansyah, setidaknya ada tiga hal yang ditakuti Bank Indonesia dapat menekan dan menyebabkan tingginya ketidakpastian ekonomi global ke depan.

Ketiga hal yang ditakutkan BI yaitu waktu dan besarnya tapering stimulus moneter oleh the Fed, penurunan harga komoditas, serta perlambatan pertumbuhan dunia.

"Sehubungan dengan itu, dalam RDG bulanan hari ini pada 29 Agustus 2013, Dewan Gubernur memutuskan menempuh langkah-langkah lanjutan untuk memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam pengendalian inflasi, stabilisasi nilai tukar Rupiah, penurunan defisit transaksi berjalan, serta penguatan ketahanan makroekonomi dan stabilisasi sistem keuangan," papar Difi di Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Untuk itu, Rapat Dewan Gubernur pada hari ini memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan lanjutan sebagai berikut:

Pertama, menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 7,00%, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 25 bps menjadi 7,00%, dan suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 50 bps menjadi 5,25.

Kenaikan BI Rate diharapkan dapat lebih memperkuat pengendalian ekspektasi inflasi dan memitigasi risiko kemungkinan terjadinya pengaruh pelemahan rupiah terhadap inflasi dan sebaliknya. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah untuk menekan defisit transaksi berjalan menuju pada tingkat yang sehat dan berkesinambungan.

Kedua, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian. Intervensi ganda melalui pasokan valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder terus dilanjutkan secara terukur. Untuk menambah keragaman tenor dan memenuhi kebutuhan pengelolaan liquiditas valas, lelang Term Deposit (TD) valas dengan tenor overnight (o/n) sudah dimulai sejak hari ini, di samping tenor 7, 14, dan 30 hari yang selama ini telah ada.

Untuk mengelola permintaan valas oleh non-residen tanpa mengurangi aspek kehati-hatian, peningkatan rekening vostro yang berasal dari divestasi SBI dan SBN serta pelunasan kredit pihak terkait dikecualikan dalam perhitungan ketentuan pinjaman luar negeri jangka pendek bank sebesar maksimum 30% dari modal, akan segera diberlakukan.

Penyediaan instrumen lindung nilai (hedging) kepada perbankan dan dunia usaha ditingkatkan melalui transaksi FX Swap baik secara bilateral maupun lelang reguler setiap hari Kamis. Bank-bank dapat secara bebas menerus-transaksikan (pass-on) transaksi FX Swap dengan nasabahnya kepada bank lain atau ke Bank Indonesia. Bank Indonesia juga akan memperpendek jangka waktu month-holding-period kepemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 6 bulan menjadi 1 bulan.

Ketiga,  memperkuat pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga untuk mendukung stabilitas pasar keuangan, industri perbankan, dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Melalui penguatan operasi moneter, baik dengan intervensi ganda di pasar valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder maupun operasi moneter di pasar uang rupiah, kondisi likuiditas di pasar uang maupun perbankan selama ini tetap terjaga.

Untuk memperkuat operasi moneter Bank Indonesia, manajemen likuiditas perbankan, dan sekaligus sebagai langkah-langkah lanjutan pendalaman pasar keuangan, mulai hari ini Bank Indonesia melakukan lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dengan tenor 1 dan 3 bulan.

Seperti diumumkan sebelumnya, SDBI adalah instrumen moneter Bank Indonesia dapat diperdagangkan antar-bank di dalam negeri. Selain itu, Bank Indonesia juga mempunyai instrumen term-repo dengan underlying SBI dan SBN yang sewaktu-waktu dapat dilakukan untuk mengantisipasi risiko kemungkinan terjadinya tekanan dan keketatan likuiditas di pasar uang secara industri perbankan.

Keempat, memperkuat kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan kredit dan manajemen risiko perbankan. Sebagai tindak lanjut keputusan RDG sebelumnya, penguatan ketentuan Loan-to-Value (LTV) terhadap tipe-tipe tertentu kredit kepemilikan rumah dan apartemen akan diberlakukan dalam waktu dekat.

Langkah-langkah pengawasan (supervisory action) terhadap bank-bank yang penyaluran kreditnya masih tinggi juga dilakukan. Untuk memperkuat manajemen risiko likuiditas perbankan, dilakukan penguatan ketentuan GWM-LDR dan GWM Sekunder. Bank Indonesia juga akan memperhitungkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) sebagai komponen Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder.

Kelima, memperkuat kerjasama antar bank sentral dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia menilai bahwa jumlah cadangan devisa yang ada masih cukup untuk menghadapi tekanan pada neraca pembayaran. Namun demikian, masih tingginya tekanan dan ketidakpastian perekonomian global ke depan memerlukan langkah-langkah antisipasi baik dengan penguatan respon bauran kebijakan maupun ketahanan dalam menghadapi gejolak eksternal, termasuk bantalan kecukupan cadangan devisa secara berlapis (second line of defense).

Dalam kaitan ini, Bank Indonesia telah menandatangani perpanjangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar US$ 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013. Pembahasan untuk kerjasama serupa juga sedang dilakukan dengan bank-bank sentral di kawasan.

(Yas/Ndw)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya