PT Pertamina (Persero) dikabarkan bakal mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai buntut dari penyelesaian konflik kedua perusahaan pada 11 pipa yang berlokasi di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, jika Pertamina mengakuisisi PGN, maka bisa terjadi kemunduran dalam tata kelola migas. Pasalnya pola bisnis Pertamina dianggap tidak ubahnya seperti dahulu.
“Ini ancaman. Pertamina ingin menjadi trader kembali, membuat good corporate governance (GCG) yang selama ini dibangun menjadi mundur. Pertamina ingin seperti dulu lagi, menguasai sumber migas. Namun ketika itu yang terjadi, bukan memberi kontribusi kepada negara, melainkan terjadi korupsi secara besar-besaran," katanya di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Menurut Uchok, daripada sibuk dengan persoalan akuisisi terhadap PGN, lebih baik Pertamina melepaskan Pertagas sehingga Pertamina fokus untuk mengurus eksploitasi dan eksplorasi minyak dan usaha gas bumi secara bertahap diserahkan kepada PGN.
"Hal ini bertujuan supaya Pertamina tetap fokus di minyak dan bisa berkompetisi di dunia internasional," lanjutnya.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir juga mengungkapkan, pihaknya telah menuntaskan kajian merger PGN dan Pertagas, dengan menempatkan perusahaan hasil merger sebagai anak perusahaan Pertamina.
Sebagai gantinya, seluruh pipa akan di-open access. Dengan demikian, seluruh broker gas dapat memanfaatkan fasilitas negara, tanpa campur tangan Pemerintah dalam penetapan margin dan keuntunggannya.
Perseteruan sebelumnya juga pernah terjadi dalam perebutan pembangunan pipa gas Trans-Jawa pada tahun 2006 yang hingga kini masih mangkrak. Kemudian dalam skema penyaluran gas di Sumatera Utara, yang berujung pada pipanisasi gas Arun–Belawan menggusur FSRU Belawan ke Lampung.
Dampaknya, terjadi krisis listrik dan gas di Sumatera Utara yang berlarut-larut dan terhambatnya konversi BBM ke gas pada pembangkit listrik Tambak Lorok dan Industri di Jawa Tengah.
Dengan open access, para broker dapat leluasa menjual gas dengan memanfaatkan infrastruktur negara. Sebagai informasi, harga jual gas PGN ke konsumen, berkisar antara US$ 8- US$ 10 per juta british thermal unit (mmbtu). Sementara di Jawa Barat, para broker menjual gas sampai dengan US$ 14 per mmbtu.
Sekadar informasi, persaingan antara PGN dengan Pertamina dalam pengelolaan gas kian sengit. Akibatnya, terjadi persinggungan pipa pada 11 titik di area Jawa Barat dan Jawa Timur yang menimbulkan keberatan dari Pertagas, sehingga menghambat pengembangan jaringan pipa yang sedang dibangun PGN. (Dny/Ndw)
Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, jika Pertamina mengakuisisi PGN, maka bisa terjadi kemunduran dalam tata kelola migas. Pasalnya pola bisnis Pertamina dianggap tidak ubahnya seperti dahulu.
“Ini ancaman. Pertamina ingin menjadi trader kembali, membuat good corporate governance (GCG) yang selama ini dibangun menjadi mundur. Pertamina ingin seperti dulu lagi, menguasai sumber migas. Namun ketika itu yang terjadi, bukan memberi kontribusi kepada negara, melainkan terjadi korupsi secara besar-besaran," katanya di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Menurut Uchok, daripada sibuk dengan persoalan akuisisi terhadap PGN, lebih baik Pertamina melepaskan Pertagas sehingga Pertamina fokus untuk mengurus eksploitasi dan eksplorasi minyak dan usaha gas bumi secara bertahap diserahkan kepada PGN.
"Hal ini bertujuan supaya Pertamina tetap fokus di minyak dan bisa berkompetisi di dunia internasional," lanjutnya.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir juga mengungkapkan, pihaknya telah menuntaskan kajian merger PGN dan Pertagas, dengan menempatkan perusahaan hasil merger sebagai anak perusahaan Pertamina.
Sebagai gantinya, seluruh pipa akan di-open access. Dengan demikian, seluruh broker gas dapat memanfaatkan fasilitas negara, tanpa campur tangan Pemerintah dalam penetapan margin dan keuntunggannya.
Perseteruan sebelumnya juga pernah terjadi dalam perebutan pembangunan pipa gas Trans-Jawa pada tahun 2006 yang hingga kini masih mangkrak. Kemudian dalam skema penyaluran gas di Sumatera Utara, yang berujung pada pipanisasi gas Arun–Belawan menggusur FSRU Belawan ke Lampung.
Dampaknya, terjadi krisis listrik dan gas di Sumatera Utara yang berlarut-larut dan terhambatnya konversi BBM ke gas pada pembangkit listrik Tambak Lorok dan Industri di Jawa Tengah.
Dengan open access, para broker dapat leluasa menjual gas dengan memanfaatkan infrastruktur negara. Sebagai informasi, harga jual gas PGN ke konsumen, berkisar antara US$ 8- US$ 10 per juta british thermal unit (mmbtu). Sementara di Jawa Barat, para broker menjual gas sampai dengan US$ 14 per mmbtu.
Sekadar informasi, persaingan antara PGN dengan Pertamina dalam pengelolaan gas kian sengit. Akibatnya, terjadi persinggungan pipa pada 11 titik di area Jawa Barat dan Jawa Timur yang menimbulkan keberatan dari Pertagas, sehingga menghambat pengembangan jaringan pipa yang sedang dibangun PGN. (Dny/Ndw)