Bola Ganjil: Dinosaurus dari Jerman Menghindari Kepunahan

Hamburg SV mendapat julukan dinosaurus karena perkasa di masa lalu. Simak kisahnya.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 29 Des 2020, 00:30 WIB
Diterbitkan 29 Des 2020, 00:30 WIB
Hamburg SV
Jam legendaris di markas Hamburg SV yang menandai durasi waktu partisipasi mereka di kasta tertinggi sistem kompetisi sepak bola Jerman. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah berkali-kali bermain dengan api, Hamburg SV akhirnya terdegradasi dari Bundesliga pada 2017/2018. Nestapa mereka mengakhiri rekor klub sebagai penghuni terlama kasta tertinggi sistem kompetisi sepak bola Jerman.

Durasi tersebut ditandai jam legendaris di stadion kandang. Ketika Hamburg SV menerima vonis tergusur pada 12 Mei 2018, waktu menunjukkan 54 tahun, 260 hari, 22 jam, 28 menit, dan 21 detik.

Keberadaan jam tersebut sekaligus menunjukkan kecenderungan klub berpegang pada sejarah. Hamburg SV bahkan dijuluki dinosaurus karena terlalu membanggakan kesuksesan masa lalu.

Die Rothosen beranggapan bertambahnya partisipasi di Bundesliga sudah dianggap sebagai kesuksesan. Sebuah fakta sedih mempertimbangkan kehebatan yang pernah mereka rasakan.

Saksikan Video Bundesliga Berikut Ini

Visi Pengusaha

Hamburg SV
Hamburg SV.

Hamburg SV yang dikenal sekarang berdiri pada Juni 1919 melalui merger tiga klub. Namun, jejak klub sudah ada pada September 1887 dengan munculnya SC Germania.

Setelah Perang Dunia I, SC Germania berkolaborasi dengan Hamburger FC (berdiri 1888) dan FC Falke Eppendorf (berdiri 1906) untuk membentuk Hamburger Sport-Verein (HSV). Ketiga klub memutuskan bersatu agar bisa dapat bertahan hidup karena kondisi finansial.

Menjalani kompetisi, prestasi Hamburg SV bisa dihitung dengan jari. Mereka jadi juara nasional Jerman tiga kali plus satu titel DFB Pokal.

Terbentuknya Bundesliga pada 1963 juga tidak mengubah peruntungan klub. Dalam satu dekade di era profesional, capaian terbaik Die Rothosen adalah menempati posisi lima. Mereka tidak mampu bersaing melawan Bayern Munchen dan Borussia Monchengladbach.

Semua berubah ketika Peter Krohn ditunjuk sebagai direktur utama klub pada April 1973. Sebagai pengusaha, dia meluncurkan berbagai program untuk mendongkrak pendapatan klub. Salah satunya dengan menjual seragam berwarna merah muda demi menarik perhatian penonton perempuan.

Membangun Skuat

Kevin Keegan
Kevin Keegan beraksi bersama Hamburg SV. (AFP)

Manuver Krohn berbuah hasil tidak lama berselang. Hamburg menduduki peringkat dua Bundesliga 1975/1976 plus titel DFB Pokal. Meski musim berikutnya mereka terlempar ke peringkat enam, klub jadi juara ajang Eropa dengan memenangkan Piala Winners.

Ambisi Krohn makin menggebu. Dia menggaet perusahaan asal Jepang Hitachi sebagai sponsor. Krohn juga memecahkan rekor transfer Inggris dengan mendatangkan Kevin Keegan dari Liverpool.

Namun, keputusan Krohn menunjuk Rudi Gutendorf sebagai pengganti Kuno Klotzer di kursi pelatih berdampak buruk. Skuat mengeluarkan reaksi buruk terhadap keputusan itu dan terlihat di lapangan. Start mengecewakan di awal 1977/1978 pun membuat Krohn dan Gutendorf pergi pada Oktober.

Kepemimpinan Krohn menjadi fondasi kuat untuk penggantinya, Gunter Netzer. Dia menunjuk Branko Zebec sebagai pelatih. Berkewarganegaraan Yugoslavia, Zebec sempat menangani Bayern, Dinamo Zagreb, dan VfB Stuttgart sebelum menangani Die Rothosen.

Netzer juga merekrut William Hartwig, Horst Hrubesch, Bernd Wehmeyer, dan Hans-Gunther Plucken. Setelah itu dia meyakinkan Keegan untuk bertahan.

Serangkaian keputusan ini terbukti jitu. Hamburg menjadi juara Bundesliga 1978/1979 dengan Keegan merebut gelar top skor lewat torehan 17 gol. Catatan itu pula membuat Keegan memenangkan Ballon d'Or, yang sukses dipertahankan musim berikutnya.

Masa Kejayaan

Hamburg SV
Hamburg SV juara Piala Champions 1983 usai mengalahkan Juventus di final. (Twitter)

Hamburg SV hampir mempertahankan titel Bundesliga musim berikutnya, tapi tertinggal dua angka di belakang Bayern Munchen. Mereka juga dikalahkan Nottingham Forest pada final Piala Champions meski sempat menghajar Real Madrid 5-1 di semifinal.

Musim selanjutnya, Die Rothosen kembali menjadi runner-up Bundesliga. Kampanye ini ditandai pemecatan Zebec yang kerap masuk pemberitaan miring karena ketergantungan terhadap alkohol.

Kondisi ini membuka pintu bagi Netzer untuk mendatangkan Ernst Happel pada 1981. Sebagai salah satu inisiator Total Football, Happel mengembalikan Hamburg SV ke takhta Bundesliga pada musim debut. Dia juga membawa klub masuk final Piala UEFA meski kalah mengejutkan dari wakil Swedia IFK Gothenburg.

Meski mendapat tantangan dari Werder Bremen, Hamburg SV mempertahankan mahkota Jerman di musim berikutnya. Mereka juga mencatat rekor dengan tidak terkalahkan dalam 36 lag di liga, catatan yang kemudian diperbaiki Bayern arahan Pep Guardiola tiga dekade berselang.

Prestasi tersebut dilengkapi titel Piala Champions. Mereka tidak diunggulkan menghadapi Juventus di final. Pasalnya, lawan memiliki Dino Zoff, Claudio Gentile, Marco Tardelli, dan Gaetano Scirea, anggota skuat Italia yang menjuarai Piala Dunia setahun sebelumnya.

Selain itu, Juventus juga punya Michel Platini dan Zbigniew Boniek. Namun, Hamburg SV berjaya berkat gol tunggal Felix Magath.

Manajemen Sembrono

bola-galley2-1401005c.jpg
Rafael van der Vaart.(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Rentetan prestasi ini menandai periode emas sepanjang sejarah Die Rothosen. Perlahan kinerja tim kemudian menurun karena pemain bintang pergi dengan manajemen bertindak sembrono.

Hamburg SV Mereka sempat menjadi runner-up Bundesliga dalam dua kesempatan plus satu titel DFB Pokal. Sayang secara keseluhan mereka tidak pernah kompetitif lagi.

Padahal klub pernah diperkuat nama-nama tenar di sepak bola, di antaranya Hans-Jorg Butt, Rafael van der Vaart, Vincent Kompany, Nigel de Jong, Ze Roberto, hingga Son Heung-min.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya