Meredam Penyebaran Hoaks dengan Cara Diam

Mengomentari dan membantah informasi hoaks bisa ikut berperan menyebarkannya

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Mar 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax. (via: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta- Ketika kita menemukan informasi palsu alias hoaks di media sosial kerap muncul keinginan untuk membantahnya. Tetapi berdasarkan penelitian Professor of Psychology, University of Westminster Tom Buchanan dilansir dari theconversation.com menunjukkan, pilihan tersebut mungkin lebih berbahaya daripada kebaikan.

Ini mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, tetapi cara terbaik untuk bereaksi terhadap berita hoaks dan mengurangi dampaknya, mungkin bisa dengan tidak melakukan apa pun, berikut alasannya:

Meningkatkan visibilitas

Fakta sederhananya adalah terlibat dengan informasi hoaks meningkatkan kemungkinan orang lain akan melihatnya. Jika orang mengomentarinya, atau mengutip tweet, bahkan untuk tidak setuju, itu berarti materi tersebut akan dibagikan ke jaringan teman dan pengikut media sosial kita sendiri. Segala jenis interaksi, baik mengklik link atau bereaksi dengan emoji wajah marah, akan membuat platform media sosial lebih mungkin menampilkan materi tersebut kepada orang lain.

Dengan cara ini, informasi palsu bisa menyebar jauh dan cepat. Jadi, bahkan dengan berdebat dengan sebuah pesan, Anda menyebarkannya lebih jauh. Ini penting, karena jika lebih banyak orang melihatnya, atau lebih sering melihatnya, itu akan memiliki efek yang lebih besar. 

 

 

Simak Video Berikut

Pengulangan berbahaya

Telah dibuktikan dengan baik oleh banyak penelitian bahwa semakin sering orang melihat potongan informasi, semakin besar kemungkinan mereka menganggapnya benar. Pepatah umum propaganda adalah jika Anda cukup sering mengulangi kebohongan, itu menjadi kebenaran.

Ini meluas ke informasi hoaks. Sebuah studi tahun 2018 menemukan bahwa ketika orang berulang kali melihat berita utama palsu di media sosial, mereka menilai berita tersebut lebih akurat. Ini bahkan terjadi ketika berita utama ditandai sebagai diperdebatkan oleh pemeriksa fakta.

Penelitian lain menunjukkan bahwa menemukan informasi palsu yang berulang kali membuat orang berpikir bahwa menyebarkannya tidak etis (meskipun mereka tahu itu tidak benar, dan tidak mempercayainya).

Jadi untuk mengurangi efek informasi palsu, orang harus mencoba mengurangi visibilitasnya. Setiap orang harus mencoba untuk menghindari penyebaran pesan palsu. Artinya, perusahaan media sosial harus mempertimbangkan untuk menghapus informasi palsu sepenuhnya, daripada hanya melampirkan label peringatan. Dan itu berarti bahwa hal terbaik yang dapat dilakukan setiap pengguna media sosial adalah tidak terlibat dengan informasi palsu sama sekali. 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya