Dedikasi Tanpa Henti Guru yang Tak Punya Jari Tangan di Pedalaman

Ia tetap mengajar meski terlahir tanpa jari tangan atau kaki.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 21 Jan 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2018, 17:00 WIB
Dedikasi Tanpa Henti Guru yang Tak Punya Jari Tangan di Pedalaman
Ia tetap mengajar meski terlahir tanpa jari tangan atau kaki. (Doc: China Daily)

Liputan6.com, Jakarta Seorang guru berusia 51 tahun baru-baru ini dipilih oleh e-commerce Alibaba sebagai panutan untuk dedikasinya tanpa pamrih. Tak hanya ia mengajar di sebuah kecil di pelosok pedesaan, ia juga tetap mengajar meski terlahir tanpa jari tangan atau kaki.

Perjalanan Chen Haiping menjadi guru dimulai saat ia bertemu dengan kepala sekolah desa Liujiashan pada tahun 1990. Pada saat itu, daerah pedesaan sangat membutuhkan pengajar sehingga ia dipekerjakan sebagai guru pengganti di sekolah itu.

"Saat itu saya berumur 23 tahun dan tak ada yang merekrut saya setelah saya lulus dari sekolah menengah. Saya diberi upah bulanan sebesar 50 yuan (sekitar 100 ribu rupiah, red). Saya sangat puas," katanya pada China Daily.

Pekerjaan tersebut terbukti sulit bagi Chen karena kondisinya. Menulis di papan tulis menjadi salah satu tantangan baginya karena ia terlahir tanpa jari tangan.

"Itu adalah proses yang menyakitkan. Kapur selalu jatuh ke lantai karena aku kesulitan memegangnya."

Meski demikian, itu tak menghalanginya untuk memastikan para siswanya mendapat pendidikan yang layak. Pria itu juga harus bangun pagi-pagi dan menempuh jarak lebih dari 10 kilometer untuk mengamati guru lain dan belajar dari mereka sebelum kembali ke sekolahnya sendiri untuk mengajar.

 

Selanjutnya

Dedikasi Tanpa Henti Guru yang Tak Punya Jari Tangan di Pedalaman
Ia tetap mengajar meski terlahir tanpa jari tangan atau kaki. (Doc: China Daily)

Walau demikian, sekolah tempat Chen mengajar kini tak seperti saat ia mengajar 20 tahun lalu. Sebelumnya, ada lebih dari 100 siswa tapi sekarang hanya tinggal 7 orang siswa yang sekolah.

Kebanyakan anak ikut orang tua mereka yang pindah ke kota besar untuk mencari penghidupan lebih baik. Selain itu, peraturan pemerintah untuk beberapa sekolah di desa juga membuat jumlah siswa berkurang drastis.

Mereka yang masih bertahan di sekolah tempat Chen mengajar karena tak mampu menempuh jarak sekolah baru yang terlalu jauh atau karena tak memiliki biaya untuk mengikuti sekolah yang jauh lebih besar. Karena itu, meski kualitas pendidikan sekolah itu tak sebaik yang lebih besar, tapi tetap ada yang bertahan. Karena jika tidak, mereka akan putus sekolah.

Kerja keras Chen terbayar ketika ia mendapat 5.000 yuan atau sekitar Rp 10 juta karena dedikasinya. Ia berjanji akan terus mengajar meski hanya ada satu siswa yang tersisa.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya