Liputan6.com, Jakarta Psikolog anak, remaja dan keluarga Jovita Maria Ferliana, menjelaskan cara membedakan anak yang mengalami stres akibat pandemi COVID-19 dengan anak yang pada dasarnya memiliki disabilitas mental.
“Pertama kita bisa lihat dari sejak kapan ini munculnya. Misal, apa gejala sudah ada dari awal sejak kanak-kanak dan adakah gangguan yang sudah konsisten,” ujar Jovita dalam webminar Bebas Stress Dampingi Anak School From Home (18/8/2020).
Baca Juga
Jika gejala tidak muncul sejak awal dan cenderung tiba-tiba disebabkan peristiwa tertentu, itu artinya bukan karena gangguan mental yang sudah ada sebelumnya, katanya.
Advertisement
“Tapi, walaupun itu gangguan mental yang sudah ada, tetap yang namanya gangguan mental itu perlu dikonsultasikan kepada pihak yang profesional, dalam hal ini bisa ke psikolog atau psikiater sesuai dengan usianya.”
Simak Video Berikut Ini:
Analisis Kriteria Diagnosis
Dalam kesempatan yang sama, Fadhilah Eryananda psikolog dewasa mengatakan bahwa setiap gangguan mental memiliki kriteria diagnosis tersendiri.
“Di klinis dewasa, setiap gangguan mental itu punya kriteria diagnosis untuk dapat mendiagnosis dia punya gangguan tertentu. Misalnya depresi, itu harus muncul mood yang low selama durasi 2 minggu sehingga hal-hal seperti itu saya jadikan patokan mana sebenarnya yang normal bermasalah dan mana yang sudah didiagnosis gangguan mental tertentu.”
Ia menambahkan, ada analisis kriteria diagnosis yang perlu dipenuhi sehingga bisa ditentukan mana yang disabilitas mental dan mana yang non disabilitas tapi sedang bermasalah mentalnya.
“Tapi mungkin pada anak ada perbedaan tentang kriteria diagnosisnya. Tapi walau bagaimanapun konsultasi ke ahli sangat disarankan karena diagnosis dini sangat baik dilakukan.”
Advertisement