Psikolog: Kata-Kata Negatif Memicu Kembalinya Gejala Depresi

Orang dengan depresi rentan kembali merasakan gejala-gejala penyakit mental tersebut jika mendapat kata-kata negatif dari lingkungannya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Mar 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2021, 13:00 WIB
Ilustrasi Bullying
Ilustrasi Bullying Foto oleh Keira Burton dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Orang dengan depresi rentan kembali merasakan gejala-gejala penyakit mental tersebut jika mendapat kata-kata negatif dari lingkungannya.

Seperti disampaikan psikolog dari Universitas Indonesia (UI), Oktina Burlianti, menurutnya orang dengan depresi biasanya menunjukkan ciri-ciri tertentu jika gejala depresinya kembali timbul. Ciri tersebut dapat berkaitan dengan bahasa tubuh yang menunjukkan adanya kecemasan.

“Misal, tangannya tidak diam, bolak-balik memegangi rambut,” ujar psikolog yang akrab disapa Ullie kepada kanal Disabilitas Liputan6.com, ditulis Rabu (24/3/2021).

Salah satu ciri lain yang dapat terlihat dari munculnya kembali gejala depresi adalah menyalahkan diri sendiri.

“Orang depresi itu selalu memandang bahwa dirinya itu enggak berharga, jika dipermalukan di depan umum, maka semakin memperkuat pandangan bahwa dirinya tidak berharga.”

“Lama-lama dia berpikir, ‘buat apa saya hidup?’” katanya.

Merasa bahwa diri sendiri tidak berharga atau biasa disebut distorsi kognitif adalah ciri utama dari depresi. Jika distorsi kognitif (pola pikir yang salah) itu didukung oleh lingkungan maka seolah-olah membuktikan bahwa diri orang tersebut memang tidak berharga.

Hal ini juga diperkirakan menjadi salah satu pemicu banyaknya kasus bunuh diri di kalangan artis Korea akibat bully, kata Ullie.

Simak Video Berikut Ini

Depresi adalah Penyakit

Ullie juga menegaskan bahwa depresi adalah penyakit. Menurutnya, orang tidak ada yang ingin mengalami depresi.

“Jadi kalau orang bilang depresi itu karena lemah iman, karena kurang ibadah ya enggak begitu kenyataannya. Itu penyakit, bisa dijelaskan dan ada obatnya, enggak ada orang yang mau depresi.”

Jika orang lain beranggapan bahwa jika dirinya ditimpa masalah yang sama tapi bisa menghadapinya dengan baik, itu karena dia kuat dan tidak memiliki penyakit mental yang parah.

“Sama halnya dengan ada orang yang bisa terkena COVID-19 ada juga yang tidak, kan bukan berarti orang yang kena COVID-19 itu lebih buruk.”

Sebaliknya, tugas lingkungan yang baik dalam menghadapi orang dengan depresi adalah membantu meluruskan pikiran negatif atau distorsi kognitif yang dimiliki orang tersebut.

“Jika tidak bisa, setidaknya katakan hal-hal positif dan tawarkan bantuan, udah itu saja,” pungkasnya.

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya