Polusi Udara Tingkatkan Risiko Autisme? Ini Kata Peneliti

Penelitian di Vancouver, Kanada, yang dilakukan terhadap 132 ribu persalinan pada 2004-2009 menemukan kaitan antara paparan polusi saat hamil dengan peningkatan angka kejadian autisme pada anak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 22 Nov 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2021, 10:00 WIB
Begini Penampakan Polusi Udara di India
Pria India mengayuh becak roda tiga membawa air minum di tengah kabut tebal di New Delhi (25/12). India ditetapkan darurat polusi udara. Kualitas udara yang semakin buruk dan kabut beracun menyelimuti. (AFP Photo/Prakash Singh)

Liputan6.com, Jakarta Penelitian di Vancouver, Kanada, yang dilakukan terhadap 132 ribu persalinan pada 2004-2009 menemukan kaitan antara paparan polusi saat hamil dengan peningkatan angka kejadian autisme pada anak.

Sementara itu, penelitian lainnya yang dilakukan di Denmark pada 1989-2013, mencoba untuk mempelajari 15 ribu anak. Penelitian yang dipublikasikan di dalam jurnal medis Environmental Epidemiology ini menemukan bahwa paparan terhadap polusi udara pada bulan-bulan pertama kehidupan dan setelahnya juga berkaitan dengan terjadinya autisme.

Profesor di bidang populasi dan ilmu kesehatan kuantitatif dari Universitas Case Western Reserve di Ohio, Amerika Serikat, Lynn Singer mengatakan, penelitian pertama menunjukkan adanya peningkatan kecil dalam terjadinya autisme.

Peningkatan ini terjadi pada populasi bayi yang terpapar nitrat oksida (hasil emisi mobil) sebelum terlahir. Ia menambahkan, walaupun peningkatan tersebut cukup kecil, jika ekspos polutan tersebut dirasakan oleh banyak orang, jumlah anak yang dapat mengalami efeknya juga makin banyak.

Dampak Udara Beracun

Selain itu, penelitian dari Universitas Monash, Australia, menemukan bahwa anak-anak yang menghirup udara beracun berisiko lebih tinggi tumbuh dengan autisme.

Ancaman ini khususnya dihadapi oleh bayi baru lahir hingga usia 3 tahun. Paparan partikel halus dari asap knalpot kendaraan bermotor, emisi industri, serta sumber polusi luar lainnya bisa menjadikan risiko autisme lebih tinggi hingga 78 persen.

Menurut dr. Nitish Basant Adnani BMedSc MSc dari Klikdokter, sampel penelitian tersebut adalah 124 anak dengan autisme dan 1.240 anak yang sehat di Shanghai, Tiongkok. Anak-anak itu dinilai secara bertahap selama periode sembilan tahun. Lamanya waktu memungkinkan para peneliti memeriksa hubungan antara polusi udara dan autisme.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Environment International ini adalah yang pertama mengamati efek paparan jangka panjang polusi udara pada autism spectrum disorder (ASD) selama kehidupan awal anak-anak di negara berkembang. Meski demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi hubungan antara polusi udara dengan kesehatan mental yang lebih luas.

Penelitian Lainnya

Nitish juga meninjau laman resmi Environmental Health Perspective, dan menemukan penelitian yang menganalisis 245 anak dengan autisme serta 1.522 anak tanpa autisme.

Melihat estimasi paparan polusi selama kehamilan berdasarkan alamat rumah ibu, disimpulkan bahwa tingginya tingkat polusi umumnya terjadi pada anak-anak dengan autisme.

Hubungan terkuat adalah hadirnya partikel, bintik debu mineral tak terlihat, karbon, dan bahan kimia lain yang masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan di seluruh tubuh. Namun, penelitian tersebut tidak dapat dengan pasti mengatakan bahwa polusi menyebabkan autisme.

“Bisa jadi ada faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian,” kata Nitish mengutip Klikdokter, Jumat (19/11/2021).

 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya