Unit Pencegahan dan Penanganan Kasus di Lingkungan SLB Bikin Murid Disabilitas Lebih Berani Bersuara

Dibentuknya tim pencegahan dan penanganan korban kekerasan terhadap anak (TPPK) membawa manfaat tersendiri. Salah satunya, para murid disabilitas jadi lebih berani melapor.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Mei 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2024, 13:00 WIB
Unit Pencegahan dan Penanganan Kasus di Lingkungan SLB Bikin Murid Disabilitas Lebih Berani Bersuara
Unit Pencegahan dan Penanganan Kasus di Lingkungan SLB Bikin Murid Disabilitas Lebih Berani Bersuara. Foto: Instagram SLBN 1 Mataram.

Liputan6.com, Jakarta Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 1 Mataram menjadi satu-satunya SLB yang memiliki unit pencegahan dan penanganan kasus terakreditasi di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut Kepala Sekolah SLBN 1 Mataram, Abas, dibentuknya tim pencegahan dan penanganan korban kekerasan terhadap anak (TPPK) membawa manfaat tersendiri. Salah satunya, para murid disabilitas jadi lebih berani melapor.

“Semakin banyak anak berani melaporkan sekecil apapun permasalahan yang tidak menyenangkan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah,” kata Abas mengutip keterangan resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dikutip Selasa (7/5/2024).

Abas juga menyampaikan bahwa SLBN 1 Mataram melalui unit pencegahan dan penanganan kasus ramah anak akan melanjutkan upaya edukasi dan pendampingan pada murid. Serta penjangkauan kepada orangtua untuk menangani masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah.

Meneruskan hal tersebut, Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus KemenPPPA, Ratna Oeni menyampaikan pihaknya akan terus melakukan pendampingan, monitoring dan evaluasi terkait implementasi standarisasi Lembaga/Unit Penanganan Kasus Ramah Anak (LPKRA).

Ratna menambahkan, hadirnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan juga memperkuat program LPKRA. Pasalnya, ini sejalan dengan mandat pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan.

Selanjutnya, KemenPPPA akan terus memastikan bahwa setiap anak, termasuk anak kebutuhan khusus mendapatkan perlindungan, perhatian, dan akses penuh terhadap pendidikan yang layak.

“Pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan inklusif, termasuk di sekolah luar biasa,” kata Ratna.

Program Belajar Sesuai Minat dan Bakat Murid

Tidak hanya perlindungan anak dari kekerasan, di SLBN 1 Mataram ada program pembelajaran yang diberikan dengan menyesuaikan minat dan bakat para murid. Adapun program tersebut berfokus pada literasi, vokasi dan sekolah ramah anak.

Menurut Abas, program-program pembelajaran seperti vokasi dan ekstrakurikuler telah diberikan sesuai dengan minat dan asesmen para murid.

“Kebanggaan luar biasa bagi kami karena anak-anak di sini memiliki potensi besar dan menghasilkan banyak prestasi mulai dari tingkat daerah, nasional, hingga internasional. Kami memberikan pendidikan dan penanganan sesuai dengan kemampuan anak, sehingga anak benar-benar nyaman belajar, berkarya dan membentuk kepribadian yang lebih baik,” ujar Abas.

Apresiasi Menteri PPPA

Dengan inovasi yang dilakukan, SLBN 1 Mataram dinilai memberi contoh baik dalam memberikan pengasuhan dan perlindungan yang ramah bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).

Adanya Unit Pencegahan dan Penanganan Kasus yang telah terstandarisasi LPKRA di lingkungan sekolah, menunjukkan upaya menurunkan angka kekerasan khususnya di satuan pendidikan.

Bahkan, praktik baik tersebut mendapat apresiasi dari Menteri PPPA, Bintang Puspayoga. Dalam kunjungannya ke Mataram, Bintang memberikan respons positif terhadap dibentuknya unit tersebut.

Bintang menyampaikan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Sub Urusan Perlindungan Khusus Anak, telah mengamanatkan penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).

Terapkan Prinsip Perlindungan Anak

Berdasarkan amanat tersebut, sejak tahun 2022, KemenPPPA menginisiasi program LPKRA yang mendorong lembaga/unit penyedia layanan bagi AMPK di bawah binaan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, maupun Lembaga Masyarakat untuk menerapkan prinsip perlindungan anak.

“Salah satu yang harus memenuhi standar adalah unit layanan penanganan kasus pada penyedia layanan pendidikan termasuk di lingkungan SLB,” kata Bintang dalam keterangan yang sama.

Dia menambahkan, sejak tahun 2022 terdapat 69 Lembaga/Unit Penyedia Layanan bagi AMPK yang telah terstandar LPKRA dan enam di antaranya merupakan SLB.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya