Sengketa Usman-Harun, Singapura Ajak RI Cari Jalan Keluar

Menteri Ng Eng Hen menyatakan Singapura dan Indonesia harus memperbaiki hubungan yang sempat renggang karena penamaan KRI Usman-Harun.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 21 Apr 2014, 10:14 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2014, 10:14 WIB
Sengketa Usman-Harun, Singapura Ajak RI Cari Jalan Keluar
Menteri Ng Eng Hen menyatakan Singapura dan Indonesia harus memperbaiki hubungan yang sempat renggang karena penamaan KRI Usman-Harun.

Liputan6.com, Singapore City - Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen mengajak Indonesia mencari jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa antara kedua negara yang dipicu penamaan KRI Usman-Harun.

Dalam konferensi pers di Singapura, Menteri Ng Eng Hen menyatakan Singapura dan Indonesia harus memperbaiki hubungan yang sempat renggang karena penamaan Usman-Harun tersebut.

Menurut dia, seharusnya tidak perlu ada sengketa dengan Indonesia yang bisa mengganggu politik luar negeri Singapura di kawasan Asia Tenggara. Karenanya, Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) bakal bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) demi memperbaiki hubungan tersebut.

"Kita harus mencari jalan untuk menyelesaikan sengketa ini untuk memperbaiki hubungan yang telah terpengaruh oleh hal itu. Dan saya yakin kita bisa saling menghormati. Kita bisa mendapatkan kembali kepercayaan dan keyakinan antara SAF dan TNI yang telah kami bangun selama beberapa dekade," ujar Ng Eng Hen, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (21/4/2014).

Usman-Harun merupakan pelaku pengeboman di Gedung MacDonald, Singapura, saat Indonesia di bawah komando Sukarno berkonfrontasi dengan Singapura yang saat itu di bawah pemerintahan Malaysia, pada 1965.

Negara sempalan Malaysia tersebut menilai nama Usman-Harun menyakiti perasaan mereka terkait insiden pengeboman MacDonald House di Orchad Road pada 10 Maret 1965. Usman dan Harun dieksekusi gantung oleh Singapura pada 17 Oktober 1968.

KRI Usman-Harun merupakan 1 dari 3 kapal perang tipe F2000 Corvette yang didatangkan Indonesia dari Inggris. Selain KRI Usman-Harun 359, Indonesia juga memberi nama 2 kapal perang lainnya: KRI Bung Tomo 357 dan KRI John Lie 358.

[Baca: Sosok Usman dan Harun di Balik Ketegangan RI-Singapura]

"Maaf"

Panglima TNI Jenderal Moeldoko sebelumnya mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah menyampaikan permintaan maaf kepada Singapura atas penamaan KRI Usman-Harun. Maksud dia adalah mohon maaf karena Indonesia tetap menggunakan nama Usman-Harun.

"Tidak ada itu mohon maaf. Maksudnya mohon maaf, penamaan (KRI) Usman-Harun adalah keputusan kami yang final," kata Jenderal Moeldoko di Kantor Presiden Jakarta, Kamis 17 April.

Panglima TNI menegaskan, penamaan Usman-Harun untuk Kapal Perang RI merupakan keputusan yang tidak bisa diubah. Permintaan maaf Moeldoko ini muncul setelah dikritik sejumlah pengamat. Salah satunya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana.

Hikmahanto mengatakan Panglima TNI Moeldoko perlu memberikan klasifikasi soal permohonan "maaf" kepada Singapura yang disampaikan saat diwawancara televisi Singapura NewsAsia.

Menurut pengamat hukum internasional tersebut, pernyataan Moeldoko itu menunjukkan seolah-olah Indonesia tunduk pada kemarahan Singapura. Memang secara sepintas, kata dia, pernyataan mohon maaf Panglima TNI bisa ditafsirkan menjadi dua.

Pertama, tafsiran seolah atas nama pemerintah RI, Panglima TNI meminta maaf kepada pemerintah Singapura. "Maaf di sini diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai regret yang memiliki implikasi diplomatik," ujar Hikmahanto.

Interpretasi kedua adalah, sebagaimana layaknya orang Indonesia bila hendak berbicara keras, akan didahului dengan kata "maaf" yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "pardon me".

Saat ini kata "mohon maaf" dari Panglima TNI oleh NewAsia diterjemahkan sebagai regret alias penyesalan. "Inilah yang kemudian dikapitalisasi oleh para pejabat Singapura," jelas Hikmahanto.

Menanggapi klarifikasi dari Panglima TNI soal kata "maaf" tersebut, Menhan Singapura Ng Eng Hen menyatakan pihaknya menerima hal tersebut. Tapi, menurut dia, yang penting Indonesia sudah mengakui telah memicu ketegangan.

"Kami menerima ucapan tersebut. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, mereka (Indonesia) mengaku telah memicu kemarahan, membuka kembali luka lama. Mereka menyesali hal tersebut. Mereka tidak bermaksud seperti itu," ujar Ng Eng Hen.

Ng Eng Hen menambahkan, dirinya memaklumi rakyat Singapura marah dan kecewa atas pernyataan klarifikasi dari Jenderal Moeldoko. Ia juga berharap pihaknya tetap fokus pada pendirian yang bisa tetap menjaga hubungan baik dengan negara lain. (Yus Ariyanto)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya