Pembunuh dan Pemerkosa Belgia Ini Dapat 'Hak untuk Mati'

Frank Van Den Bleeken sudah lama ingin mati. Ia pun mengajukan permohonan euthanasia. Dan dikabulkan.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 16 Sep 2014, 14:02 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2014, 14:02 WIB
Frank Van Den Bleeken memohon euthanasia, hak untuk mati
Frank Van Den Bleeken memohon euthanasia, hak untuk mati (www.nieuwsblad.be)

Liputan6.com, Brussels - Frank Van Den Bleeken sudah lama ingin mati. Pria Belgia yang kini meringkuk di penjara, untuk menjalani vonis seumur hidup dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan mengajukan permohonan euthanasia pada tahun 2011. Ia mengaku mengalami 'penderitaan psikologis yang tak tertahankan'.

Namun, kala itu, Komisi Federal Euthanasia Belgia ingin mempertimbangkan setiap pilihan pengobatan yang mungkin dilakukan, sebelum menyetujui tindakan tersebut.

Kini, Van Den Bleeken mendapat apa yang mau. Ia boleh meminta dokter mengakhiri hidupnya. Dengan suntik mati.

Butuh 3 tahun bagi tahanan yang dinyatakan terbukti bersalah pada tahun 1980-an itu demi mendapatkan 'haknya' untuk mati. Ia merasa tak bisa mengontrol hasrat untuk melakukan kekerasan seksual. Di sisi lain, ia tak mungkin bebas dari bui.

Ini adalah keputusan pertama yang melibatkan seorang tahanan, setelah euthanasia diberlakukan di Belgia 12 tahun lalu.

Van Den Bleeken yang kini berusia 50 tahun akan segera dipindah ke rumah sakit, di mana prosedur medis akan dilakukan. "Namun, saya tak bisa mengatakan kapan dan di mana itu akan dilanjutkan," kata pengacara terpidana, Jos Vander Velpen seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Selasa (16/9/2014).

Jumlah kasus euthanasia secara bertahap meningkat setiap tahun, sejak muncul aturannya pada 2002. Sebagian besar kini dianggap kontroversial karena melibatkan orang sepuh atau menderita penyakit yang tak bisa disembuhkan.

UU tersebut bukan tanpa kritik. Pada Januari 2013, media di Belgia melaporkan kematian Marc dan Eddy Verbessem, keduanya kembar identik, yang saat itu mengalami gangguan pendengaran. Mereka mengajukan permohonan euthanasia setelah mengetahui mereka akan mengalami kebutaan karena kelainan genetik.

Ada juga Nathan Verhelst yang tewas Oktober lalu. Ia adalah transseksual yang merasa mati adalah jalan keluar dari masalah yang menderanya: operasi ganti kelamin yang berkali-kali gagal.

Sebelumnya, Parlemen Belgia mengesahkan UU yang mengizinkan pengakhiran hidup (euthanasia) untuk anak-anak tanpa batas usia.

Keputusan diambil melalui  proses pemungutan suara dengan 86 suara mendukung, 44 menolak dan 12 abstain.

Belanda memungkinkan euthanasia untuk anak usia 12 dan lebih, sementara Belgia telah mengangkat semua pembatasan usia untuk suntik mati. (Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya