Liputan6.com, Hawaii - Alkisah, Bumi dilanda hujan meteor. Batu-batu angkasa berukuran kecil membombardir kota-kota di dunia, mengenai satu pesawat luar angkasa milik NASA, dan menciptakan lubang besar yang merobek tanah. Ternyata itu baru permulaan. Sebuah asteroid raksasa seukuran kota Texas, AS sedang meluncur dan akan sampai ke planet manusia dalam 18 hari.
Bumi di ambang kiamat. Atau setidaknya mengulang peristiwa 65 juta tahun lampau. Saat penguasa kala itu, dinosaurus, dipaksa punah. NASA pun mengambil keputusan cepat. Mengirim tim untuk menanam bom nuklir di permukaan asteroid dan meledakkan batu angkasa itu sampai pecah jadi 2 hingga melayang menjauh dari rute awalnya. Untuk melakukan misi penting itu, dipilihlah para pembor minyak. Bukan astronot.
Demikian sedikit gambaran dalam Film Armageddon yang dirilis pada 1998 lalu. Meski sangat menghibur dan bikin tegang, film tersebut sangat tidak akurat. Demikian ujar astronom Phil Plait, yang menulis blog "Bad Astronomy" di Slate.com.
"Jangan meminta saran Hollywood soal bagaimana menangani asteroid," kata Plait seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Kamis (17/9/2014).
Dalam presentasinya di sebuah konvensi sains HawaiiCon, di Waimea, Hawaii, Plait menujukkan cuplikan film Armageddon saat tokoh yang diperankan Bruce Willis berjuang meledakkan bom dengan tangannya, sebelum batu angkasa itu sempat menabrak Bumi dan memusnahkan seluruh kehidupan di atasnya.
"Untuk meledakkan sebuah asteorid raksasa sebesar yang digambarkan di film, bom yang digunakan harus meledak dengan jumlah energi yang sama seperti yang dihasilkan oleh matahari," kata dia.
Kalaupun bisa menciptakan bom nuklir sedahsyat itu, "Efeknya justru lebih berbahaya daripada asteroid itu sendiri," kata Plait. "Kita tak hanya berhadapan dengan asteroid, tapi asteroid radioaktif."
Sementara Armageddon gagal total dalam hal sains, kata Plait, ada film bertema sama yang menerapkan ilmu pengetahuan lebih akurat. Yakni Film Deep Impact yang juga dirilis pada 1998.
Dalam film tersebut astronom amatir yang masih remaja menemukan komet selebar 11 km yang sedang menempuh jalur yang akan berakhir dengan menabrak Bumi dalam waktu 2 tahun.
Seperti halnya dalam Armageddon, dalam film Deep Impact juga dikisahkan, manusia mengirimkan tim ke batu angkasa itu untuk menghancurkannya menggunakan bom nuklir. Namun, dalam cerita itu, ledakan yang digunakan jauh lebih kecil. Fragmen yang tercipta dari ledakan tersebut masih lolos ke Bumi dan tercemplung ke Samudera Atlantik -- memicu mega-tsunami yang menyapu Manhattan dan kota-kota pantai lainnya. Menurut Plait, skenario itu lebih masuk akal.
Namun, kata dia, Deep Impact pun masih mengandung sesat pikir. Misi asteroid dalam film itu mengirimkan sebuah pesawat luar angkasa yang bertugas meledakkan potongan komet lainnya, menghasilkan fragmen yang akan terbakar atmosfer sehingga tak membahayakan penghuni Bumi. Menurut Plait, itu hal yang mustahil.
Di kehidupan nyata, asteroid dan komet memang bisa menghantam Bumi. Batu angkasa yang masuk kategori "near-Earth objects" -- 'objek dekat Bumi' berpotensi mengancam planet ini.
Untungnya NASA dan organisasi lainnya -- seperti B612 Foundation yang bermarkas di Menlo Park, California, rajin memonitor langit untuk menghadapi potensi ancaman itu. Namun, sayang, tak semua bahaya bisa diawasi.
Para ilmuwan beberapa kali baru menemukan batu angkasa saat objek itu sudah menyelonong masuk Bumi. Seperi yang terjadi di Rusia. Meteorit Chelyabinsk meledak di atas wilayah Pegunungan Ural pada Februari 2013 lalu.
Dibutuhkan teleskop yang lebih besar untuk mendeteksi lebih banyak lagi tamu tak diundang itu. Asteroid atau komet. "Makin cepat terdeteksi, maka makin mudah mengalihkannya," kata Plait. (Yus)