Liputan6.com, Santiago - Jose Argomedo sedang berkuda sore itu, Minggu 22 Mei 1960. Tiba-tiba, irama tapak kuda yang ia tumpangi dihentikan oleh hentakan keras.
Sejurus kemudian, Bumi berguncang hebat selama 11 menit, membuat pria yang kala itu berusia 22 tahun cepat-cepat meloncat dari kudanya. Ia mengira, Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah menjelma menjadi adu kekuatan senjata nuklir. Malapetaka membayangi benaknya.
Baru beberapa hari sebelumnya, Argomedo mendengar kabar, ketegangan antara dua negara adidaya memuncak. Rudal Soviet baru saja menjatuhkan pesawat mata-mata AS. Dari Moskow, sang pemimpin Nikita Khruschev mengancam akan memperlakukan Amerika seperti kucing yang kepergok mencuri. Mengangkat tengkuknya, "Lalu bikin mereka gemetar," kata dia seperti dikutip dari situs National Weather Service (NOAA).
Namun, perkiraannya salah. Perang Dunia Ketiga tak sedang berlangsung. Guncangan itu disebabkan gempa dahsyat, bahkan yang terkuat yang pernah tercatat sepanjang sejarah.
Gempa yang terjadi pukul 15.11 waktu setempat berkekuatan 9,5 skala Richter -- lebih besar dari kekuatan gempa yang memicu tsunami di pesisir Aceh dan Samudera Hindia pada 24 Desember 2004 yang sebesar 9,1 SR.
Baca Juga
Episentrum atau pusat gempa berada di lepas pantai dekat Canete, sekitar 900 km sebelah selatan Santiago, ibukota Chile. Lindu terjadi sebagai akibat subduksi lempeng Nazca ke bawah lempeng Amerika Selatan.
Akibatnya sungguh luar biasa, kehancuran terjadi di mana-mana. Terutama di Valdivia, di mana setengah bangunan yang ada di sana hancur lebur. Sehingga gempa itu disebut '1960 Valdivia Earthquake (Terremoto de Valdivia)' atau 'Great Chilean earthquake (Gran terremoto de Chile)'.
Tak hanya itu, korban yang selamat dari gempa harus menghadapi kejutan yang sama sekali tak dinanti: tsunami.
Sekitar 15 menit pascagempa, gelombang raksasa setinggi 25 meter menghantam wilayah pesisir. "Ribuan orang tewas," demikian dikabarkan kala itu, seperti dikutip dari situs CBS News.
"Seperempat penduduk Chile, atau lebih dari 2 juta orang, menjadi tunawisma. Seluruh kota porak poranda."
Diperkirakan jumlah korban tewas di Chile mencapai 1.655 orang. Termasuk saudagar paling kaya di Maullin, Ramon Atala. Meski selamat dari gempa, "ia kehilangan nyawa saat mencoba menyelamatkan barang berharga miliknya," demikian dimuat NOAA.
Advertisement
Gelombang kejut akibat gempa di Chile juga dirasakan seluruh dunia, memicu tsunami mematikan. Lalu, 15 jam kemudian, ombak raksasa menghantam Hilo dan Big Island di Hawaii -- yang jaraknya lebih dari 6.000 mil dari Chile. Akibatnya, 600 rumah rusak, 185 orang dinyatakan tewas atau hilang.
Tak berhenti sampai di situ. Sehari kemudian, tsunami setinggi lebih dari 5 meter menerjang Jepang, menewaskan 138 orang. Ombak gergasi lalu memantul, menyeberangi Samudera Pasifik, menuju Filipina -- menyebabkan 32 orang tewas atau hilang -- kemudian ke pantai barat AS dan menciptakan kerusakan di California.
Gempa Chile 1960 adalah yang terbesar yang pernah tercatat sepanjang sejarah, meski bukan yang terburuk.
Kala itu, untuk kali pertamanya, kekuatan dan daya jangkau sebuah gempa bisa dideteksi oleh sensor-sensor yang baru dipasang di sejumlah tempat di dunia -- yang sejatinya dimaksudkan untuk memonitor uji nuklir yang dilakukan oleh AS dan Uni Soviet.
"Saat gempa besar terjadi, ia melepas energi yang cukup untuk membuat Bumi berdering, hampir seperti lonceng. Itu yang terjadi setelah gempa Chile tahun 1960," kata Lucy Jones dari Badan Survei Geologi AS (USGS).
Gempa itu juga punya dampak lain. Membuat kota-kota rawan gempa, di Chile hingga California memperkuat aturan pendirian bangunan dan menciptakan sistem peringatan tsunami. Menjadi pelajaran berharga.
Letak Chile di zona kegempaan akibat tumbukan beberapa lempeng tektonik, membuat negeri itu rawan gempa. Seperti yang terjadi pada 27 Februari 2010, lindu dengan kekuatan 8,8 skala Richter terjadi dan menewaskan 500 orang.
Bahkan NASA menyebut, bencana itu menggeser poros Bumi dan memperpendek usia hari. Para ilmuwan memprediksi, gempa dahsyat masih mengancam Chile, membangkitkan horor yang terjadi pada 1960 lalu.
Selanjutnya: Pesawat Celaka karena Pilot Tertidur di Kokpit...
Pesawat Celaka karena Pilot Tertidur di Kokpit
Pesawat Celaka karena Pilot Tertidur di Kokpit
Selain gempa terkuat sepanjang sejarah, 22 Mei menjadi momentum terjadinya peristiwa bersejarah bagi dunia. Pada 2014, Kepala Angkatan Bersenjata Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha mengumumkan pihaknya telah mengambil alih kekuasaan dari pemimpin sipil. Dalam kudeta militer.
Akibatnya, konstitusi diabaikan -- kecuali bab yang mengatur monarki, para pemimpin politik ditahan, pembatasan dilakukan pada warga. Jenderal Prayuth Chan-ocha kemudian diangkat menjadi perdana menteri.
Sementara, pada 22 Mei 2010, pesawat Boeing 737-800 milik maskapai Air India Express celaka dan menewaskan 168 orang di dalamnya.
Hasil investigas menyebutkan, pilot kelahiran Serbia yang memimpin penerbangan IX812, Zlatko Glusica, mengantuk dan mengabaikan peringatan yang diberikan oleh kopilot.
Akibatnya, pesawat gagal mendarat dengan normal di Bandara Mangalore, India, sehingga terhempas di luar landasan dan jatuh ke jurang. Lalu, pesawat terbakar.
Kesimpulan bahwa pilot tertidur diperoleh berdasarkan analisa rekaman suara di kokpit dan rekaman data digital penerbangan. Dalam rekaman, terdengar suara tenang, tarikan nafas berat, dan dengkuran. (Ein)
Advertisement