Liputan6.com, Jakarta - Bangunan tinggi yang berfungsi sebagai kota sering ditampilkan dalam film fiksi ilmiah bertema futuristik, contohnya Blade Runner.
Sekarang ini ilmuwan dan arsitek berusaha mewujudkan khayalan tersebut ke dunia nyata. Ide besarnya: sementara kota yang ada sekarang dibangun dari ratusan, bahkan ribuan bangunan, kota berbentuk vertikal ini akan berupa sejumlah bangunan tinggi dengan ratusan lantai.
Pembangunan kota vertikal bukan tanpa alasan. Menurut UNICEF, pada 2050 sekitar 75% populasi bumi akan menghuni wilayah perkotaan. Upaya ini akan menjadi cara cerdas penghematan lahan yang bisa menampung semua orang.
Advertisement
Bayangkan jika Anda bisa mengunjungi teman, belanja, pergi ke pusat kebugaran di bangunan yang sama, lalu pergi kerja hanya dengan menggunakan elevator. Namun itu hanya satu dari sejumlah keuntungan dari kota vertikal.
Sejak abad ke-16, seniman sudah membayangkan bentuk dari sebuah kota vertikal. Contoh paling awal adalah lukisan "Menara Babel" karya Pieter Bruegel sang tetua. Pada dekade terakhir, arsitek sudah bekerja mewujudkannya menjadi kenyataan.
Firma arsitektur Italia, Curcu Architects, mendesain kota vertikal untuk Uni Emirat Arab dengan ketinggian 180 lantai yang akan dibangun di Teluk Persia. Bangunan tersebut diduga dapat menampung kurang lebih 25 ribu jiwa. Desain bangunan yang ambisius dilengkapi dengan lantai-lantai yang menyediakan spa, pusat meditasi, pusat kebugaran, dan kamar hotel mewah. Namun orang-orang hanya bisa mencapai kota tersebut dengan jembatan atau helikopter.
Kepala arsitek Luca Curci menuturkan kepada Tech Insider, 29 Oktober 2015, bahwa kota vertikal dikembangkan dari ide awal pencakar langit dan dilengkapi dengan 20.000 meter persegi lokasi penghijauan.
"Hal terbaik dari menghuni kota vertikal adalah adanya kesempatan berdekatan dengan elemen alami," ujar Curci.
Firma arsitektur tersebut telah mendesain bangunan yang mandiri dalam segi pemberdayaan energi. Panel solar yang dibuat dari kaca photovoltaic (kaca yang dapat mengubah sinar matahari menjadi listrik) mampu memberikan kebutuhan listrik dan air jernih untuk keseluruhan bangunan. Curci menyebut kota vertikal ini akan mengurangi polusi karbon dioksida hingga 50%.
Karena kota dibangun menjulang vertikal, bukan melebar horizontal, limbah pertanian pun akan berkurang. Di lain pihak, pertanian vertikal akan menjadi 75 kali lebih produktif dibanding pertanian tradisional.
Curci bersama timnya kini sedang berfokus bagaimana membangun komunitas di sebuah kota vertikal.
"Kami mendesainnya agar kota bisa berkembang sebagai masyarakat," ujar Curci. "Bangunan dapat dengan mudah beradaptasi."
Firma ini pun berharap akan menemukan investor dengan cepat sehingga mereka bisa mulai pembangunan pada dekade mendatang. (Ikr/Rcy)**