Liputan6.com, Jucuapa - Maraknya kasus kejahatan pembunuhan di negara El Salvador, Amerika Tengah memaksa puluhan ribu warganya mengungsi. Namun warga Kota Jucuapa, 116 kilometer dari ibukota San Salvador justru mengais rezeki dari kondisi mengerikan itu.
Baca Juga
Warga di kota berpenduduk sekitar 18 ribu jiwa itu malah berbondong-bondong meninggalkan kerja upah rendah mereka sebagai buruh kopi dan pertanian. Mereka banting setir dengan menyulap lahan-lahan kecil mereka menjadi bengkel pembuatan peti mati.
"Ada peningkatan jumlah bengkel karena situasi ekonomi. Bidang usaha itulah yang menyediakan paling banyak nafkah di sini," kata Cesar Cruz yang menjalankan bisnis ayahnya seperti dikutip dari AOL.com pada Rabu (20/4/2016).
Advertisement
Bisnis yang dikelolanya sekarang memiliki 16 pekerja dan mengirim sekitar 40 barang produk ke seluruh negeri.
Sejumlah bengkel sederhana lantas merambah di seantero kota. Para pengrajin kayu mengolah peti mati dari papan-papan kayu yang berbaris bersandar di dinding.
Deretan berikutnya adalah peti mati berhiaskan kain putih dan sejumlah hiasan lainnya.
Industri peti mati di Jucuapa membentang ke seluruh rantai pasokan. Mulai dari pemotong kayu, pengrajin, penghias dekorasi, pekerja bantalan, pengemudi, hingga tenaga-tenaga penjual.
Harga produknya berkisar antara US$100 hingga US$1200 atau sekitar Rp 1,3 juta hingga Rp 15,8 juta), tergantung dari bahan dan ongkos kerja.
Pada 2015, kekerasan antar geng menaikkan angka kejahatan pembunuhan hingga sebanyak 70% di El Salvador. Dengan demikian, negara ini menyusul Honduras sebagai ibukota dengan kasus pembunuhan tertinggi dunia.
Pembunuhan terus bertambah dalam 3 bulan pertama pada 2016, rata-rata 22 orang per hari. Geng-geng bengis yang dikenal dengan istilah 'mara' bertarung untuk mengendalikan penyelundupan narkoba dan pemerasan.
Setiap hari dalam seminggu, jalan-jalan sempit di Jucuapa dipenuhi dengan kendaraan bak terbuka yang membawa peti mati ke rumah duka di seluruh negeri maupun ke luar negeri.
"Dengan atau tanpa pembunuhan-pembunuhan, orang bisa tetap bekerja karena peti-peti mati ini bisa dijual ke negara-negara lain seperti Honduras dan Guatemala," kata Jose Flores (24), yang telah mengerjakan bisnis ini selama 5 tahun dengan untung sekitar $15 (Rp 197 ribu) untuk setiap peti.
Melonjaknya kejahatan pembunuhan menjadi tantangan bagi pemerintahan sayap kiri pimpinan Presiden Salvador Sanchez Ceren yang kewalahan menyusun rencana keamanan, dan malah fokus pada upaya mengendalikan 15.500 anggota geng yang menghuni 13 penjara. Di dalam penjara pun mereka masih melakukan kegiatan kriminal.
Menurut bank sentral El Salvador, kekerasan telah menyedot sekitar US$4 miliar pada 2014. Setara kira-kira 16% dari nilai pendapatan nasional.
Rumah-rumah duka adalah salah satu dari segelintir industri yang mendapat untung dari kekacauan ini, walaupun mereka yang bekerja dalam sektor itu tentu saja berharap bisnis mereka tidak segencar itu.
"Siapa orang yang tidak mau hidup dalam damai?" kata Flores, salah satu tukang kayu.