Ada CIA di Balik Jatuhnya Pesawat Malaysia Airlines MH17?

Bukti baru diklaim mengindikasikan MH17 jatuh bukan karena tembakan rudal Buk, melainkan oleh sebab lain.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 25 Apr 2016, 18:59 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2016, 18:59 WIB
Ilustrasi MH17 terbakar
Ilustrasi MH17 terbakar (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Moskow - Dua tahun berlalu, namun penyebab jatuhnya pesawat Malaysia Airlines Penerbangan MH17 di langit Ukraina pada Kamis 17 Juli 2014 masih jadi misteri.

Dugaan yang muncul, burung besi milik Negeri Jiran itu terhempas akibat rudal yang dilontarkan dari peluncur Buk di area di mana MH17 jatuh. Dampaknya, 289 orang di dalamnya meninggal dunia.

Namun, teori baru bermunculan soal mengapa pesawat yang menempuh rute Amsterdam, Belanda ke Kuala Lumpur, Malaysia bisa terhenti di tengah jalan secara tragis. Semua dikupas dalam dokumenter BBC, 'Conspiracy Files: Who Shot Down MH17?'

Sejumlah pihak menduga, pesawat tersebut pecah di udara akibat dampak operasi penanganan teroris yang didukung oleh CIA.

Klaim tersebut muncul bertepatan dengan insiden tewasnya 3 prajurit Ukraina, dan 6 lainnya cedera dalam pertempuran melawan pemberontak pro-Rusia dan prajurit separatis di Ukraina timur, Senin 25 April 2016.

Beberapa saksi mata, seperti diungkap BBC, juga mengaku melihat rudal yang diluncurkan oleh jet tempur.

Natasha Beronina, salah satunya, mengatakan pada saat itu ia mendengar suara ledakan dan diikuti oleh gumpalan asap hitam. Wanita itu juga menyatakan melihat dua pesawat lainnya yang terbang berdekatan dengan MH17.

"Ada dua pesawat. Salah satunya terlihat seperti pesawat mainan berwarna perak. Saat terjadi ledakan, satu pesawat tetap terbang dan pesawat lainnya berputar arah kembali ke asalnya," jelasnya.

Saksi lain bahkan juga mengatakan melihat sebuah pesawat tempur meluncurkan misil sesaat sebelum terdengar ledakan. 

Dikutip dari Daily Mail, Senin (25/4/2016), 7 dari 100 saksi mata yang diinterogasi mengatakan, mereka melihat jet tempur meluncurkan misil pada hari nahas itu. Mereka yakin salah satu dari dua pesawat tempur tersebut meluncurkan rudal tepat di belakang kokpit MH17.

Ada CIA?

Namun, keterangan itu nyata-nyata dibantah oleh pilot, Kapten Vladislav Voloshin, yang didakwa sebagai orang yang bertanggung jawab atas insiden itu.

Pada sebuah wawancara, Voloshin mengatakan, tidak ada penerbangan dan serangan misil udara pada hari tersebut, karena mereka melakukan perubahan target dari udara ke darat.

Praduga lainnya menyebutkan bahwa pesawat tersebut jatuh gara-gara dua bom yang diletakkan di dalamnya -- dalam operasi antiteror yang didukung CIA.

Tuduhan tersebut dikemukakan oleh detektif swasta, Sergey Sokolov, yang mengklaim bahwa CIA dibantu oleh dinas rahasia Ukraina dan aparat Belanda, menempatkan bom di pesawat tersebut di Amsterdam.

Sokolov juga mengatakan operasi penanggulangan teroris itu dilakukan untuk memberikan sanksi kuat kepada Rusia.

"Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Rusia adalah negara barbar, dan untuk menguatkan keberadaan NATO, terutama di Ukraina," klaim dia.

Awal bulan ini, polisi Ukraina menahan seorang pria karena dicurigai berusaha membunuh ketua tim forensik, Oleksandr Ruvin, yang ditembak tahun lalu. Korban terkena terjangan peluru pada bagian kaki, untung nyawanya selamat.

Pihak berwenang yakin penembakan itu terkait dengan perannya dalam penyelidikan pesawat.

"Untuk meramaikan konspirasi, fakta menunjukkan Rusia dan Ukraina saling menyalahkan terkait tragedi MH17 tetapi kedua negara tidak dapat memberikan semua data radar penting pada hari itu," demikian narasi BBC, seperti dikutip dari News.com.au.

Anggota keluarga korban tidak mempercayai penjelasan resmi dari pihak berwenang. Mereka harus menempuh jalan yang panjang untuk mendapatkan keadilan.

"Program ini melacak saksi mata, dan berbicara dengan sumber-sumber intelijen rahasia, berupaya memilah fakta dari fiksi. "

Terkait dengan tewasnya tiga anggota militer Ukraina pada hari ini, Oleksandr Motuzyanyk, juru bicara militer Kiev mengatakan, prajurit mereka kembali jadi korban permusuhan.

Menurut Motuzyanyk, situasi di barisan depan menjadi semakin memburuk karena kelompok separatis kembali mengamuk dan menyerang militer Ukraina menggunakan senjata berat.

"Para penyerbu menggunakan mortir dan kendaraan bersenjata saat menyerang barisan depan," jelasnya.

Sekitar 9.200 orang tewas dan lebih dari 21 ribu lainnya luka-luka akibat pertempuran yang berlangsung antara Ukraina yang pro-Barat dengan pemberontak yang condong ke Rusia sejak 2014 lalu.

Kiev dan Gedung Putih menyalahkan Rusia karena mendukung para pemberontak dan mengirimkan bala bantuan di zona merah di perbatasan. Namun, tudingan itu dibantah oleh Moskow.

Baru-baru ini, menteri pertahanan Ukraina, Stepan Poltorak, mengatakan akan butuh waktu Bertahun-tahun untuk mengakhiri perang dingin antara Moskow dan Barat pasca-perang dingin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya