Liputan6.com, Jakarta Pemimpin Gerakan Pro-Demokrasi Hong Kong, Nathan Law di tangkap otoritas setempat. Penangkapan Nathan dilakukan karena pemuda ini melakukan protes atas kedatangan pejabat tinggi China, Zhang Deijing di muka umum.
Menurut laporan otoritas keamanan Hong Kong, Nathan ditangkap di wilayah Wen Chai. Foto penangkapan Nathan tersebar luas di dunia maya.
Baca Juga
Penangkapan aktivis pro-demokrasi jelang kedatangan Zhang telah terjadi sebanyak 2 kali. Sebelumnya, tokoh pergerakan demokrasi lain dari Kelompok Liga Sosial Demokrasi, Avery Ng ditangkap karena dianggap mengganggu ketertiban lalu lintas.
Advertisement
Avery dilaporkan membentangkan 2 buah spanduk perlawanan atas Pemerintah China. Spanduk pertama bertuliskan, "Sebuah akhir dari pemerintahan satu partai komunis China."
Terkait penangkapannya, Avery menunjukan kemarahannya. Melalui Facebooknya, Avery mengatakan Zhang tak boleh menginjakan kakinya di Hong Kong.
"Zhang sudah pasti seorang pengecut dia harus kembali ke Beijing," tulisnya seperti dikutip dari Asia Correspondent, Selasa (17/5/2016).
Kedatangan Zhang di Hong Kong diketahui membuat Otoritas di Wilayah Tersebut meningkatkan level keamanannya. Ribuan polisi dikerahkan di beberapa objek vital dan jalanan protokol .
Dalam keterangan resminya Otoritas Hong Kong menyatakan peningkatan keamanan dilakukan demi mencegah terulangnya peristiwa Revolusi Payung -- unjuk rasa besar pada tahun 2014 dimana ribuan warga Hongkong pro-demokrasi menduduki jalanan protokol selama 75 hari.
Zhang merupakan Chairman Kongres Nasional China. Dia pejabat pertama Partai Komunis China yang mengujungi Hong Kong sejak 2012. Saat tiba di Hong Kong, Zhang menyampaikan salam hangat dan harapan besar dari Presiden China Xi Jinping ke warga daerah yang sempat dikuasai Inggris itu.
Dituliskan media lokal HKFP, lawatan Zhang ke Hong Kong digambarkan membawa 3 karakter, yaitu sebagai pendengar, pelihat dan pembicara.
Zhang menyebut kedatangannya lebih ditujukan untuk mendengar dan berbicara dengan pemimpin dan otoritas Hong Kong, terkait permintaan diimplementasikannya 'satu negara dua sistem'.