Topik Rusia dan Pajak Donald Trump Panaskan Debat Cawapres AS

Debat antara dua cawapres AS Tim Kaine dan Mike Pence digelar pada Selasa malam 4 Oktober 2016.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 05 Okt 2016, 09:28 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2016, 09:28 WIB
20161004-Debat Cawapres AS-Virginia
Kandidat calon wakil presiden (cawapres) Amerika Serikat (AS), yakni Tim Kaine dan Mike Pence berjabat tangan jelang dimulainya debat cawapres AS di Longwood University, Virginia, Selasa (4/10). (REUTERS/Kevin Lamarque)

Liputan6.com, Virginia - Debat antara dua calon wakil presiden Amerika Serikat Tim Kaine dan Mike Pence pada Selasa malam 4 Oktober 2016 waktu setempat atau Rabu pagi 5 Oktober WIB memang tak sepanas adu mulut antara Hillary Clinton dan Donald Trump.

Namun, kedua kandidat orang nomor dua di AS itu saling menyerang isi kampanye dan membela pasangan masing-masing.

Salah satu topik yang diajukan moderator Elaine Quijan dari CBS News adalah tentang isu Suriah dan krisis kemanusiaan di Aleppo.

Setelah Pence menyerang 'agresi' pemerintahan Obama pada Rusia, Tim Kaine menyebut bagaimana Donald Trump memuji-muji Presiden Vladimir Putin.

"Jika Anda tak tahu perbedaan antara kediktatoran dan kepemimpinan, Anda harus kembali ke pelajaran kewarganegaraan di kelas lima," kata Kaine.

Kemudian, Kaine menambahkan, Trump berkoar akan membangun kembali militer AS. Namun, menurut dia, apa yang dilakukan miliarder nyentrik itu justru menghindar pajak.

"Pada teror 9/11, kampung halaman Hillary Clinton dan Donald Trump diserang...Para pemuda dan pemudi merasa terpanggil, bergabung dengan militer untuk memerangi terorisme...Donald Trump berjuang untuk hal lain, menghindari pajak. Karena itu lah ia tak mendukung militer kita," kata Kaine.

Sang moderator, Elaine Quijano langsung angkat bicara, mengarahkan perdebatan kembali ke jalur. "Pertanyaannya adalah soal Aleppo," kata dia.

"Donald Trump mendukung para tentara, mendukung para veteran," kata Pence. "Aku tahu mengapa Anda ingin mengganti subjek."

Pasangan Trump itu mengklaim, Obama dan Clinton bertanggung jawab atas agresi Rusia.

"Apa yang sedang kita hadapi adalah, ada pepatah lama yang mengatakan, 'beruang Rusia tidak pernah mati hanya sedang hibernasi'. Dan kebenarannya adalah masalah ini adalah kebijakan luar negeri yang lemah dari Barack Obama dan Hillary Clinton telah membangunkan agresi Rusia. "

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya