Liputan6.com, Kabul - Produksi opium Afghanistan meningkat sekitar 43 persen pada 2016. Laporan tersebut disampaikan oleh Badan PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
UNODC memperkirakan bahwa produksi opium pada 2016 mencapai 4.800 ton. Organisasi PBB tersebut menilai laporan ini mengkhawatirkan, di tengah upaya memerangi obat-obatan terlarang. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Senin (24/10/2016).
Peningkatan produksi tersebut terjadi karena penambahan area budi daya opium sekitar 10 persen, yakni dari 183.000 hingga 201.000 hektar.
Advertisement
Pembudidayaan opium di Afghanistan telah meningkat dalam satu dekade terakhir, meski pada 2015 sempat menurun akibat kekeringan, pemberontakan Taliban, dan krisis kecanduan narkoba.
Data statistik menunjukkan bahwa budi daya opium pada 2016 ini merupakan peringkat ketiga tertinggi, dalam dua dekade setelah 2013 dan 2014.
Para pejabat mengatakan, cuaca yang mendukung, meningkatnya ketidakstabilan keamanan, dan turunnya dukungan dari donor internasional merupakan alasan utama meningkatnya budi daya opium. Laporan UNODC itu menjelaskan bahwa 93 persen lahan-lahan opium berada di bagian selatan, barat, dan timur Afghanistan.
Daerah-daerah yang dilanda pemberontakan disebut memiliki budi daya opium paling besar, termasuk di antaranya di Helmand dan Kandahar.
"Aku meyakini bahwa dengan peralatan, fasilitas, dan petugas yang tersedia kita tak bisa melawan budi daya opium di kawasan konflik. Tantangan keamanan yang memburuk di berbagai wilayah di Afghanistan menyulitkan upaya untuk menghancurkan perkebunan opium," kata Wakil Menteri Afghanistan urusan perang terhadap narkoba, Baz Muhammad Ahmadi.
Upaya pemberantasan opium di Afghanistan menghadapi tantangan yang cukup sulit. UNODC memuat dalam laporannya, pada 2016, perlawanan petani terhadap pemberantasan opium kadang-kadang ditunjukkan langsung melalui serangan langsung kepada petugas.
Selama ini petani opium di Afghanistan kerap dikenakan pajak oleh Taliban. Uang ini kelak digunakan untuk membantu mendanai pemberontakan terhadap pasukan pemerintah dan NATO.
"Sebagian besar konflik di Afghanistan didanai dari opium. Di mana pun Anda melihat opium, Anda akan melihat pertempuran di sana," tegas Ahmadi.
Perang melawan narkoba di Afghanistan telah menghabiskan dana miliaran dolar, namun efek yang ditimbulkannya ditengarai tidak efektif. Sementara tingkat kecanduan di kalangan warga meningkat tajam.
Pada 2015 lalu, Afghanistan bersama dengan Kolumbia, Maroko, Myanmar, Amerika Serikat, dan Meksiko masuk dalam daftar negara-negara produsen narkoba terbesar di dunia.