Liputan6.com, Teheran - Menteri Pertahanan Iran, Hossein Dehghan memperingatkan, presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump dapat memicu perang dunia dan 'kehancuran' Israel serta negara-negara kecil di Teluk Persia jika ia memprovokasi kekuatan di Timur Tengah.
Pernyataan Dehghan tersebut muncul mengingat kemenangan Trump dapat mengancam perjanjian nuklir yang ditandatangani pemerintahan Barack Obama pada tahun 2015 lalu.
Baca Juga
Semasa kampanye pemilu presiden AS, Trump lantang mengkritik perjanjian yang mengharuskan Iran membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional terhadap industri minyak dan keuangan Negeri Para Mullah itu.
Advertisement
"Setiap panglima tertinggi yang layak membela negara ini harus bersiap untuk 20 Januari 2017 (hari pelantikan presiden AS) dan merobek kesepakatan yang merupakan bencana ini," kata Trump pada September 2015.
Miliarder yang terpilih sebagai presiden ke-45 AS tersebut juga mengatakan bahwa perjanjian itu merupakan kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan.
Menhan Iran mengklaim masuknya Trump ke Gedung Putih telah menimbulkan kepanikan di kalangan sekutu AS di kawasan Teluk.
"Tak peduli seorang pebisnis atau asistennya yang memilih jalan berbeda bagi dia, namun ini telah memicu kegelisahan khususnya di kalangan negara-negara Teluk Persia. Mengingat karakter Trump dan dia mengukur segala sesuatunya dalam dolar, tampaknya tidak mungkin dia akan mengambil tindakan tegas untuk melawan negara kita," kata Dehghan di Teheran seperti dilansir kantor berita Mehr dan dikutip Daily Mail, Selasa (13/12/2014).
"Musuh mungkin ingin berperang dengan kita berdasarkan perhitungan yang salah dan hanya mempertimbangkan kemampuan materi mereka. Perang berarti kehancuran rezim Zionis (Israel) dan akan melanda seluruh wilayah hingga akhirnya memicu perang dunia," imbuhnya.
Dehghan juga mengingatkan bahwa perang nantinya akan menghancurkan kota-kota kecil di pantai selatan Teluk Persia seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Qatar yang merupakan sekutu Barat.
Sama seperti Trump, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu juga mengkritik keras perjanjian nuklir tersebut. Ia bahkan berharap dapat bekerja sama dengan Trump untuk menghancurkannya.
"Aku kenal Donald Trump. Dan aku memikirkan sikapnya, dukungannya kepada Israel jelas. Dia merasa sangat bersahabat dengan negara Yahudi, dengan kaum Yahudi," ungkap Netanyahu.
Direktur CIA, John Brennan telah memperingatkan Trump bahwa menganggu gugat perjanjian nuklir dengan Iran adalah "kebodohan tingkat tinggi".
"Aku pikir itu akan menjadi bencana. Benar-benar akan menjadi bencana: bagi sebuah pemerintahan untuk merobek kesepakatan yang telah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya. Ini belum pernah terjadi sebelumnya," tutur Brennan.
Menurut Brennan, upaya menghancurkan kesepakatan tersebut akan memicu negara-negara lain di kawasan terlibat dalam konflik militer.
Hal senada diungkapkan oleh Jacob Parakilas, seorang ahli kebijakan luar negeri AS di sebuah think tank yang berbasis di London, Chatham House.
"Tak ada keuntungan bagi AS untuk membatalkan kesepakatan itu pada tahap ini," kata Parakilas.
"Nyaris mustahil untuk meyakinkan Eropa, Rusia, dan China untuk mengembalikan sanksi terhadap Iran jika tidak bukti pelanggaran dari yang bersangkutan...," tambahnya.
Iran telah lama didukung kelompok bersenjata yang berkomitmen "menghapus" Israel dari peta dunia. Israel sangat ketakutan bahwa program nuklir Iran digunakan untuk tujuan tersebut.
Saat ini Iran terlibat dalam dua konflik. Pertama di Suriah, di mana negeri pimpinan Hassan Rouhani itu mendukung rezim Presiden Basyar al-Assad.
Sementara yang kedua, Iran juga terjun dalam konflik di Yaman. Teheran bersekutu dengan kelompok Houthi untuk melawan rezim Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang didukung koalisi pimpinan Arab Saudi.