Rumah Capres Prancis Digerebek Penyelidik, Ada Skandal Kampanye?

Penyelidik menggerebek rumah capres Prancis dari Partai Konservatif, Francois Fillon, saat ia tengah mengunjungi pabrik pembuat anggur.

oleh Citra Dewi diperbarui 03 Mar 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2017, 08:15 WIB
Francois Fillon dan istrinya Penelope
Francois Fillon dan istrinya Penelope (AP)

Liputan6.com, Paris - Penyelidik menggerebek rumah calon presiden Prancis dari Partai Konservatif, Francois Fillon. Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari investigasi adanya dugaan pekerjaan palsu yang diberikan kepada istrinya.

Namun Fillon menyangkal telah melakukan pelanggaran. Ia pun bersumpah tetap melanjutkan kampanye presidennya, meski tekanan memintanya mundur terus bertumbuh.

Sebelum skandal tersebut muncul, Fillon dinilai sebagai sosok yang akan memenangkan pemilhan presiden. Namun saat ini angka jajak pendapatnya mengalami penurunan.

Akhir-akhir ini keluarga Fillon didera sejumlah tuduhan, terutama kepada istrinya Penelope.

Surat kabar Le Canard Enchaine menuduh bahwa Penelope telah dibayar sebesar 831.400 euro selama beberapa tahun untuk bekerja sebagai asisten parlemen Fillon dan penggantinya. Namun, Penelope tidak memiliki parliamentary pass atau izin masuk ke parlemen, sehingga muncul pertanyaan apakah dia telah melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang telah dibayar kepadanya.

Dikutip dari BBC, Jumat (3/3/2017), penggerebakan yang dilakukan 2 Februari 2017 pagi itu dilakukan saat Fillon mengunjungi pabrik pembuat anggur di Prancis selatan. Pada bulan lalu, kantor parlemennya telah diperiksa.

Banyak pihak melihat bahwa operasi tersebut sebagai tanda bahwa skandal itu benar-benar menghalangi Fillon untuk berkampanye.

Untuk pertama kalinya sejak skandal itu muncul sebulan lalu, ada perselisihan terbuka di jajaran tentang pencalonannya. Senior Partai Republik telah mengumpulkan dukungan untuk mantan Perdana Menteri Alin Juppe (71) yang dikalahkan Fillon dalam pemilihan pendahuluan.

Pada 1 Maret 2017 lalu, Francois Fillon mengaku telah dipanggil untuk menghadap hakim atas kasus tersebut.

Ia pun menyebut dirinya merupakan korban dari "pembunuhan politik" dan bersumpah untuk melanjutkan kampanyenya sebagai presiden, meski sebelumnya berjanji akan mundur jika kasusnya dibawa ke penyelidikan resmi.

Menindaklanjuti pengumuman yang disampaikannya itu, beberapa sekutu kunci mengundurkan diri, termasuk juru bicara urusan luar negeri dan wakil direktur kampanyenya.

Fillon akan muncul di pengadilan pada 15 Maret mendatang, hanya dua hari sebelum batas akhir kandidat menyerahkan aplikasinya.

Putaran pertama Pemilihan Presiden Prancis berlangsung pada 23 April, diikuti dengan run-off pada 7 Mei.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya