Firasat Donald Trump soal Nasib Perdamaian Palestina dan Israel

Trump menutup kunjungannya di Timur Tengah dengan mengunjungi Israel dan Palestina. Namun upayanya mewujudkan perdamaian dinilai tak jelas.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Mei 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2017, 18:00 WIB
Donald Trump disambut PM Israel Benjamin Netanyahu. (AP)
Donald Trump disambut PM Israel Benjamin Netanyahu. (AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Setelah mengunjungi Arab Saudi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanjutkan lawatan perdananya ke Israel dan Palestina.

Usai menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Trump berjanji akan membantu mencapai kesepakatan damai Israel-Palestina, namun ia tidak menjelaskan langkah untuk menghidupkan kembali perundingan yang membeku pada tahun 2014.

"Itu tidak mudah. Saya telah mendengar itu merupakan kesepakatan yang sulit bagi semuanya, tapi saya punya firasat bahwa pada akhirnya kita akan mencapainya. Saya berharap," ujar Trump usai pertemuannya dengan PM Netanyahu di Yerusalem barat pada Senin 22 Mei tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Pada kesempatan tersebut, Trump justru lebih memilih untuk melontarkan pernyataan keras terhadap Iran. Ia tegaskan, tidak akan pernah membiarkan Teheran memiliki senjata nuklir.

Presiden AS itu bahkan menyalahkan pendahulunya, Barack Obama yang membuat kesepakatan nuklir dengan Iran. Menurutnya, perjanjian tersebut perlu diperbaiki.

"AS dan Israel dapat menyatakan dengan satu suara bahwa Iran tidak diizinkan memiliki senjata nuklir -- tidak pernah -- dan (Iran) harus menghentikan dana, pelatihan, dan pembelaan terhadap kelompok militan yang mematikan," ungkap Trump.

Suami Melania Trump tersebut juga menyatakan harapannya untuk bergabung dengan sejumlah pemimpin muslim dalam upaya memerangi ISIS.

"Ada banyak hal yang dapat terjadi sekarang termasuk mengalahkan kejahatan terorisme dan menghadapi ancaman rezim yang mengancam kawasan dan menyebabkan begitu banyak kekerasan dan penderitaan," kata ayah lima anak itu.

"Dalam kunjungan saya ke Arab Saudi, saya bertemu dengan banyak pemimpin dunia Arab dan muslim...Mereka menyuarakan keprihatinan yang sama tentang ISIS, tentang ambisi Iran yang meningkat, dan tentang ancaman ekstremisme yang telah menyebar melalui banyak bagian di dunia muslim."

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas (AP Photo/Evan Vucci)

Lantas, di hari berikutnya atau tepatnya hari Selasa, Trump melakukan kunjungan singkat ke Bethlehem, Tepi Barat di mana di sana ia bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Al Jazeera, Selasa (23/5/2017) melansir pernyataan sejumlah pejabat Palestina yang mengaku, mereka tidak tahu tujuan kunjungan singkat Trump.

Sementara itu tidak ada capaian konkret yang dipublikasikan dalam kunjungan Trump, baik ke Israel maupun Palestina.

Selama kampanye kepresidenannya, Trump melontarkan pernyataan kontroversial. Ia mengatakan akan memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem -- kebijakan yang dikhawatirkan akan memicu pertikaian baru.

Meski belum dilakukan hingga saat ini, namun Trump belum menyatakan mengurungkan niatnya.

Sementara itu, untuk mewujudkan "kesepakatan akhir" perdamaian Israel-Palestina, Trump diyakini akan menghadapi sejumlah tantangan berat. Menurut mantan utusan AS ke Timur Tengah, Dennis Ross, salah satu tantangan paling sulit yang dihadapi Trump adalah kepercayaan antara kedua belah pihak yang terlibat.

"Tingkat ketidakpercayaan antara Palestina dan Israel tidak hanya pada level kepemimpinan, namun juga publik, tidak pernah meluas," jelas Ross kepada CNN.

Dari Timur Tengah, Trump dijadwalkan akan bertolak ke Vatikan, Belgia, dan Italia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya