Darurat Militer Berlanjut, Kelaparan Mengancam Marawi

Kota Marawi menjadi pusat pertempuran antara militer dan kelompok Maute yang terkait dengan ISIS.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 02 Jun 2017, 17:01 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2017, 17:01 WIB
Beberapa pengungsi Marawi yang dievakusi bersama barang-barang mereka menggunakan mini truk saat menyelamatkan diri ke daerah yang lebih aman (AP)
Beberapa pengungsi Marawi yang dievakusi bersama barang-barang mereka menggunakan mini truk saat menyelamatkan diri ke daerah yang lebih aman (AP)

Liputan6.com, Marawi - Bahaya kelaparan ditakutkan akan terjadi di Marawi Filipina. Kota tersebut menjadi pusat pertempuran antara militer dan kelompok Maute yang berafiliasi dengan ISIS.

Kekhawatiran muncul karena setelah 10 hari darurat militer dilakukan, masih banyak warga sipil yang terperangkap di Marawi. Saat ini mereka tengah menunggu evakuasi.

Namun, di tengah nasib tak jelas, Militer Filipina memutuskan untuk tidak mengizinkan mobil penyuplai makanan atau obat-obatan masuk ke Marawi.

Seorang relawan yang bekerja untuk tim SAR Ranao, Alibasa mengatakan pendistribusian makanan di kota merupakan hal penting yang harus dilakukan segera.

Menambahkan pernyataan Alibasa, anggota Jaringan Solidaritas Bangsamoro, Pendatun Disimban mengatakan, keadaan di Marawi semakin memburuk. Kondisi diperparah dengan kenaikan harga makanan yang tak terkendali.

Dari riset yang dilakukannya, harga beras meningkat tajam. Kenaikan mencapai 120 persen.

"Jika situasi ini berlanjut, kami khawatir pengungsi dan keluarganya bisa kelaparan," sebut Disimban seperti dikutip dari Inquirer, Jumat (2/6/2017).

"Situasi seperti ini mesti segera dirundingkan, kami tak mau momok kelaparan menghantam para pengungsi," tambah dia.

Pada Selasa lalu, tokoh masyarakat dan pemimpin agama serta adat di Lanao del Sur mendesak Presiden Rodrigo Duterte mengambil langkah untuk meringankan krisis kemanusiaan.

Dalam pernyataan bersama yang disampaikan, para pemimpin memohon Duterte untuk menghentikan baku tembak di Marawi. Hal tersebut untuk mencegah kerusakan di kota tersebut.

"Masyarakat banyak yang tewas saat mereka mencoba kembali ke rumahnya, mereka yakin di bulan Ramadan tidak ada tempat senyaman rumah," ucap pernyataan bersama masyarakat dan tokoh agama serta adat di Lanao del Sur.

Untuk meredakan situasi di Marawi, Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan pertemuan dengan pemimpin Moro Islamic Liberation Front (MILF) atau Front Pembebasan Islam Moro.

Kepala MILF Murad Ebrahim menyatakan setuju dengan permintaan Duterte, yaitu meminta tentara MILF memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang terjebak di Marawi.

"Modal dari kerja sama dengan pemerintah akan segera kami bentuk," sebut Murad.

Murad menyebut, untuk menjalankan rencana tersebut, nantinya akan dibentuk Komite Koordinator Penghentian Permusuhan (CCHS). Badan tersebut merupakan gabungan beberapa organisasi termasuk MILF dan Pemerintah Filipina.

"Mereka (CCHS) akan digunakan untuk membuat perencanaan dan implementasi mengenai bagaimana sesegera mungkin mengirim bantuan kemanusiaan," sebut Murad.

"Presiden juga memastikan kepada pemimpin MILF bahwa darurat militer bukan ditujukan untuk kelompok MILF. Ini untuk membasmi kelompok Maute dan kelompok lain yang terinspirasi teroris ISIS," ucap dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya