Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menerima kunjungan Menlu Laos Saleumxay Kommasith di Jakarta. Pertemuan bilateral multi-agenda itu dilaksanakan pada 26 - 27 Juli 2017.
Setidaknya ada dua agenda utama dalam pertemuan bilateral tersebut. Pertama, kunjungan itu dilaksanakan dalam rangka edisi ke-5 Joint Commision for Bilateral Cooperation (JCBC) Indonesia - Laos. Kedua, pertemuan itu juga menandai peringatan 60 tahun hubungan bilateral Jakarta dan Vientiane.
Forum JCBC ke-5 secara khusus menjadi ajang Menlu kedua negara untuk membahas mengenai kerjasama politik, pertahanan, dan keamanan, ekonomi, sosial-budaya, kerjasama pemuda dan olahraga, serta bertukar pandangan terkait isu global dan regional.
Advertisement
"Kami sangat senang menyambut Menlu Saleumxay Kommasith beserta para delegasi dari Laos, yang merupakan teman baik dan layaknya saudara bagi saya," jelas Menlu Retno Marsudi saat menyampaikan joint press statement bersama dengan Menlu Kommasith, di Gedung Pancasila Kemlu RI, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Baca Juga
Menteri Saleumxay Kommasith juga sangat mengapresiasi pertemuannya dengan rekan sejawatnya dari Indonesia, yang merupakan simbol kedekatan dan persaudaraan antara kedua negara. Menlu Laos juga bertekad untuk menggali potensi kerjasama bilateral seluas-luasnya dari Indonesia, terutama di sektor ekonomi dan pariwisata.
"Saya sangat berterima kasih atas sambutan hangatnya. Kami berkomitmen untuk bekerjasama di bidang politik, budaya, pertahanan, dan keamanan. Namun, hal yang harus kita lakukan lebih adalah, ekonomi, perdagangan, investasi, dan turisme. Kerjasama seperti itu mampu menguatkan stabilitas seluruh masyarakat di kawasan," jelas Menlu Kommasith.
Retno Marsudi mengamini hal tersebut, dan menjelaskan bahwa pasca-pertemuan bilateral itu Indonesia dan Laos berkomitmen untuk melakukan sejumlah kerjasama yang ditujukan untuk menguatkan relasi kedua negara, mulai dari sektor politik, pertahanan, dan keamanan, kerjasama budaya dan pariwisata, hingga penguatan ekonomi, perdagangan, dan investasi.
"Kooperasi di bidang pertahanan dan keamanan meliputi, mencegah dan memberantas kejahatan transnasional terorganisir, seperti peredaran narkotika, terorisme, dan aktivitas finansial pro-teroris," jelas Retno Marsudi.
Angkatan Bersenjata Laos juga akan menjalin kerjasama dengan firma industri militer Indonesia, PT Pindad. Indonesia juga dengan senang menyambut partisipasi angkatan bersenjata dan personel polisi Laos yang mengikuti pelatihan pengembangan kapasitas sumber daya manusia di Indonesia.
"Pasca-pertemuan ini, diplomat ekonomi kita akan intens berkunjung ke negara masing-masing sebegai bentuk komitmen untuk meningkatkan potensi ekonomi, perdagangan, investasi, dan pariwisata kedua negara," ujar sang Menlu RI.
"Kami juga berkomitmen untuk menguatkan kerjasama di sektor agrikultur serta pengelolaan dan penyimpanan produk pertanian," tambahnya.
Menurut Retno, Pertamina juga tertarik untuk membuka bisnis retail dalam sektor energi di Laos. Kedua negara juga berkomitmen untuk menguatkan relasi maupun kerjasama di sektor pendidikan dan beasiswa, serta pertukaran kebudayaan.
Di sela-sela kunjungannya ke Indonesia, Menlu Kommasith dilaporkan menyempatkan diri untuk mengunjungi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu RI serta menyambangi pabrik PT. Pupuk Kujang di Cikampek, Purwakarta.
Kunjungan ke pabrik pupuk tersebut merupakan upaya untuk menindaklanjuti riwayat impor potassium --bahan baku pembuatan pupuk--- PT Pupuk Kujang dari Laos. Awal tahun ini, pabrik pupuk yang berbasis di Jawa Barat itu telah mengimpor 500 ton potassium dari Laos sebagai percobaan.
Dan, menurut informasi yang dihimpun Kemlu, kualitas potassium dari Laos cukup memuaskan bagi pihak PT Pupuk Kujang.
Menurut Direktorat Asia Tenggara Kemlu RI, selama ini Indonesia mengandalkan impor potassium dari Rusia dan Kanada, dengan total rata-rata impor pertahun mencapai 70.000 ton/produsen pupuk. Meski potassium dari Rusia dan Kanada dinilai sangat baik, namun jarak distribusi impor ke Indinesia yang cukup jauh membuat harga potassium menjadi lebih mahal.
"Laos lebih dekat ke Indonesia, sehingga biaya impor jadi lebih murah 30 persen jika dibandingkan dengan impor dari Rusia dan Kanada. Kualitas potassium dari Laos juga memuaskan," jelas Denny Abdi, Direktur Asia Tenggara Kemlu RI di Jakarta.
Indonesia juga dikabarkan melakukan investasi perfilman ke Laos, senilai US$ 1,1 juta. Investasi itu dilakukan melalui firma layar lebar dan kaca asal Tanah Air yang dikelola Raam Punjabi ke firma Major Cinema dari Thailand yang mengembangkan bisnisnya di Laos.
Nilai perdagangan Indonesia - Laos konsisten mengalami kenaikan. Pada periode Januari - April 2017, nilai perdagangan kedua negara senilai US$ 4,52 juta, mengalami kenaikan sebesar US$ 1,02 juta, jika dibandingkan pada periode Januari - April 2016.
Sementara itu, total nilai perdagangan pertahun kedua negara mencapai 2016, US$ 10 juta, pada 2015, US$ 8,5 juta.
Saksikan juga video berikut ini