Coldplay Desak Inggris Tangguhkan Penjualan Senjata ke Arab Saudi

Sejumlah selebritas dunia termasuk kelompok musik Coldplay menilai, Arab Saudi bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Yaman

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Okt 2017, 11:05 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2017, 11:05 WIB
Perang Yaman terjadi antara mereka yang mendukung pemerintahan Abd Rabbuh Mansur Hadi dan pihak yang lain mendukung pemerintah Komite Revolusi yang dibentuk oleh kelompok Houthi
Perang Yaman terjadi antara mereka yang mendukung pemerintahan Abd Rabbuh Mansur Hadi dan pihak yang lain mendukung pemerintah Komite Revolusi yang dibentuk oleh kelompok Houthi (AP Photo/Hani Mohammed, File)

Liputan6.com, London - Sejumlah selebritas, seperti aktor Bill Nighy, novelis Ian McEwan dan kelompok musik Coldplay menyerukan Inggris menunda penjualan senjata ke Arab Saudi. Menurut mereka, negeri pimpinan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud itu bertanggung jawab atas penderitaan warga sipil di Yaman.

Seperti dikutip dari The Guardian pada Minggu (1/10/2017), saat konferensi Partai Konservatif Inggris dimulai, para pemusik, aktor, dan penulis menandatangani sebuah surat terbuka. Langkah ini dikoordinasikan oleh Oxfam, sebuah konfederasi internasional bagi organisasi amal yang fokus pada pengentasan kemiskinan global.

Mereka mengklaim bahwa "standar ganda" pemerintah Inggris di Yaman telah membantu memicu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Surat terbuka yang dipublikasikan di Observer dan juga ditandatangani oleh aktor Simon Pegg, fotografer Rankin dan penulis Philip Pullman serta David Nicholls menyatakan, "Sebagai warga Inggris yang berbangga, kami tidak lagi dapat diam terkait standar ganda pemerintah kita di Yaman. Sementara Inggris mengirim bantuan ke Yaman, bom buatan Inggris pula yang memicu konflik di sana. Kami terlalu bangga dengan negara ini untuk membiarkan hal tersebut terus berlanjut."

Inggris telah menjual nyaris senilai 4 miliar euro senjata ke Arab Saudi sejak negara itu memulai perang di Yaman. Bulan lalu, kedua negara menandatangani sebuah perjanjian kerja sama militer dan keamanan baru.

PBB serta sejumlah kelompok HAM dan politisi mengklaim bahwa serangan yang dilancarkan Saudi di Yaman melanggar HAM karena diduga menargetkan warga sipil.

Dewan HAM PBB telah sepakat untuk menunjuk sekelompok ahli untuk memeriksa klaim tersebut. Beberapa negara pun telah mendorong dilakukannya penyelidikan internasional independen, namun langkah ini diblokir Saudi yang mengancam akan meresponsnya dengan balasan di sektor ekonomi.

Wabah Kolera Diprediksi 'Meliar' di Akhir Tahun

Di tengah aksi pengeboman oleh Saudi dan sekutunya, hampir tiga per empat dari satu juta orang di Yaman menderita kolera. Data tersebut diungkap oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Terkait hal ini, Komite Palang Merah memperingatkan, jumlahnya dapat melampaui angka satu juta pada akhir tahun ini.

Sementara itu, di lain sisi, bencana kelaparan juga mengancam kehidupan warga Yaman.

Menurut Oxfam, para pengungsi di Yaman telah dipaksa untuk memilih antara pengobatan bagi kolera atau makanan. Dengan tidak ada lagi yang tersisa untuk dijual, didera kelaparan dan kekurangan air bersih, warga lebih rentan terhadap kolera dan berjuang untuk mendapat perawatan.

Diperkirakan, saat ini hanya 45 persen fasilitas kesehatan yang berfungsi di Yaman di tengah berkecamuknya perang. PBB menyebut, jumlah warga yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan meningkat sebesar 76 persen sejak eskalasi konflik.

"Yaman adalah krisis kemanusiaan terburuk di dunia dan kondisinya semakin parah," terang Nigel Timmins, Direktur Kemanusiaan Oxfam.

Timmins menambahkan, "Perang yang berlangsung lebih dari dua tahun telah menciptakan kondisi ideal bagi penyakit untuk menyebar. Perang telah mendorong negara ini ke jurang kelaparan, memaksa jutaan orang keluar dari rumah mereka, menghancurkan layanan kesehatan dan menghambat upaya untuk menangani wabah kolera".

Sebelumnya, sebuah upaya hukum yang memaksa pemerintah Inggris menangguhkan penjualan senjata ke Saudi gagal di pengadilan tinggi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya