Liputan6.com, Manila - Perempuan asal Indonesia yang merupakan istri dari salah satu pemimpin kelompok teroris Maute di Marawi, telah menandatangani surat pelepasan hak (waiver) di Iligan City, Provinsi Lanao del Norte, Filipina pada Selasa 7 November 2017.
Dengan surat itu, Minhati Madrais menyetujui untuk menjalani seluruh proses hukum di Illigan City dan memberikan izin kepada aparat penegak hukum setempat untuk memulai penyelidikan terhadap dirinya. Demikian seperti dikutip dari Inquirer, Rabu (8/11/2017).
Saat proses penandatanganan surat itu, Minhati turut didampingi oleh Kompol Wahyu Candra Irawan, petugas polisi penghubung RI - Filipina yang berdinas di KJRI Davao.
Advertisement
Otoritas Filipina juga memberikan waktu 10 hari untuk Minhati dan KJRI Davao guna menyiapkan surat counter-affidavit. Surat affidavit biasanya dibuat untuk sejumlah isu hukum tentang keimigrasian dan penduduk asing.
Dugaan Kepemilikan Bahan Peledak
Minhati ditangkap oleh aparat keamanan Filipina di Iligan City pada Minggu 5 November lalu. Dasar hukum penangkapan Minhati berdasarkan pada Arrest, Search and Seizure Order No. 1 yang diproduksi oleh Menteri Pertahanan sekaligus Pimpinan Administrasi Hukum Darurat Militer Filipina, Delfin Lorenzana.
Usai penangkapan, Kejaksaan Iligan City menuntut Minhati dengan dasar hukum Republic Act 9516 tentang kepemilikan ilegal bahan peledak.
Saat ditangkap, otoritas Filipina menyita beberapa barang bukti berupa empat buah blasting cap (komponen detonator), dua buah kabel detonator, dan satu time fuse.
Minhati Membantah Tuduhan
Seperti dikutip dari Inquirer, Minhati Madrais membantah sebagai pemilik seluruh barang bukti yang disita oleh otoritas saat proses penangkapan.
Bahkan semula, perempuan asal Bekasi, Jawa Barat itu tidak mengetahui bahwa dirinya ditangkap atas tuduhan pidana terorisme.
Kala itu, Minhati mengira dirinya ditangkap karena, "memiliki paspor kadaluarsa."
Namun, setelah pihak kejaksaan setempat datang menemui, barulah Minhati mengetahui bahwa dirinya tengah menghadapi ancaman pidana terorisme.
Selain itu, Minhati juga membantah memiliki alias 'Baby' dan nama belakang 'Maute', seperti yang selama ini sempat beredar di kalangan penegak hukum di Filipina.
Sebelumnya, otoritas penegak hukum di Filipina sempat merilis surat perintah penangkapan atas seorang individu yang memiliki alias 'Baby' yang dicurigai sebagai istri salah satu pemimpin Maute.
Minhati membantah hal itu saat hendak menandatangani surat waiver di Iligan City pada 7 November kemarin. Dalam surat waiver awal, tercantum nama 'Minhati Madrais Maute alias Baby' di dalamnya.
"Paspor saya hanya menunjukkan nama Minhati Madrais, tidak ada Maute (di belakangnya). Saya tidak tahu 'Baby', saya bukan 'Baby'," kata Minhati seperti dikutip dari Inquirer.
Setelah nama di dalam surat waiver diganti menjadi 'Minhati Madrais', barulah perempuan asal Bekasi itu mau menandatangani suratnya.
Meski begitu, seperti dikutip dari GMA News Online, Minhati mengakui menikahi dengan Omar Maute, namun tidak memiliki buku nikah saat proses penangkapan terjadi.
Advertisement
Khawatir Pada Nasib 6 Anaknya
Seperti dikutip dari Manila Buletin, Minhati Madrais merasa bingung dan khawatir dengan nasib keenam anaknya.
Petugas Kesejahteraan Anak Iligan City, Jec Sacan yang melakukan pendampingan terhadap keenam putra - putri Minhati mengatakan, perempuan itu sangat khawatir, cemas, dan gelisah dengan nasib anak-anaknya setelah Omar Maute meninggal.
Minhati juga frustrasi memikirkan hak-hak keenam anaknya, terkhusus saat dirinya akan segera menghadapi proses hukum dan pemeriksaan.
Akan tetapi, direktur kota Iligan City, Leony Roy Ga memastikan, Minhati dan keenam anaknya, "Berada dalam kondisi aman dan selamat."
Jec Sacan juga memastikan tengah mempertimbangkan segala opsi yang terbaik bagi keenam anak Minhati. Salah satu pertimbangan adalah menyerahkan mereka ke keluarga perempuan asal Bekasi itu.
Sejauh ini, Minhati merasa baik-baik saja, karena "Petugas polisi di sini, terutama yang perempuan, ramah dan perhatian."
Saat ini, otoritas setempat mengimbau Minhati agar dirinya meminta pendampingan hukum kepada Kantor Pengacara Negara untuk bersiap menjalani proses hukum lanjutan.