Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkap, diam-diam, Israel menjalin hubungan kerja sama dengan sejumlah negara Arab. Netanyahu juga berharap bahwa hubungan itu akan semakin berkembang.
Pernyataan PM Netanyahu datang setelah Jajaran Staf Israeli Defense Force (IDF) -- angkatan bersenjata Israel -- mengatakan bahwa Tel Aviv siap untuk berbagi informasi intelijen dengan Arab Saudi dan Iran.
Baca Juga
"Kerja sama positif dengan negara Arab bersifat rahasia dan dilaksanakan secara konstan di bawah tangan," kata Netanyahu Kamis 23 November kemarin. Demikian seperti dikutip dari RT.com, Jumat (24/11/2017).
Advertisement
"Saya percaya bahwa hubungan itu (dengan negara Arab) akan terus berkembang dan menghasilkan hasil positif untuk perdamaian. Tetangga akan saling bekerja sama. Jika tidak, maka mereka harus bekerja sama dengan pihak asing," tambahnya.
Pekan lalu, Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz, juga mengonfirmasi kontak klandestin Tel Aviv dengan negara Arab.
"Kami memiliki ikatan yang memang sebagian tertutup dengan banyak negara Muslim dan Arab, dan kami tidak malu akan hal itu," kata Steinitz.
Sang menteri berpendapat, hubungan semacam itu, "demi menjaga ketenangan di antara negara di kawasan. Dengan kami, biasanya tak ada masalah. Tapi kami menghormati keinginan pihak negara lain. Kami selalu merahasiakannya."
Selama beberapa waktu terakhir, Israel tengah mengejar pemulihan relasi dengan berbagai negara di Teluk Arab dan negara Muslim lain di kawasan. Alasannya, demi kepentingan bersama dalam hal penanganan keamanan di kawasan.
Sedangkan pada awal November 2017 lalu, Kepala Staf IDF, Letjen Gadi Eizenkot mengatakan kepada koran Saudi Alaf bahwa negaranya siap untuk berbagi informasi intelijen dengan Riyadh maupun Teheran.
Saat ini, relasi diplomatik Israel dengan negara di kawasan hanya terjalin dengan Mesir dan Yordania. Sementara negara Arab lain bersikukuh untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan Tel Aviv, hingga Israel menarik diri dari wilayah Palestina yang diduduki usai Perang Enam Hari 1967.
Israel Akui Jalin Kontak Rahasia dengan Arab Saudi
Seorang menteri Israel pada hari Minggu mengatakan bahwa pihaknya melakukan kontak rahasia dengan Arab Saudi di tengah berkembangnya kekhawatiran atas pengaruh Iran di kawasan. Hal ini sekaligus menjadi pengakuan pertama seorang pejabat senior Israel tentang jalinan hubungan rahasia antar kedua negara yang kabarnya telah lama berembus kencang.
Seperti dikutip dari South China Morning Post pada Senin 20 November 2017, Saudi belum menanggapi pernyataan yang dilontarkan Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz, itu. Demikian pula halnya dengan Juru Bicara Perdana Menteri Israel yang masih bungkam.
Dalam wawancaranya dengan stasiun radio Army, Stenitz tidak menyebut detail kontak tersebut atau alasan di balik tindakan Israel menutupi hubungannya dengan Saudi.
"Kami memang memiliki hubungan yang sebagian besar ditutupi dengan banyak negara muslim dan negara Arab," ungkap Stenitz.
"Ini adalah sisi lain yang menarik untuk menjaga hubungan tetap tenang. Biasanya tidak masalah, tapi kami menghormati harapan pihak lain, ketika hubungan berkembang, apakah itu dengan Arab Saudi atau negara Arab lain atau negara muslim dan lainnya... kami menjaganya tetap sebagai rahasia," imbuhnya.
Kabar tentang kerja sama Riyadh-Tel Aviv sempat dikonfirmasi langsung ke Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Jubeir pada Kamis lalu. Ia menjelaskan, "Kami selalu sampaikan bahwa jika konflik Israel-Palestina diselesaikan berdasarkan inisiatif perdamaian Arab maka Israel akan menikmati hubungan ekonomi, politik dan diplomatik yang normal dengan seluruh negara-negara Arab dan sampai itu terwujud, kita tidak memiliki hubungan dengan Israel," tegas Jubeir.
Baik Saudi maupun Israel memandang Iran sebagai ancaman utama bagi Timur Tengah. Dan meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Riyadh belakangan telah memicu spekulasi bahwa dengan dilandaskan kepentingan bersama, Saudi dan Israel dapat menjalin kerja sama.
Inisiatif perdamaian Arab mencakup hengkangnya Israel dari tanah Palestina yang dicaplok pada perang 1967, termasuk Yerusalem Timur.
Hussein Ibish, ilmuwan senior di Arab Gulf States Institute di Washington mengatakan bahwa pengakuan Stenitz tentang kontak rahasia Saudi dan Israel tidak mengejutkan siapa pun yang memerhatikan perkembangan hubungan kedua negara.
Advertisement