FSAI 2018 Sampaikan Pesan Moral Lewat Sajian Film

Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI 2018) diselenggarakan di empat kota, yakni Jakarta, Makassar, Bali dan Surabaya.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 26 Jan 2018, 09:09 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2018, 09:09 WIB
Kuasa Usaha Australia Allaster Cox, bersama produser dan sutradara film (iStock)
Kuasa Usaha Australia Allaster Cox, bersama produser dan sutradara film (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI 2018) telah resmi dibuka. Pada tahun ini, acara yang diselenggarakan oleh Kedutaan besar Australia itu berlangsung di XXI Senayan City Jakarta.

Sederet film unggulan akan ditayangkan, baik film garapan sutradara Australia dan Indonesia. Para penonton yang telah memesan tiket pun memadati lokasi theater.

Acara yang pada tahun ini diselenggarakan di empat kota, yakni Jakarta, Makassar, Bali dan Surabaya, dibuka langsung oleh Kuasa Usaha Australia, Allaster Cox.

Allaster Cox mengatakan, pada festival kali ini akan menyajikan film panjang dan pendek dari berbagai genre. Film unggulan Australia pun dijadwalkan akan tayang.

"Pada malam ini, film Ali's Wedding akan diputar perdana ke hadapan publik Indonesia. Saya sangat senang karena event ini kembali terselenggara," ujar Allaster Cox, saat membuka Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI 2018) di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

"Ali's Wedding adalah sebuah film yang mengisahkan tentang komunitas Muslim Australia. Dari film ini, akan tergambar sudut pandang soal keberagaman yang selama ini ada di negara kami," jelasnya.

Allaster Cox juga mengatakan, event ini sangat didukung oleh banyak pihak terutama Pemerintah Indonesia. Baginya, film adalah media yang baik untuk menyampaikan sebuah pesan ke masyarakat.

Dalam kesempatan itu, hadir pula Steve Jaggi produser film RIP Tide. Film ini bercerita tentang anak perempuan dari sekolah model ternama dan ia selalu berusaha keras untuk memenuhi ekspetasi ibunya.

"Ini adalah film pertama saya yang tayang di Indonesia. Film ini punya pesan yang sangat kuat. Ikuti mimpi kalian meski harus menghadapi hal-hal yang buruk," ujar Steve Jaggi.

Selain Ali's Wedding dan RIP Tide, beberapa film lain yang akan tayang adalah Red Dog: True Blue, dan OtherLife.

Saksikan video pembukaan Festival Sinema Australia Indonesia 2018 di Jakarta:

Ali's Wedding, Gambaran Jenaka Multikulturalisme di Australia

Cuplikan film Ali's Wedding asal Australia - AP
Cuplikan film Ali's Wedding asal Australia - AP

Australia tengah gencar mengampanyekan isu multikulturalisme di berbagai medium, termasuk film. Salah satu karya sinema terkait yang berhasil meraih sukses adalah film Ali’s Wedding karya sutradara Jeffrey Walker.

Sebagian besar cerita film bergenre drama komedi ini terinspirasi dari kisah hidup pemeran utamanya, yang juga penulis skenario, Osamah Sami.

Ali's Wedding dijadikan film pembuka di Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2018 yang diadakan oleh Kedutaan Besar Australia Jakarta.

Jalinan cerita Ali's Wedding berpusat pada konflik batin di dalam diri Ali (Osamah Sami) akibat kebohongan besar yang dibuatnya. Ia mengaku berhasil diterima di Sekolah Kedokteran Universitas Melbourne, Australia, dengan nilai tertinggi di antara rekan sejawat di komunitasnya.

Karena prestasi yang direkanya, ia mendapat sanjungan tinggi dari keluarga dan komunitas muslim yang dipimpin oleh ayahnya, seorang imigran asal Irak bernama Mehdi (Don Hany). Begitu besarnya rasa bangga itu membuat sang keluarga, dengan yakin, menjodohkan Ali dengan dengan seorang gadis muslim, anak rekan ayahnya, bernama Yomna (Maha Wilson).

Perjodohan tersebut sejatinya tidak pernah diinginkan oleh Ali, tetapi terpaksa ia menuruti karena mengingat konsekuensi atas kebohongan yang akan berdampak pada keluarganya. Padahal di saat yang sama, Ali tengah dimabuk asmara oleh seorang gadis keturunan Lebanon bernama Dianne (Helena Sawires).

Pada akhirnya, Ali pun terjebak oleh rentetan drama akibat kebohonngan yang dibuatnya.

Secara keseluruhan, film ini menggambarkan 'anomali' terhadap gambaran kehidupan imigran Timur Tengah di Australia yang kerap terasosiasikan sebagai kehidupan konservatif oleh media.

Sikap liberal khas negeri sekuler diadopsi berdampingan dengan nilai-nilai konservatif yang dibawa dari tanah lelulur, menjadikan film ini unik, atau boleh dikatakan 'berani'.

Sayang, beberapa distorsi tampak di pertengahan cerita, sehingga menjadikan film ini mudah ditebak akhir ceritanya.

FSAI 2018 kali ini turut hadirkan ruang bagi sineas dan penikmat film untuk bersama mengapresiasi karya-karya sinema dari kedua negara. Festival yang pernah digelar pada tahun 2011, 2016 dan 2017, diadakan dari tanggal 25 hingga 28 Januari 2018 di empat kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.

Beberapa film yang akan tayang pada festival ini, di antaranya adalah Ali’s Wedding, Red Dog: True Blue, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, dan masih banyak lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya