RI Moratorium TKI ke Malaysia? Ini Jawaban Kemlu

Wacana penetapan moratorium kembali deras bergulir menyusul kasus TKI Adelina yang dianiaya hingga tewas oleh majikannya di Malaysia. Ini respons selengkapnya dari Kemlu.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Feb 2018, 16:23 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2018, 16:23 WIB
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir. (Infomed/Kemlu/Rudi)
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir. (Infomed/Kemlu/Rudi)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa keputusan untuk menetapkan moratorium pembatasan pengiriman dan penempatan TKI ke Malaysia sepenuhnya berada di tangan pemerintah Indonesia, terlepas dari ketidaksepakatan Malaysia atas putusan tersebut -- yang saat ini masih dalam tataran wacana.

Wacana penetapan moratorium kembali deras bergulir menyusul kasus TKI Adelina yang dianiaya hingga tewas oleh majikannya di Malaysia.

Rencana penetapan moratorium itu pun telah dipertimbangkan oleh berbagai kementerian, termasuk di antaranya Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri RI. Pertimbangannya adalah, demi menjamin perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Di sisi lain, merespons wacana tersebut, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Sri Zahrain Mohamed Hashim telah mengutarakan ketidaksepakatannya atas rencana penetapan moratorium itu. Ia beralasan, moratorium itu justru bukan solusi atas berbagai masalah mengenai pekerja migran Indonesia -- termasuk tragedi nahas TKI Adelina.

"Dia (Dubes Malaysia untuk RI) boleh berbicara apa saja tentang moratorium itu, tapi tetap, keputusan datang dari kita," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Lebih lanjut, Arrmanatha menjelaskan bahwa perkembangan seputar moratorium itu akan tergantung pada bagaimana hasil dari pembicaraan bersama antara RI - Malaysia seputar TKI di Negeri Jiran, serta sejauh mana kesepakatan antara kedua negara dalam menyikapi isu tersebut.

Komentar itu datang setelah Dubes Malaysia untuk RI menyatakan bahwa moratorium bukan merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi kasus pilu TKI Adelina.

Hashim berpendapat, penanganan kasus tersebut serta pencegahan atas peristiwa serupa di masa mendatang memerlukan diskusi matang antara pemerintah kedua negara.

"Oleh karenanya, menetapkan moratorium tidak akan berupaya menyelesaikan masalah itu. Justru yang dikhawatirkan adalah bahwa penetapan kebijakan moratorium akan menyebabkan maraknya praktik pemberangkatan pekerja migran Indonesia yang nonprosedural oleh pihak yang tak bertanggung jawab," kata Hashim dalam konferensi pers untuk kasus TKI Adelina di Kedutaan Besar Malaysia Jakarta 21 Februari 2018.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

Kasus TKI Adelina Jadi Momentum

Hanif Dhakiri
Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri (Cahyu/Liputan6.com)

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M Hanif Dhakiri pada Selasa 20 Februari 2018 menyatakan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menerapkan moratorium pembatasan pengiriman dan penempatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia.

Hanif mengatakan, jika Malaysia tak kunjung memperbarui nota kesepahaman (MoU) dan memperbaiki sistem perlindungan pekerja migran Indonesia di sana, Pemerintah RI akan mempertimbangkan menerapkan moratorium itu.

Hal itu didukung oleh UU Nomor 18 tahun 2018 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengamanatkan, penempatan pekerja migran Indonesia hanya pada negara yang melakukan MoU.

Selain itu, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI pada awal Februari 2018 lalu, Mennaker Hanif menjelaskan empat poin yang melatarbelakangi langkah pemerintah Indonesia untuk kembali menerapkan moratorium itu -- moratorium itu sempat diterapkan pada 2009 dan dicabut pada 2011.

Latar belakang moratorium adalah belum adanya undang-undang (UU) mengenai perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negara penempatan, belum adanya mekanisme penyelesaian masalah PMI di negara penempatan, banyaknya kasus-kasus yang terjadi di negara penempatan, serta belum optimalnya tata kelola PMI di Indonesia.

Wacana itu semakin gencar setelah munculnya kasus Adelina, terlebih mengingat kondisi kematiannya yang tragis dan nahas.

Merespons kasus tersebut, "Kematian Adelina harus dijadikan momentum bagi Pemerintah Malaysia untuk memperbaiki perlindungan terhadap pekerja migran," ujar Hanif keterangan pers di Jakarta, Selasa 20 Februari 2018.

Sejauh ini, Pemerintah Malaysia sudah melakukan respons positif atas kematian Adelina. Hal itu ditunjukkan dengan segera melakukan penangkapan kepada para tersangka. Namun, menurut Hanif, hal itu saja tidak cukup.

Menurutnya, pemerintah Malaysia harus menunjukkan komitmen melakukan perbaikan perlindungan terhadap pekerja migran secara menyeluruh.

Komitmen tersebut akan memperbaiki citra Malaysia di mata Internasional dalam melindungi pekerja migran, khususnya ASEAN. Mengingat pada November 2017, seluruh pemimpin negara ASEAN telah menandatangani Kesepakatan Perlindungan Buruh Migran atau ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.

Komitmen perlindungan yang harus ditunjukkan Pemerintah Malaysia, antara lain segera memperbarui MoU (nota kesepahaman) dengan Indonesia terkait penempatan pekerja migran.

"MoU Malaysia dengan Indonesia telah berakhir sejak pertengahan 2016. Pemerintah Indonesia sudah mengingatkan untuk memperbaruinya, namun Malaysia tak kunjung memperbarui. MoU itu akan mengatur soal perlindungan pekerja migran," ucap Hanif.

Sejauh ini, Pemerintah Malaysia sudah melakukan respons positif atas kematian Adelina, lanjut Hanif.

Hal itu ditunjukkan dengan segera melakukan penangkapan kepada para tersangka.

Namun, menurut Hanif, hal itu saja tidak cukup. Pemerintah Malaysia harus menunjukkan komitmen melakukan perbaikan perlindungan terhadap pekerja migran secara menyeluruh.

(Cahyu, Reporter Liputan6.com berkontribusi pada artikel ini)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya