China Hapus Batas Masa Jabatan Presiden, Xi Jinping Berkuasa Seumur Hidup

Melalui sebuah sesi yang berlangsung di Great Hall, nyaris 3.000 delegasi Kongres Rakyat Nasional China menyetujui dilakukannya perubahan konstitusi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Mar 2018, 17:19 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2018, 17:19 WIB
Presiden Xi Jinping saat menghadiri Kongres Rakyat Nasional yang memutuskan menyetujui penghapusan masa jabatan presiden
Presiden Xi Jinping saat menghadiri Kongres Rakyat Nasional yang memutuskan menyetujui penghapusan masa jabatan presiden (AP Photo/Aijaz Rahi)

Liputan6.com, Beijing - Pemimpin China, Xi Jinping, kini dapat berkuasa seumur hidup menyusul dihapusnya batas masa jabatan presiden. Langkah tersebut dianggap sebuah peristiwa politik penting.

Seperti dilansir The Guardian, Minggu (11/3/2018), dalam sebuah sesi yang berlangsung pada Minggu sore di Great Hall atau Aula Besar Rakyat, hampir 3.000 anggota Kongres Rakyat Nasional telah memilih untuk melakukan amendemen kontroversial.

Tepuk tangan bergemuruh saat tiba giliran Presiden Xi memberikan suaranya pada pukul 15.24 waktu setempat. Sebanyak 2.957 surat suara mendukung amendemen, sementara tiga delegasi memutuskan abstain dan dua lainnya menentang perubahan.

"Sekarang saya dapat mengumumkan bahwa usulan atas perubahan konstitusi Republik Rakyat China telah lolos," ujar seorang penyiar yang disambut dengan tepuk tangan meriah.

Dua amendemen lainnya yang dirancang untuk menopang supremasi Xi juga disetujui dalam pemungutan suara yang sama, yakni penambahan filsafat politik bertajuk "Xi Jinping Thought" ke dalam konstitusi dan pembentukan "komisi pengawas" yang bertugas untuk menyelidiki anggota partai dan pegawai negeri sipil.

Ketua Parlemen, Zhang Dejiang, mengatakan kepada para delegasi bahwa sudah waktunya untuk berada di belakang Xi demi membuat China kembali hebat.

"Impian besar pembaruan nasional mendorong kita untuk terus berjuang, era besar mengilhami kita untuk terus maju," tutur Zhang.

Ia menambahkan, "Mari kita usung sosialisme dengan karakteristik China, mempelajarinya dengan saksama dan menerapkan Xi Jinping Thought ... serta mewujudkan Chinese Dream."

Yuan Weixia, seorang delegasi dari Provinsi Hubei, mengatakan bahwa dia sangat senang menjadi bagian dari momen penting dalam sejarah China. Dia pun tidak ragu untuk mendukung Xi.

"Xi telah menunjukkan arah yang benar dalam pembangunan dan jika Anda telah menemukan jalan yang benar mengapa harus berubah?" katanya sebelum memasukkannya surat suara ke salah satu dari 28 kotak suara. "Kami membutuhkan kepemimpinan yang kuat, yang bisa terus memimpin kami ke masa depan."

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Memicu Kengerian?

Warga menyaksikan poster bergambar Xi Jinping
Dihapusnya batas masa jabatan Presiden membuat Xi Jinping dapat berkuasa seumur hidup (Chinatopix via AP)

Bagi Xi yang saat ini secara luas dianggap sebagai pemimpin China paling dominan sejak Mao Zedong, pemungutan suara yang baru saja usai merupakan kemenangan penting dalam pertarungannya mempertahankan kekuasaan di negara yang menjadi kekuatan ekonomi kedua di dunia.

Para penentang amendemen meminta keputusan tersebut dibatalkan untuk mencegah kengerian era Mao Zedong terulang kembali. Dikhawatirkan perubahan kontroversial dalam konstitusi China akan memicu sebuah bencana yang berisiko menenggelamkan negeri itu ke era baru pergolakan politik dan kediktatoran tunggal.

"Ini bisa menghancurkan China dan rakyatnya. Jadi saya tidak bisa berdiam diri. Saya harus membuat mereka tahu bahwa ada pihak yang menentang keputusan itu," ucap Li Datong, seorang pensiunan editor yang menjadi wajah oposisi liberal.

Sementara itu, pengamat politik Cary Huang mengatakan, upaya Xi untuk menjadi "penguasa de facto" China merupakan babak paling kontroversial dalam perkembangan sejarah politik Negeri Tirai Bambu tersebut.

"Sejarah telah menunjukkan bahwa banyak pemimpin politik yang mengejar jabatan seumur hidup belum berhasil mewujudkan visinya. Beberapa dari mereka justru digulingkan ... sebagian lainnya dibunuh oleh lawan politiknya," tutur Huang.

Ia menambahkan, "Taruhannya sangat tinggi, yakni permusuhan baru di antara rival politik dan penindasan akibat perbedaan politik menempatkan China pada risiko mengulang tragedi era Mao."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya