Liputan6.com, Yerevan - Beberapa pekan usai pengunduran diri perdana menteri sebelumnya, Armenia telah memiliki kepala pemerintahan baru. Ia adalah Nikol Pashinyan, politisi pemimpin kubu oposisi.
Pashinya terpilih menjadi Perdana Menteri Armenia yang baru pada Selasa 8 mei 2018, mengakhiri revolusi damai berminggu-minggu melalui unjuk rasa besar menentang korupsi dan kronisme di negara bekas republik Uni Soviet itu.
Dalam pemungutan suara di parlemen pada Selasa, sebanyak 59 anggota parlemen mendukung pencalonan Pashinyan, termasuk beberapa dari Partai Republik yang berkuasa, dengan 42 suara yang menentang.
Advertisement
Alun-alun pusat di ibu kota, tempat para pendukung Pashinyan berkumpul untuk menonton pemungutan suara di layar televisi besar, menjadi penuh dengan kegembiraan ketika hasilnya ditunjukkan.
Puluhan ribu orang di Republic Square berteriak "Nikol!" dan merpati putih dilepas ke udara. Orang-orang memeluk dan mencium satu sama lain.
Baca Juga
"Saya orang paling bahagia di dunia," kata Shogik, seorang pendukung Pashinyan berusia 17 tahun, seperti dikutip dari Antara (9/5/2018).
Armenia adalah negara berpenduduk sekitar tiga juta orang yang berada di pegunungan antara Turki dan Iran.
Menyusul Pengunduran Diri Serzh Sargsyan
Perdana menteri Armenia sebelumnya, Serzh Sargsyan, mengundurkan diri -- menyusul rangkaian desakan oposisi dan demonstrasi warga selama beberapa waktu terakhir yang menuntut agar pria itu menanggalkan jabatannya.
Alasan kelompok oposisi dan warga mendesak Sargsyan mundur karena pria itu dituding hendak mencengkeram kekuasaan melebihi batas periode waktu yang telah ditentukan.
Warga dan oposisi Armenia juga menilai Sargsyan memiliki kemiripan manuver politik dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin -- yang berhasil mencengkeram kekuasaan sebagai kepala negara selama bertahun-tahun.
Merespons desakan berbagai pihak, Sargsyan mengatakan, "Gerakan warga itu dilakukan untuk menentang kekuasaan saya. Maka, saya menjawab tuntutan mereka," ujarnya seperti dilansir BBC, 24 April 2018.
"Nikol pashinyan (pemimpin kelompok oposisi Armenia) benar, saya salah," ujar Sargsyan mengakui berbagai tudingan yang dilontarkan oleh oposisi Armenia terhadap dirinya.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:Â
Protes Kelompok Oposisi Armenia
Sejak 2015, kelompok oposisi telah menyuarakan kritik terhadap Serzh Sargsyan, menyusul referendum nasional yang mengubah sistem pemerintahan Armenia dari presidensial menjadi parlementer -- yang juga menyebabkan pemindahan kekuasaan kepala negara dari presiden ke perdana menteri.
Referendum 2015 dilaksanakan pada akhir masa periode kepresidenan Sargsyan -- yang kala itu menjabat sebagai Presiden Armenia.
Warga dan oposisi menuding ada udang di balik batu pada referendum 2015 -- menganggapnya sebagai upaya bagi Sargsyan untuk mencengkeram kekuasaan lebih lama dari periode yang telah ditentukan oleh konstitusi.
Akan tetapi, pada awal referendum, Sargsyan menepis tudingan itu. Ia menyatakan 'tak lagi berminat' untuk menjadi kepala negara menyusul masa jabatannya sebagai presiden yang telah habis.
Namun akhirnya, Sargsyan justru tetap berhasil menduduki kursi Perdana Menteri Armenia -- membuktikan tudingan warga dan oposisi -- usai partai yang dipimpinnya, Republican Party, berhasil memenangi Pemilu Parlemen Armenia pada April 2017.
Pelantikan Sargsyan menjadi Perdana Menteri Armenia, yang dilakukan pada 17 April 2018, menyulut respons pedas dari oposisi dan demonstrasi besar warga. Mereka menolak sang eks-presiden menduduki kursi kepala negara beribu kota Yerevan itu.
Di sisi lain, warga dan oposisi Armenia juga kerap mengkritik Sargsyan, menuding pria itu memiliki kemiripan manuver politik seperti Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Putin berhasil mencengkeram kekuasaannya sebagai kepala negara Rusia selama bertahun-tahun, memanfaatkan perubahan sistem pemerintahan Negeri Beruang Merah -- yang kini mengkombinasikan sistem parlementer dan presidensial (mixed presidential-parliamentary system) -- pada beberapa tahun lalu.
Dugaan kedekatan politik Sargsyan dengan Putin juga menjadi salah satu bahan kritik warga dan oposisi Armenia.
Sementara itu, Moskow sendiri, yang saat ini mengaku tengah memantau situasi di Yerevan 'dengan amat saksama', menyebut Armenia sebagai negara yang 'sangat penting' bagi Rusia.
Advertisement