Fakta Vs Mitos Gerhana Bulan Merah Darah Adalah Pertanda Kiamat

Meski merupakan fenomena astronomi biasa, sejumlah orang mengaitkan gerhana bulan merah darah dengan pertanda kiamat.

oleh Elin Yunita KristantiTeddy Tri Setio Berty diperbarui 28 Jul 2018, 18:01 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2018, 18:01 WIB
Gerhana Bulan Total di Berbagai Negara
Fenomena gerhana bulan total "Micro Blood Moon" terlihat di dekat Colosseum di Roma, Italia, Jumat (27/7). Gerhana bulan yang terlama pada abad ini dapat disaksikan di seluruh dunia dengan mata telanjang. (AP/Gregorio Borgia)

Liputan6.com, Jakarta - Jutaan manusia telah menyaksikan gerhana bulan terlama sepanjang Abad ke-21 pada 27-28 Juli 2018. Selama 1 jam 43 menit, rembulan pun memerah, sebuah fenomena yang dikenal sebagai blood moon.

Meski merupakan fenomena astronomi biasa, sejumlah orang mengaitkannya dengan pertanda kiamat. Salah satunya adalah seorang pemuka agama bernama Paul Begley.

Ia mengaitkan fenomena gerhana bulan merah darah atau blood moon dengan 70 tahun berdirinya Israel sebagai nurbuat akhir zaman.

"Blood moon jelas merupakan pertanda ilahiah tentang akhir zaman," kata dia dalam video. "Ada begitu banyak ramalan yang dimainkan di sini... kita sedang berada di akhir zaman."

Ia kemudian mencocokkan ramalannya itu dengan petikan kitab suci Yoel 2:30-31. "Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu."

Sejumlah astronom terkemuka telah membantah keterkaitan fenomena alam tersebut dengan ramalan kiamat.

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga membantah klaim tersebut. Menurut NASA, tak ada satupun bukti ilmiah yang mengaitkan blood moon dengan kiamat.

Seperti dikutip dari situs sains, LiveScience, Sabtu (27/7/2018), ini bukan kali pertamanya blood moon dituduh jadi pertanda kiamat.

Sepanjang sejarah, banyak budaya non-Kristiani menafsirkan menghilangnya Bulan sebagai pertanda buruk.

Menurut National Geographic, mitos bangsa Inca meyakini, saat gerhana, Bulan dilahap oleh seekor Jaguar.

Sementara, bangsa Mesopotamia kuno yakin, gerhana adalah ulah iblis. Pada masa lalu, sinar bulan punya arti penting sebagai penunjuk waktu dan pertanian, menghilangnya rembulan atau perubahan warnanya menjadi serupa darah adalah pemandangan yang menakutkan.

Bulan tampak berwarna merah darah saat terjadinya fenomena gerhana bulan total  di atas langit Tel Aviv, Israel,, Jumat (27/7). Gerhana bulan terlama pada abad ini dapat disaksikan di seluruh dunia dengan mata telanjang. (AP/Ariel Schalit)

Pada zaman modern ini, teror serupa masih dialami sejumlah orang. Beberapa tahun lalu, dua pengkhotbah bersaing mempromosikan dua teori terpisah -- namun sangat mirip -- yang menyebut bahwa serangkaian empat fenomena blood moon berturut-turut selama 2014 dan 2015 adalah pertanda akhir zaman.

Untuk meyakinkan banyak orang, mereka bahkan mengutip sejumlah ayat dalam Alkitab.

Selain kutipan ayat Yoel 2:30-31, keduanya juga menggunakan kutipan Wahyu 6:12 yang berbunyi, "Dan, aku melihat ketika Anak Domba itu membuka segel yang keenam, terjadilah gempa bumi yang dahsyat; matahari menjadi hitam seperti kain karung yang terbuat dari rambut dan seluruh bulan menjadi seperti darah."

Juga Kisah Para Rasul 2:20 yang bunyinya, "Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan, hari yang besar dan mulia itu."

Jika diartikan secara harfiah, apa yang disebutkan dalam tiga ayat tersebut adalah, bulan merah darah dianggap sebagai pertanda. Pun dengan Matahari yang berubah jadi gelap -- seperti deskripsi dalam gerhana matahari.

Mungkin, itu mengapa cukup mudah bagi sebagian orang untuk menafsirkan setiap gerhana matahari atau bulan sebagai tanda potensial akhir zaman.

Namun, seperti diungkap LiveScience, dunia belum berakhir meski telah melewati jutaan bahkan miliaran kali fenomena blood moon.

Berdasarkan orbit Bumi dan Bulan yang bisa diprediksi, setiap tahunnya kita mengalami empat gerhana -- dua gerhana bulan dan dua gerhana matahari, demikian menurut Earthsky.org.

Sejumlah tahun bahkan mengalami lebih dari empat gerhana hingga maksimal tujuh. Tahun 1982 adalah kali terakhir dan pada 2038 hal tersebut bakal terulang.

Ada puluhan miliar gerhana bulan sejak Bumi dan bulan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Entah bagaimana, planet kita melewati semuanya dengan selamat.

 

Saksikan juga video menarik terkait gerhana bulan berikut ini:

 

Mitos Gerhana

Gerhana Bulan Total di Berbagai Negara
Bulan tampak berwarna merah darah saat terjadinya fenomena gerhana bulan total di Luzern, Swiss, Jumat (27/7). Gerhana bulan yang terlama pada abad ini dapat disaksikan di seluruh dunia dengan mata telanjang. (Christian Merz/Keystone via AP)

Saat gerhana, Bulan akan berganti warna, dari keabu-abuan menjadi merah. Semerah darah.

Bayangan Bumi memiliki cincin luar, yang disebut penumbra, dan inti, disebut umbra. Saat Bulan melewati penumbra, maka ia akan tampak hitam sebagian -- seperti baru ada yang menggigit atau memotong rembulan.

Ketika Bulan melewati umbra, Bulan akan berubah warna menjadi merah tua. Mirip darah. Gerhana matahari total terjadi saat Bulan sepenuhnya tertutup umbra.

Fenomena gerhana bulan total

Perubahan warna tersebut akan menjadi tontonan dramatis, terutama bagi manusia di masa lalu, yang belum memiliki pengetahuan di bidang astronomi.

"Bagi manusia di masa lalu, gerhana bulan dianggap pertanda, kehidupan mungkin segera berakhir. Kiamat. Sebab, Bulan berubah menjadi merah, semerah darah. Manusia di masa lalu khawatir, cahaya Bulan yang menyinari malam mungkin akan menghilang untuk selamanya," kata Mitzi Adams, astronom Marshall Space Flight Center Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) di Huntsville, Alabama seperti dikutip dari SPACE.com.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya