Dubes AS: Nikaragua Terancam Jadi Seperti Suriah dan Venezuela

Dubes AS untuk PBB memperingatkan bahwa situasi di Nikaragua berisiko memburuk dan menjadi seperti Venezuela atau malahan Suriah.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 06 Sep 2018, 19:46 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 19:46 WIB
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley (AP Photo/Bebeto Matthews)

Liputan6.com, New York - Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley memperingatkan pada Rabu 5 September 2018 bahwa situasi di Nikaragua berisiko memburuk dan menjadi seperti Venezuela atau bahkan Suriah.

"Hari demi hari, Nikaragua semakin terpuruk ke dalam jalur itu," kata Haley saat memimpin pertemuan Dewan Keamanan PBB ketika membahas situasi di negara Amerika Tengah itu pada 5 September kemarin, seperti dikutip dari Time.com, Kamis (6/9/2018).

"Ini merupakan jalur yang telah dilalui oleh Suriah, dan juga Venezuela."

Lebih dari 300 warga Nikaragua telah tewas dan ratusan cedera sejak protes damai berujung bentrok pecah pada pertengahan April 2018 akibat keputusan Presiden Daniel Ortega yang sudah lama berkuasa untuk memotong hingga menghentikan sistem jaminan sosial.

Ortega sendiri tak jadi memotong jaminan sosial itu, tetapi protes warga semakin membesar dan berubah menjadi tuntutan pengunduran diri sang presiden. Protes itu juga memperburuk kondisi sosial di Nikaragua.

Haley juga mengimbau agar Dewan Keamanan PBB tak hanya berperan sebagai pengamat yang pasif, sementara situasi di Nikaragua terus memburuk dan "kita tahu semua itu akan mengarah ke mana", ujarnya mengindikasikan Nikaragua akan berakhir krisis seperti di Venezuela atau di Suriah.

"Eksodus dari Suriah menciptakan jutaan pengungsi yang menyebarkan ketidakstabilan di Timur Tengah dan Eropa," kata Haley.

"Eksodus dari Venezuela telah menjadi krisisi pengungsian terbesar dalam sejarah Amerika Latin. Eksodus warga Nikaragua akan membuat tetangga-tetangganya kewalahan dan menciptakan banjir imigran dan pemohon suaka di Amerika Tengah," tambahnya.

Haley juga menyebut Presiden Nikaragua Daniel Ortega dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro berasal dari "sumber korup yang sama ... dan mereka berdua adalah diktator yang hidup dari ketakutan rakyatnya sendiri."

Namun Haley mengatakan masih ada kesempatan bagi pemerintah Nikaragua "untuk mencegah tirani mengancam perdamaian dan keamanan" dengan menanggapi tuntutan orang-orang untuk kebebasan, mengakhiri "kediktatoran," dan pembebasan para pemrotes yang dipenjara secara sewenang-wenang.

Di Nikaragua, Ortega menanggapi komentar Haley dalam pidato dalam pawai pro-pemerintah di Managua.

"Apa yang harus kita katakan kepada Amerika Serikat?," kata presiden Nikaragua. "Kita akan memberi tahu mereka bahwa jika mereka ingin membantu orang-orang Nikaragua, jika mereka ingin berkontribusi untuk perdamaian, hal terbaik yang dapat mereka lakukan dan seharusnya lakukan adalah tidak ikut campur di Nikaragua, menghormati Nikaragua."

Sikap Rusia, China, dan Bolivia

Rusia, China dan Bolivia tak sependapat dengan kekhawatiran yang dikemukakan oleh Dubes AS untuk PBB Nikki Haley soal Nikaragua.

Ketiga negara itu mengatakan bahwa Nikaragua tidak menimbulkan ancaman internasional dan PBB tak usah mengintervensi.

Secara khusus, Dubes Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia merespons dengan mengatakan bahwa "kebijakan subversif Amerika Serikat melawan Nikaragua punya sejarah panjang" ujarnya mereferensi skandal Contras, di mana AS melakukan campur tangan dengan mendanai kelompok pemberontak untuk menggulingkan pemerintahan sosialis Partai Sandinista.

Nebenzia juga berkeberatan dengan pertemuan PBB yang membahas Nikaragua kemarin, menyebutnya sebagai "contoh mencolok dan suram dari intervensi asing yang merusak."

Dia memperingatkan bahwa "beranjak dari diskusi hari ini, polarisasi di Nikaragua hanya akan memburuk."

 

Simak video pilihan berikut:

Krisis di Nikaragua

Lawan Polisi, Demonstran Anti-Pemerintah Buat Mortir Rakitan di Nikaragua
Demonstran anti-pemerintah menyalakan mortir rakitan di kota Masaya, Nikaragua (5/6). Akibat aksi dan bentrokan yang dimulai sejak 18 April tersebut, setidaknya 121 orang telah tewas. (AFP/Inti Ocon)

Rangkaian aksi protes di Nikaragua yang dimulai pada pertengahan April 2018 dipicu oleh kebijakan Presiden Ortega untuk memotong sistem jaminan sosial.

Ortega membalik kebijakan itu, tetapi demonstrasi dengan cepat diperluas dan berubah menjadi desakan agar sang presiden mundur. Dia telah menolak untuk menyerahkan kekuasaan sebelum pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2021.

Sebuah laporan yang dikeluarkan pada pekan lalu oleh Kantor Komisinoer Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyebut, selama empat bulan kerusuhan di negara itu,telah terjadi bentuk-bentuk penindasan pemerintah yang beragam, mulai dari jalan ke ruang sidang, di mana beberapa pengunjuk rasa menghadapi tuduhan terorisme.

Kantor hak asasi manusia PBB tersebut meminta pemerintah Nikaragua untuk segera menghentikan penganiayaan terhadap para pengunjuk rasa dan melucuti senjata warga sipil bertopeng yang telah bertanggung jawab atas banyak pembunuhan dan penahanan sewenang-wenang. Ini juga mendokumentasikan kasus-kasus penyiksaan dan pengerahan kekuatan aparatur negara secara berlebihan.

Dua hari kemudian, pemerintah mengusir tim HAM PBB di negara tersebut.

Gonzalo Koncke, kepala staf kepada sekretaris jenderal Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), mengatakan kepada dewan bahwa Nikaragua "berada pada titik kritis dan pemerintah harus mengambil langkah-langkah cepat" untuk membangun kembali demokrasi di negara tersebut.

Pemerintah harus segera mengadakan "pemilu yang bebas, adil, demokratis dan transparan" dan memulai dialog dengan semua pihak yang mengarah pada kesepakatan.

Jika demokrasi tidak dipulihkan, Koncke memperingatkan, Nikaragua "mungkin pergi jalan negara-negara lain di wilayah yang telah jatuh di pelukan diktator."

Pemimpin masyarakat sipil Felix Maradiaga, yang merupakan mantan sekretaris jenderal Kementerian Pertahanan Nikaragua, mengatakan dia menghadapi ancaman kematian konstan, mengatakan kepada dewan bahwa dia datang untuk menyampaikan soal urgensi situasi di negara yang mengancam perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

"Setiap hari kami melihat iklim teror dan penganiayaan tanpa pandang bulu," katanya, mengutip meningkatnya jumlah tahanan politik, orang bersenjata dan bertopeng yang menerobos masuk ke rumah, dan serangan seksual.

"Selama lebih dari satu dekade, rezim Daniel Ortega telah mendapat manfaat dari fakta bahwa itu dari agenda internasional, dari radar internasional," kata Maradiaga.

"Jadi kita melihat bahaya Nikaragua berputar di luar kendali di wilayah yang bergejolak di dunia."

Nikaragua membutuhkan perhatian PBB, katanya, "untuk memastikan ada perdamaian dan keamanan sebelum terlambat."

Dan dia mendesak badan PBB yang paling kuat untuk mengadopsi resolusi yang mengikat secara hukum, menetapkan sumber daya dan membangun sistem untuk pantau apa yang terjadi di negara ini dan dukung pemulihan aturan hukum.

Menteri Luar Negeri Nikaragua Denis Moncada Colindres tidak menyebutkan kerusuhan atau pemilihan umum, menekankan bahwa "di Nikaragua kami cinta damai, kami memperkuat keamanan kami dan kami mempromosikan dan membela hak asasi manusia secara holistik."

"Ada konsensus di dewan ini Nikaragua tidak mewakili ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya