Donald Trump Jemawa soal Kiprah AS, Delegasi Dunia di Sidang Majelis Umum PBB Tertawa

Dalam waktu singkat, porsi pidato Presiden AS Donald Trump di Sidang Majelis Umum PBB membuat ratusan pemimpin dan delegasi dunia yang hadir tertawa.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 26 Sep 2018, 12:01 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2018, 12:01 WIB
Presiden AS Donald Trump saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (25/9) (Mary Altaffer / AP PHOTO)
Presiden AS Donald Trump saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York (25/9) (Mary Altaffer / AP PHOTO)

Liputan6.com, New York - Presiden Amerika Serikat Donald Trump datang terlambat ke podium untuk berpidato di Sidang Majelis Umum PBB pada Selasa 25 September 2018 pagi waktu setempat. Dan dalam waktu singkat, porsi pidatonya membuat ratusan pemimpin dan delegasi dunia yang hadir tertawa.

Sebelum respons mengejutkan itu terjadi, Trump berpidato dan bersikap jemawa atas "keberhasilan kebijakan pemerintahan AS saat ini".

Dalam salah satu momen yang lebih luar biasa dalam sejarah Sidang Majelis Umum PBB tahunan, seisi ruangan pecah dalam tawa spontan atas klaim Trump yang mengatakan, "dalam waktu kurang dari dua tahun, pemerintahan saya telah mencapai lebih dari yang dilakukan oleh hampir semua pemerintahan dalam sejarah negara kita (AS)," demikian seperti dikutip dari The Guardian (26/9/2018).

Jelas terkejut atas respons para delegasi dunia, Trump kemudian mengatakan, "Saya tidak mengharapkan reaksi itu, tapi itu tidak apa-apa."

Di samping mengklaim kesuksesan pemerintahan AS saat ini--yang disambut tawa oleh para delegasi--ia juga mendesak dunia untuk menolak globalisme dan merangkul patriotisme, merefleksikan kembali ego dan kebijakan "America First"-nya.

"Amerika diatur oleh orang Amerika," kata Trump. "Kami menolak ideologi globalisme dan kami merangkul doktrin patriotisme."

Tentang penekanannya pada kedaulatan, pidato 34 menit Trump juga menggemakan kembali pandangannya soal proteksionisme, seperti yang telah ia tekankan pada pidato perdananya di Sidang Majelis Umum PBB tahun lalu.

Sekarang, Korea Utara Jadi 'Sekutu' Trump

Namun, kontras dengan apa yang ia sampaikan dalam pidato tahun lalu, pada Sidang Majelis Umum PBB 2018, Trump memasukkan diktator Korea Utara, Kim Jong-un, menjadi salah satu "sekutunya". Padahal, pada edisi sidang 2017, ia pernah mengancam untuk "menghancurkan" Korea Utara.

Setahun berlalu, kini Trump berterima kasih kepada pemimpin negara itu atas "keberaniannya, dan untuk langkah-langkah yang telah diambilnya"--mereferensi pada KTT di Singapura pada Juni 2018 dan mencairnya hubungan diplomatik Korea Utara dan Korea Selatan sepanjang tahun ini.

Trump menggambarkan pertemuannya dengan Kim di Singapura sebagai terobosan dramatis, dengan mengatakan, "rudal dan roket tidak lagi terbang ke segala arah," uji coba nuklir telah dihentikan, tahanan AS telah dibebaskan dan sisa-sisa tentara AS yang gugur telah dikembalikan.

Donald Trump juga mengatakan, KTT di Singapura mewakili "momen yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang orang pahami".

Bertolak belakang dengan pendapat Donald Trump, pakar dan organisasi internasional pemerhati isu nuklir tak yakin bahwa Korea Utara berkomitmen menuju denuklirisasi, mengingat, betapa semu janji yang diutarakan oleh Kim Jong-un, baik kepada Washington maupun kepada Seoul sekali pun.

Pyongyang pun telah menegaskan bahwa mereka tak akan melakukan denuklirisasi, hanya jika, hal itu tak disambt dengan "inisiatif positif" dari AS--yakni berupa peringanan hingga pencabutan penuh sanksi ekonomi.

 

Simak video pilihan berikut:

Iran, Rusia, Suriah, dan Jerman dalam Pidato Trump

Donald Trump
Donald Trump menolak menanggapi pertanyaan wartawan tentang kemungkinan intervensi militer dari pimpinan AS ke Venezuela. (Richard Drew / AP)

Sasaran utama retorika keras Trump dalam pidato Sidang Umum PBB 2018-nya adalah Iran, yang ia tuduh memberikan pengaruh negatif atas konflik di Suriah.

Trump mengatakan, "Setiap solusi untuk krisis kemanusiaan di Suriah juga harus mencakup strategi untuk mengatasi rezim brutal yang telah memicunya: kediktatoran yang korup di Iran," demikian seperti dikutip dari The Guardian.

Ia juga menambahkan, "Para pemimpin Iran menebar kekacauan, kematian dan kehancuran. Mereka tidak menghormati tetangga atau perbatasan mereka atau hak negara yang berdaulat."

Dia juga menuduh para pemimpin Iran menggelapkan "miliaran dolar untuk mengisi kantong mereka sendiri."

Tak tampak batang hidung Presiden Hassan Rouhani maupun para delegasi diplomat Iran dalam pidato Trump, meski mereka telah hadir dalam agenda sela di pertemuan diplomatik ter-akbar itu pekan ini.

Namun anehnya, Trump tidak menyinggung soal Rusia yang turut menjadi aktor utama di Suriah, dengan memberikan dukungan militer kepada pasukan pro rezim Presiden Bashar al-Assad, dan membantu Assad bertahan dan menang dalam perang saudara menahun.

Luputnya Trump dalam menyinggung Rusia kembali menimbulkan tanda tanya soal bagaimana ia menyikapi Negeri Beruang Merah, yang saat ini tengah dituduh atas dugaan campur tangan dalam Pilpres AS 2016 --yang berujung pada kemenangan Trump sebagai presiden.

Rusia dan pemimpinnya, Vladimir Putin, terlihat mencolok dengan ketidakhadiran mereka dalam Sidang Majelis Umum PBB tahun ini.

Berbanding terbalik dengan sikap Trump yang 'membiarkan' Rusia luput dalam pidatonya, Jerman, salah satu sekutu AS di Eropa dan NATO, justru kena kritik dari sang miliarder nyentrik.

Jerman 'dimarahi' oleh Trump karena membeli minyak dan gas Rusia. Trump, yang kampanyenya sedang diselidiki atas kemungkinan kolusi dengan Kremlin selama pemilu 2016, juga tidak membahas perbedaan mendalam antara AS dan Rusia atas isu Ukraina dan aneksasi Krimea.

Soal Arab Saudi, Negara OPEC dan Israel

Presiden AS Donald Trump ketika menyampaikan pidato perdananya di Sidang Majelis Umum PBB pada 19 September 2017
Presiden AS Donald Trump ketika menyampaikan pidato perdananya di Sidang Majelis Umum PBB pada 19 September 2017 (AP Photo/Evan Vucci)

Tak luput, Trump juga membahas soal Arab Saudi, yang ia anggap sebagai sekutu kunci dan secara khusus menumpuk pujian kepada penguasa otokratisnya, Raja Salman dan putra mahkotanya, Mohammed Bin Salman.

Negara-negara Teluk otokratis lainnya juga mendapat pujian dari Trump, "Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar telah menjanjikan miliaran dolar untuk membantu rakyat Suriah dan Yaman," demikian seperti dikutip dari CNN.

Meski tiga negara produsen minyak utama dunia itu mendapat pujian dari Trump, namun, sang presiden AS justru mengkritik OPEC (organisasi produsen minyak dunia) di mana UEA, Saudi, dan Qatar merupakan anggota signifikan organisasi itu.

Tentang OPEC, Trump mengatakan bahwa organisasi itu "merobek-robek dunia".

"Saya tidak menyukainya. Tidak ada yang harus menyukainya. Kami (AS) membela banyak dari negara-negara ini, tapi mereka tidak memberikan apa-apa. Dan kemudian mereka memanfaatkan kami dengan memberi kami harga minyak yang tinggi. Tidak baik."

Tak ketinggalan, Trump juga memuji Israel.

"Israel, dengan bangga merayakan ulang tahun ke 70 sebagai negara demokrasi di Tanah Suci."

Hal itu mereferensi pada keputusannya mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel tahun lalu, sementara tidak menyebutkan pemangkasan anggaran Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA). Itu menunjukkan implikasi yang jelas: Jika Palestina kehilangan dana, mereka bukan teman yang menghormati AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya