Liputan6.com, Beijing - Sebelum menjadi republik, selama lebih dari 2.000 tahun, China diperintah oleh para kaisar yang berkuasa dari atas singgasana. Dimulai dari Dinasti Qin dan diakhiri Dinasti Qing.Â
Dinasti Qing runtuh pada 12 Oktober 1912. Raja terakhirnya, Kaisar Xuantong atau Puyi dipaksa turun takhta atas desakan kaum revolusioner. Ia kemudian dikenal dalam sejarah sebagai The Last Emperor. Kaisar terakhir.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi runtuhnya Dinasti Qin yang memerintah sejak tahun 1644. Pada Abad ke-20, feodalisme memasuki masa senjanya bahkan di ambang kehancuran. Tiongkok babak belur dan terhina, kalah di tangan kekuatan kolonial Barat dan Jepang, ditambah lagi dengan meletusnya serangkaian pemberontakan yang gagal.
Advertisement
Baca Juga
Tak adanya pemerintahan yang efektif membuat situasi tak terkendali. Hal itu berawal pada November 1908, tatkala Kaisar Guangxu meninggal dunia akibat penyakit misterius. Ia baru berusia 37 tahun kala itu. Sehari kemudian ibu suri Cixi jatuh sakit dan tutup usia.
Di detik-detik terakhir hidupnya, ibu suri yang sangat berpengaruh itu menunjuk penerus takhta, Puyi, keponakan Guangxu yang usianya masih 2 tahun.
Sejak 1908 hingga di penghujung era kekaisaran pada 1912, Puyi bertakhta dikelilingi pejabat Qing yang mengisolasi dia dari dunia di luar tembok istana. Ketiadaan penguasan yang efektif tersebut membuat aktivitas revolusioner tumbuh subur.
Titik balik kedua adalah ledakan bom yang tak disengaja pada 9 Oktober 1911. Seperti dikutip dari facinghistory.org, Sabtu 8 Oktober 2018, kala itu, sel-sel revolusioner telah menyebar ke seluruh Tiongkok dan sebagian besar terdiri dari pemuda radikal yang telah dididik di Jepang dan di tempat lain.
Seruan untuk 'membalas aib nasional' dan 'memulihkan China' bergema ke seluruh negeri.
Bom yang meledak dirakit oleh sebuah sel di Kota Wuchang. Kala itu mereka memang sedang mempersiapkan bahan peledak.
Suara ledakan keras menarik perhatian polisi yang langsung berdatangan. Sejumlah dokumen disita. Aparat Qing yang setia pada kaisar langsung bertindak, menghentikan aktivitas sel tersebut, memburu dan mengeksekusi anggotanya yang tertangkap.
"Salah satu konspirator meledakkan bom secara tak sengaja di markas rahasia mereka di Hankow. Polisi ada di sana dan menyita daftar anggota revolusioner dari puing-puing yang terbakar," demikian seperti dikutip dari buku Fall of Imperial China karya Frederic Wakeman. Esok malamnya Pemberontakan Wuhan pecah.
Di bawah arahan Wu Zhaolin, Cai Jimin, dan pemimpin lainnya, pasukan revolusioner menduduki kediaman resmi gubernur dan kantor-kantor pemerintahan. Pada 11 Oktober, pasukan revolusioner mengambil seluruh kota Wuhang
Ledakan bom menyatukan dukungan kaum revolusioner. Pemberontakan pecah di seluruh negeri, tak hanya di Wuhan.
Pemerintahan dinasti Manchuria itu tak mampu menangani krisis. Kekaisaran menunjuk pemimpin Angkatan Bersenjata Beiyang, Yuan Shikai -- pemimpin salah satu tentara regional terbesar di Cina utara -- untuk menangani situasi.
Saat gonjang-ganjing terjadi di China, pemimpin Partai Nasionalis sekaligus panglima revolusi Sun Yat-sen tak ada di Tiongkok. Kala itu, ia sedang mencari dana di Amerika Serikat.
Informasi soal pergerakan revolusioner ia dapatkan saat berada di kereta api dalam perjalanan dari Denver, Colorado, ke Kansas City, Missouri.
Sementara itu, tiga provinsi kunci di China --Jiangsu, Sichuan, dan Shandong menunjukkan dukungan untuk revolusi. Kemudian, kota Nanjing jatuh ke tangan pemberontak pada akhir Desember.
Pertanda akhir pemerintahan Dinasti Qing sudah terlihat. Hingga akhirnya sang kaisar turun takhta dan pemerintahan berganti jadi republik.Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
 Â
Saksikan video terkait China berikut ini:
Eksekusi Mati Che Guevara
Tak hanya ledakan bom di China yang kemudian memicu pemberontakan, sejumlah kejadian menarik dalam sejarah dunia juga terjadi pada 9 Oktober.
Pada 9 Oktober 1967, sebuah perintah dikeluarkan Presiden Bolivia Rene Barrientos. Ia memerintahkan Che Guevara dibunuh.
Mario Teran, seorang sersan yang kecanduan alkohol dan diliputi dendam karena 3 rekannya tewas di tangan tentara gerilya Guevara, menawarkan diri jadi eksekutor. Ia memasuki pondok tempat Che ditahan.
Dikisahkan, Che kala itu berdiri, mengucap kalimat terakhirnya: "Aku tahu kau datang untuk membunuhku. Tembak. Lakukan. Tembak, pengecut! Kau hanya akan membunuh seorang pria."
Teran akhirnya melepas tembakan dari senapan semi-otomatis M1 Garand di tangannya. Pertama di lengan dan kaki Che -- yang menggeliat dan menggigit pergelangan tangannya menahan sakit.
Tembakan kembali diletuskan, di dada, juga tenggorokan. Total 9 tembakan. Che Guevara dinyatakan meninggal dunia pada pukul 13.10 waktu setempat. Di usia 39 tahun.
Sementara pada 2012, Malala Yousafzai tertembak di kepala oleh Taliban di dalam bus sekolah selepas pulang sekolah.
Kelompok radikal itu menganggap gadis yang baru berusia 15 tahun itu 'berbahaya'.
Advertisement