Sejumlah Investor Kabur Jelang Sanksi Keras AS pada Sektor Minyak Iran

AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi keras menargetkan sektor perminyakan Iran, yang mulai berlaku 5 November 2018.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Nov 2018, 13:01 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2018, 13:01 WIB
Ilustrasi Bendera Amerika Serikat (Wikimedia Commons)
Ilustrasi Bendera Amerika Serikat (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi ekonomi keras yang menargetkan sektor perminyakan Iran. Sanksi teranyar itu mulai berlaku Senin 5 November 2018, kata pemerintah AS.

Iran sangat bergantung pada ekspor minyaknya, dan sanksi baru, jika efektif, akan memberikan pukulan ekonomi yang keras bagi negara itu.

Meski belum resmi berlaku, namun, rencana itu telah memicu gelombang perusahaan internasional menarik investasi mereka keluar dari Iran, dan ekspor minyak mentah negara itu telah jatuh, demikian seperti dilaporkan oleh BBC, Minggu (4/11/2018).

Sanksi itu bertautan dengan kebijakan AS untuk memberikan 'tekanan maksimum' kepada Iran, sebagai upaya agar negara di Timur Tengah tersebut berhenti mengembangkan senjata nuklir.

Hal itu dilatarbelakangi atas kritik Presiden AS Donald Trump terhadap pakta Kesepakatan Pembatasan Nuklir Iran (JCPOA) yang diteken oleh AS, Iran, dan negara-negara Eropa pada 2015.

Kesepakatan itu mewajibkan Iran untuk menghentikan aktivitas pengayaan uranium (enriched uranium) dan sebagai gantinya, AS dan Eropa mencabut sanksinya terhadap Negeri Para Mullah.

Namun, Trump menarik AS keluar dari JCPOA awal tahun ini, dengan beralasan bahwa kesepakatan itu tak lagi efektif menekan Iran untuk tak membuat nuklir. Ia juga menuduh bahwa Teheran melanggar JCPOA --yang dibantah oleh Iran.

Langkah AS pun ditentang Eropa yang menganggap bahwa JCPOA masih dianggap efektif dalam memberikan tekanan dan pengendalian nuklir terhadap Iran.

Usai keluar dari JCPOA, AS kembali memberlakukan sanksi secara sepihak terhadap Iran --yang menuai protes dari Eropa. Beberapa set sanksi telah diterapkan oleh AS, dan yang terbaru, akan mulai mengikat pada Senin 5 November mendatang.

Merespons rencana terbaru AS, Presiden Iran Hassan Rouhani segera merespon dengan mengatakan, "Amerika Serikat tidak akan mencapai keberhasilan dengan plot baru ini terhadap Iran karena mereka akan mundur selangkah demi selangkah."

Kepercayaan diri Rouhani turut didukung oleh Uni Eropa, yang mengusulkan agar perusahaan global tetap berdagang dengan Iran meskipun ada sanksi baru ini. Eropa juga telah memperjelas niat mereka untuk tidak mengikuti jejak AS.

 

Simak video pilihan berikut:

Ada Pengecualian Sanksi

Kecam Kebijakan Trump, Anggota Parlemen Iran Bakar Bendera AS
Anggota parlemen Iran membakar dua lembar kertas bergambar bendera AS, Teheran, Iran, Rabu (9/5). Aksi itu dilakukan sebagai kecaman atas kebijakan Presiden AS Donald Trump yang keluar dari kesepakatan nuklir Iran. (AP Photo)

Amerika Serikat mengatakan, pihaknya berencana mengeluarkan pengecualian sementara pada beberapa negara, yang memungkinkan mereka untuk terus membeli minyak Iran tanpa terkena sanksi AS.

Tapi, setiap negara yang mengimpor minyak Iran, namun tidak menerima pengecualian, tetap akan dikenai denda keuangan Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengumumkan keputusan pengeculian itu dalam konferensi melalui telepon hari Jumat 2 November 2018, tetapi tidak menjelaskan negara mana yang akan dikecualikan atau berapa lama pengecualian itu.

Ia juga mengatakan bahwa Uni Eropa tidak akan mendapat pengecualian.

"Kita berharap untuk mengeluarkan beberapa jatah sementara untuk delapan yurisdiksi, tetapi hanya karena mereka telah menunjukkan penurunan signifikan pada minyak mentah mereka dan kerjasama mereka di banyak bidang lain serta telah membuat langkah penting menuju nol impor (tidak mengimpor) minyak mentah," kata Pompeo seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu 4 November.

Sebelumnya, Bloomberg melaporkan Korea Selatan, India, dan Jepang termasuk di antara negara-negara yang dikecualikan.

Ketiga negara tersebut termasuk di antara konsumen minyak terbesar Iran, dan berpendapat bahwa jika mereka menghentikan pembelian mereka dengan segera,hal itu akan menyebabkan lonjakan harga minyak dunia.

Kementerian Energi Turki Jumat mengumumkan Turki adalah salah satu negara yang akan mendapat pengecualian, tetapi mengatakan pemerintah belum mengetahui semua rinciannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya