Liputan6.com, Dar es Salaam - Presiden Tanzania John Magufuli mengatakan dia lebih memilih bantuan dari China dibandingkan pihak Barat, karena dinilai datang dengan persyaratan yang lebih ringan.
Pendapat tersebut memicu tekanan kuat dari negara-nagara Barat yang menilai kontroversial kebijakan Maugufuli dalam memulihkan ekonomi negaranya.
Dikutip dari The Guardian pada Rabu (28/11/2018), Maugufuli sendiri tengah mendapat kecaman luas dari negara-negara Barat, yang menilai kontroversial berbagai kebijakannya.
Advertisement
Pada 15 November, Denmark mengatakan telah menghentikan bantuan senilai US$ 9,8 juta (setara Rp 142 miliar) karena "komentar homofobik yang tidak dapat diterima" oleh seorang politisi Tanzania.
Baca Juga
Tidak lama berselang, Prancis mengancam akan memotong bantuannya ke Tanzania, jika negara itu tidak serius dalam menumpas praktik korupsi di sana.
Saat ini, China telah menjadi investor utama di Afrika, dan secara bersamaan, menantang pengaruh Barat di benua itu.
China telah berjanji untuk menghabiskan US$ 60 miliar (Rp 871 triliun) dalam bentuk investasi, bantuan, dan pinjaman di Afrika selama tiga tahun ke depan. Sebagian besar, uang tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
"Hal yang membuat Anda senang tentang bantuan mereka adalah bahwa itu tidak terikat pada kondisi apa pun. Ketika mereka memutuskan untuk memberi Anda (bantuan), mereka hanya memberi apa yang bisa mereka bantu," kata Magufuli.
Hal itu disampaikan oleh Magufuli di tengah agenda pembukaan perpustakaan di universitas utama di ibu kota keuangan Tanzania, Dar es Salaam. China sendiri turut ambil bagian dalam pembangunan tersebut, yakni dalam bentuk kucuran dana senilai US$ 40,6 juta, atau setara Rp 589 miliar.
"Mereka (China) telah membantu kami dalam banyak bidang pembangunan lainnya," kata Magufuli, seraya menambahkan bahwa kedua negara akan terus memperkuat hubungan.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Dunia Hilang Kepercayaan
Sementara itu, mitra pembangunan terbesar bagi negara-negara Afrika Timur saat ini adalah Uni Eropa, dengan bantuan sebesar US$ 88 juta (setara Rp 1,2 triliun) per tahun.
Awal bulan ini, Uni Eropa mengumumkan tengah meninjau kebijakannya terhadap Tanzania karena kekhawatiran tentang pembatasan hak-hak kelompok LGBT di kehidupan sipil.
Bulan lalu, komisaris Dar es Salaam Paul Makonda menyerukan kepada publik untuk melaporkan orang-orang gay yang dicurigai ke polisi.
Pemerintah mengatakan pada saat itu bahwa Makonda mengekspresikan pendapat pribadinya, bukan kebijakan pemerintah. Sebagaimana diketahui, tindakan homoseksual di hadapan publik adalah ilegal di Tanzania.
Lebih dari itu, Bank Dunia juga dikabarkan telah pinjaman senilai US$ 300 juta (setara Rp 4,3 triliun) untuk proyek pendidikan, sebagian sebagai tanggapan terhadap keputusan pemerintah untuk menolak siswi yang hamil untuk melanjutkan sekolah.
Ibu-ibu muda akan merepotkan jika mereka diizinkan kembali ke sekolah, Magufuli mengatakan dalam sebuah pidato kontroversial tahun lalu.
Advertisement