8-12-1941: Tabuh Genderang Perang AS Lawan Bombardir Jepang di Pearl Harbour

Serangan Jepang ke Pearl Harbor menyeret Amerika Serikat ke pusaran Perang Dunia II.

oleh Afra Augesti diperbarui 08 Des 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 08 Des 2018, 06:00 WIB
PHOTO: Menyeramkan, Ini Penampakan Kota Hiroshima yang Hancur Usai di Bom Atom
Kota Hiroshima yang hancur setelah bom atom pertama dijatuhkan oleh Angkatan Udara AS B-29 pada 06 Agustus 1945. Serangan bom atom AS menewaskan 140.000 orang di Hiroshima dan 70.000 lebih di Nagasaki. (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Washington DC - 8 Desember 1941 menjadi hari bersejarah yang melanda Negeri Matahari Terbit. Kala itu, armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat yang berlabuh di Pangkalan Pearl Harbor, Hawaii, nyaris tinggal puing, luluh lantak dihentak serangan mendadak pasukan Jepang sehari sebelumnya. 

18 kapal tenggelam atau kandas, termasuk lima kapal perang. Sekitar 188 jet tempur tak sanggup lagi mengudara. Yang paling mengenaskan adalah korban jiwa yang terenggut.

Sebanyak 2.403 warga Amerika Serikat meninggal dunia, 1.178 lainnya luka. Saat kejadian, status mereka adalah non-kombatan. Waktu itu, Amerika Serikat tak sedang berperang. Belum. 

Kabar duka dari Pearl Harbor membuat warga Negeri Paman Sam sedih sekaligus murka. Presiden AS saat itu, Franklin Delano Roosevelt (FDR), merasa perlu bertindak. 

Sehari setelah tragedi Pearl Harbor, berjalan kepayahan dipapah putranya James, FDR menuju Kongres AS. Siang itu ia meminta persetujuan parlemen. Sang presiden berniat menabuh genderang perang melawan Jepang.

"Kemarin, 7 Desember 1941, adalah hari yang kekal dalam keburukan," kata FDR seperti dikutip dari situs History.com.

"AS secara tiba-tiba dan disengaja diserang oleh kekuatan laut dan udara Kekaisaran Jepang. Tak peduli berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk mengatasi invasi yang terencana ini, orang-orang Amerika, yang berada di pihak yang benar, niscaya akan meraih kemenangan mutlak." 

Pidato Roosevelt yang berdurasi 10 menit, diakhiri dengan sebuah doa. "Maka, bantulah kami, Tuhan."

Hanya dalam satu jam, sang presiden memperoleh restu Kongres, nyaris secara bulat. Hasil pemungutan suara di Senat adalah 82:0, sementara di Kongres 388:1.

Deklarasi perang ditandatangani pada pukul 16.10. Kala itu, kain hitam melingkar di lengannya Roosevelt, simbol duka cita untuk Pearl Harbor.

Rasa nasionalisme membuncah di seluruh Amerika Serikat, dari Pantai Timur ke Pantai Barat. 

Rakyat memobilisasi diri, bergabung dalam satuan pertahanan sipil. Di New York, Wali kota Fiorello LaGuardia memerintahkan penangkapan warga keturunan Jepang. Mereka kemudian dikirim Pulau Ellis dan ditahan tanpa batas waktu.

Di California, sistem baterai anti pesawat dipasang di Long Beach dan Hollywood Hills. Laporan tentang aktivitas mata-mata warga Amerika Serikat keturunan Jepang mengalir deras ke Washington DC, meski mereka telah menyatakan kesetiaan pada AS, bukan negeri leluhurnya. 

Serangan Jepang ke Pearl Harbor menyeret Amerika Serikat ke pusaran Perang Dunia II.

Dan, seperti sumpah Franklin Delano Roosevelt, Amerika Serikat keluar sebagai pemenang. Dua bom atom, Little Boy dan Fat Boy menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki. 

Akibatnya sungguh luar biasa, ribuan orang tewas seketika. Ironisnya, insiden bom nuklir pertama dan satu-satunya yang digunakan manusia di tengah pertempuran itu mengakhiri Perang Dunia II yang sudah menyudahi jutaan nyawa manusia. 

Tak hanya itu yang terjadi pada 8 Desember.

Tahun 1980, musisi legendaris John Lenon ditemukan tewas di lorong pintu masuk apartemennya, The Dakota. Ia ditembak empat kali -- tembakan kelima meleset -- oleh Mark David Chapman. Saat penembakan terjadi, Lennon baru saja kembali dari Record Plant Studio bersama istrinya, Yoko Ono.

Selain itu, pada 1969, Presiden ke-37 AS, Richard Nixon, mengumumkan berakhirnya Perang Vietnam.

Kemudian pada 1881, kebakaran besar menghanguskan Ring Theatre, sebuah gedung pertunjukan mewah di Vienna, Austria. Akibatnya, 620 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. 

Lalu, pada 1949, para pemimpin Nasionalis China berangkat ke Taiwan, di mana mereka mendirikan ibu kota baru. Hal ini dilakukan karena mereka terus kehilangan kekuatan komunis Mao Zedong.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya