Kim Jong-un Mengaku Puas Dapat Surat Balasan dari Donald Trump, Apa Isinya?

Kim Jong-un mengaku sangat puas dengan isi surat balasan yang dikirim oleh Donald Trump.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 24 Jan 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2019, 18:00 WIB
Kim Jong-un Periksa Pabrik Kentang di Samjiyon
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un saat mengunjungi Samjiyon County di Provinsi Ryanggang yang berbatasan dengan China (30/10). (Photo by KCNA VIA KNS / KCNA VIA KNS / AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyatakan "kepuasan besar" setelah menerima surat dari Presiden AS Donald Trump, menjelang pertemuan puncak kedua mereka, lapor kantor berita KCNA, pada hari Kamis.

Disebutkan pula bahwa Kim membuat "persiapan teknis yang baik" untuk pertemuan itu, yang dijadwalkan berlangsung pada akhri Februari nanti.

Dikutip dari The Guardian pada Kamis (24/1/2019), surat balasan itu diserahkan kepada Kim Jong-un oleh tangan kanannya, Kim Yong-chol, yang pekan lalu melakukan lawatan diplomatik ke Washington DC.

"(Kim) sangat memuji Presiden Trump karena menyatakan tekad dan kemauan untuk penyelesaian masalah denuklirisasi, serta minat besar pada KTT kedua antara Republik Demomratik Rakyat Korea (DPRK) dan AS," lapor KCNA.

Kim Jong-un mengatakan Korea Utara akan "percaya pada cara berpikir positif Presiden Trump" ketika kedua negara melanjutkan "langkah demi langkah" menuju tujuan mereka.

Pada hari Sabtu, Trump mengatakan lokasi untuk KTT telah diputuskan, tapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Namun, sumber pemerintah Vietnam mengatakan "persiapan logistik" sedang berlangsung untuk menjadi tuan rumah pertemuan itu, kemungkinan besar di ibu kota Hanoi atau kota pesisir Da Nang.

Kim Jong-un dan Donald Trump pertama kali bertemu pada Juni 2018 di Singapura. Mereka menandatangani dokumen dengan isi yang samar-samar, di mana Kim berjanji untuk bekerja menuju "denuklirisasi semenanjung Korea".

Tetapi komitmen itu terhenti setelah Pyongyang dan Washington --yang menempatkan 28.500 tentara di Korea Selatan-- tidak sepakat dengan kemajuan yang telah dihasilkan oleh masing-masing negara.

Amerika Serikat mengharapkan Pyongyang menyerahkan secara penuh persenjataan nuklirnya, yang dibangun dengan penuh upaya oleh dinasti Kim, meskipun ada sanksi dan kelaparan nasional.

Sebaliknya, Korea Utara mendesak AS untuk menghentikan segala bentuk latihan militer di Semenanjung Korea, termasuk meminta pasukan Negeri Paman Sam angkat kaki dari sana.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Pusat Misil Rahasia Korut Terkuak

Kim Jong-un
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (ketiga kiri) memeriksa Rudal Hwasong-15 versi terbaru dari Hwasong-14, yang pernah diuji coba Juli lalu. (KCNA/Korea News Service via AP)

Sementara itu, para ahli mengklaim berhasil mengungkap situs rahasia, yang diduga kuat berfungsi sebagai markas salah satu program rudal balistik Korea Utara.

Situs Sino-ri, satu dari 20 situs Korea Utara yang terkuak secara dini-- menampung rudal jarak menengah Nodong, yang dapat digunakan dalam serangan nuklir terhadap Korea Selatan, Jepang dan wilayah AS di Guam, lapor Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington.

Terletak sejauh 132 mil (setara 212 kilometer) dari zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea, kompleks Sino-ri adalah pangkalan seluas 18 kilometer persegi, yang menampung unit berukuran resimen, dan dilengkapi dengan rudal jarak menengah Nodong-1, kata laporan itu.

"Pangkalan operasi rudal Sino-ri dan rudal Nodong yang dikerahkan di lokasi ini cocok dengan strategi militer nuklir Korea Utara, yang diperkirakan memiliki kemampuan nuklir tingkat operasional langsung," kata laporan itu, yang ditulis bersama oleh analis Victor Cha.

Temuan tersebut mempertanyakan niat Korea Utara, yang telah melakukan pertemuan di Swedia pada pekan ini, untuk membahas rencana KTT kedua antara Kim dengan Trump, yang diperkirakan berlangsung pada akhir Februari.

Laporan CSIS mengatakan pangkalan itu tidak pernah dinyatakan oleh Korea Utara, dan sebagai hasilnya "tampaknya tidak menjadi subjek negosiasi denuklirisasi".

"Korea Utara tidak akan bernegosiasi untuk hal-hal yang tidak mereka ungkapkan. Sepertinya mereka sedang memainkan satu permainan. Mereka masih akan memiliki semua kemampuan operasional ini, bahkan jika mereka menghancurkan fasilitas nuklir mereka yang diungkapkan," jelas Victor Cha.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya