Liputan6.com, Singapura - Hari ini, tepat 200 tahun silam, Pulau Singapura resmi dibuka sebagai pangkalan dagang baru di tengah lalu lintas Selat Malaka, yang mulai ramai oleh jual beli rempah dari Nusantara.
Sosok yang ditugaskan oleh Kerajaan Inggris untuk membuka pelabuhan di pulau yang dulu bernama Tumasik itu adalah Thomas Stamford Raffles. Dia merupakan satu dari sedikit bangsawan Britania yang berjasa dalam mencatat dinamika sosial di Asia Tenggara.
Raffles lahir pada 6 Juli 1781 di atas sebuah kapal yang tengah berlayar di lepas pantai Jamaika. Ayahnya adalah seorang kapten laut, yang mengarahkan anaknya untuk malamar ke kongsi dagang East India Company (EIC) pada usia 14, demikian Today in History dikutip dari Telegraph.co.uk pada Selasa (5/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Diterima tanpa kendala, Raflles remaja segera ditugaskan ke kantor pusat EIC di Kolkata, dan membiasakan dirinya belajar sains dan bahasa. Karirnya menanjak dengan sangat mengagumkan, dan pada usia 25, dia diangkat sebagai Asisten Sekretaris untuk pemerintah Penang, sebuah pulau koloni Inggris di lepas pantai barat Semenanjung Malaya.
Setelah berhasil menarik perhatian Lord Minto, Gubernur Jenderal India kala itu, dan membantu melemahkan pengaruh Perancis-Belanda di wilayah Melayu, Raffles diangkat menjadi Letnan Gubernur Jawa.
Sepanjang waktunya di Timur, ia mempelajari sejarah alam, masyarakat, dan bahasa di setiap tempat yang disinggahinya, sekaligus mengumpulkan koleksi artefak yang begitu banyak.
Namun, karyanya yang ditujukan untuk kepentingan rakyat Jawa membuatnya tidak disukai oleh para pejabat EIC, sehingga ia pun ditarik kembali ke London ketika Lord Minta meninggal.
Kembali ibu kota Inggris, Raffles diangkat menjadi anggota Royal Society dan dianugerahi gelar bangsawan, sebelum kemudian ditugaskan berangkat ke Timur lagi.
Simak video pilihan berikut:
Berjasa Membangun Pelabuhan Singapura
Saat kembali berdinas di Timur, Raffles tertarik untuk menggantikan Belanda sebagai kekuatan Barat yang dominan di Asia Tenggara, Raffles meyakinkan Lord Hastings, suksesor Gubernur Jenderal India, bahwa Inggris membutuhkan pos dagang yang dibentengi lebih jauh ke arah timur.
Pada 29 Januari 1819, Raffles mendarat di sebuah pulau yang sebagian besar tandus di selatan Semenanjung Melayu. Wilayah jarang penduduk itu dikendalikan oleh Shah Johor, yang ramah terhadap Belanda.
Setelah mengganti posisi Shah dengan kakak laki-lakinya, Raffles menandatangani perjanjian dengan pemimpin yang baru pada 6 Februari 1819. Kesepakatan tersebut memungkinkan Inggris untuk mendirikan pelabuhan perdagangan kolonial di pulau itu, di mana kini dikenal sebagai Singapura.
Pangkalan dagang baru itu memberikan banyak keuntungan bagi Inggris, seperti salah satunya adalah kendali mutu komoditi dari Asia Tenggara sebelum dikemas secara komersial di India.
Hal itu membuat rasio margin untung EIC meningkat beberapa kali lipat dari sebelumnya, karena kendali mutu secara dini mendorong efisiensi rantai produksi komersial dari barang-barang Asia Tenggara, terutama rempah-rempah.
Kurang dari setengah dekade, Singapura berhasil tampil menjadi pangkalan dagang dengan nilai komerisal yang sangat potensial. Bahkan, popularitas Malaka dan Penang sebagai hub pelayaran di Asia Tenggara perlahan bergeser ke Negeri Singa atas dasar prinsip ekonomi.
Pemberlakuan pabean yang lebih sederhana juga menarik perhatian para saudagar dari kawasan Asia Timur Raya untuk bertransaksi lebih dini dengan EIC di Singapura, dibandingkan dengan kongsi dagang lainnya di tingkat regional.
Ditarik Kembali ke London
Tidak sampai lima tahun bertugas di Singapura, Raffles ditarik kembali ke London, di mana dia mendapat rasa hormat atas dedikasinya sebagai ahli dalam peradaban Melayu.
Dia juga dihormati karena telah mendirikan Zoological Society of London, sebuah lembaga penelitian botani dan alam liar, di mana ia diangkat langsung oleh Ratu Victoria sebagai presiden pertamanya. Raffles meninggal pada Juli 1826.
Pada 1963, Singapura bergabung dengan Federasi Malaysia, dan pada 9 Agustus 1965 Negeri Singapura memutuskan berpisah untuk menjadi negara merdeka.
Saat ini, Singapura dikenal sebagai pelabuhan terbesar di Asia Tenggara, dengan sektor keuangan dan industri terus berkembang kuat.
Sementara itu, di tanggal yang sama pada 1836, kapal HMS Beagle milik Kerajaan Inggris mendarat di Tanah Van Diemen --kini bernama Tasmania-- dengan mengangkut serta Charles Darwin.
Empat tahun kemudian, pada 1840, Perjanjian Waitangi ditandatangani oleh 40 Kepala Suku Maori dan perwakilan dari Kerajaan Inggris di Waitangi, Selandia Baru. Perjanjian itu dirancang untuk untuk membagi kedaulatan antara kedua kelompok.
Advertisement