Liputan6.com, Canberra - Jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan Alan Hellier berhenti pada pukul 20.54 pada 10 Februari 1964 saat tubuhnya ikut tenggelam bersama kapal HMAS Voyager milik Royal Australian Navy. Bahtera tersebut tamat di Teluk Jervis, Australia.
Sebelum kejadian Hellier, yang baru melaksanakan tugas, sedang duduk di kafetaria. Tiba-tiba ledakan keras terdengar. Lalu, sebuah kekuatan tak kasat mata membantingnya ke arah penyangga senjata yang terbuat dari baja. Kulit kepalanya sobek, darah mengalir deras dari luka yang menganga.
Tak lama kemudian air mengalir deras ke dalam ruangan. Permukaan air naik dengan cepat.
Advertisement
"Juru mudi berbalik dan berkata,'Maaf, kawan, kita sudah selesai', dan mulai menyanyikan Abide With Me," kata Hellier seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (9/2/2019). Abide With Me adalah lagu himne Kristiani, yang menggambarkan kepasrahan seseorang saat menghadapi kematian.
Akhir tragis HMAS Voyager terjadi saat kapal perusak itu terbelah dua usai ditabrak HMAS Melbourne yang ukurannya jauh lebih besar.
Dengan tenaga yang nyaris tak bersisa, Hellier susah payah menuju palka, sebuah ruangan kecil ia temukan beberapa bulan sebelumnya, di balik jejeran loker para perwira. "Ketinggian air sudah mencapai pinggang saat aku memutuskan melangkah ke sana," tambah dia.
"Semua serba panik. Jasad manusia di mana-mana, orang-orang berteriak. Mereka tenggelam. Aliran air yang deras membanting tubuh mereka hingga jatuh."
Saat itu lah HMAS Voyager tenggelam dan jam tangan yang dikenakan Hellier membeku.
Saat ia membalikkan tubuh, tak ada orang lain yang terlihat dalam kondisi bernyawa. "Sesosok jenazah mengambang melewatiku. Aku adalah manusia terakhir yang keluar hidup-hidup dari sana."
Hellier kemudian berenang menjauhi HMAS Voyager yang perlahan tenggelam. Ia hanya sempat menatap haluan kapal yang sempat timbul. "Malam itu diterangi sinar bulan. Air laut terasa hangat."
Sebanyak 82 dari 314 awak kapal Voyager tewas dalam insiden itu. Akibat beturan, tenggelam, atau terjebak di bagian haluan yang karam hanya 10 menit setelah tabrakan. Itu adalah kecelakaan maritim terbesar pada era damai dalam sejarah Australia.
Sementara, bagian buritan kapal tetap tegak selama dua jam sebelum karam, memungkinkan sejumlah awak kapal melompat ke laut, berenang ke HMAS Melbourne, berebut memanjat jaring menuju ke kapal induk Australia itu.
Kebenaran yang Belum Terungkap
Insiden di Jervis Bay, New South Wales itu jadi sorotan banyak orang. Dua komisi dibentuk untuk menyelidiki insiden itu. Namun, Alan Hellier masih yakin, kebenaran sejati belum terungkap.
Salah satu komisi diperintahkan menyelidiki klaim oleh seorang perwira senior bahwa kapten Voyager, Duncan Stephens, yang meninggal dalam bencana itu, kerap mabuk dan tak layak memimpin.
Baca Juga
Pada jam-jam sebelum insiden, Stephens diduga memesan tiga minuman brandy yang dibawa seorang pelayan.
Namun, Hellier mengatakan dia tahu benar bahwa sang kapten tidak minum minuman keras itu. "Brandy itu untukku."
Kala itu, Hellier mengaku muntah-muntah di kabin kapten. Duncan Stephens kemudian memerintahkan agar pelayan mengantar brandy itu, untuk mengatasi masalah perut sang operator radio. Hellier meminumnya.
"Aku mengenalnya dengan baik. Bicara dengannya setiap hari selama pelayaran. Saya tahu pasti, tidak pernah minum, apalagi di anjungan (ruang komando)," tambah dia.
Namun, Hellier tak pernah mengungkapkan soal itu di depan komisi penyelidik. Ia mengaku, seorang pengacara memperingatkan dia untuk hati-hati bicara. Bisa-bisa kariernya di angkatan laut berakhir, padahal ia punya istri dan anak-anak yang masih kecil.
Pada 2018, 54 tahun berlalu setelah kejadian, Alan Hellier akhirnya bicara. Pada usia 81 tahun ia akhirnya mengakhiri kebisuannya dan menguak rahasia yang menyiksanya selama lebih dari setengah abad.
Hellier ingin meluruskan sejarah. Ia yakin, penyebab kecelakaan mungkin adalah peralatan komunikasi yang tak bekerja dengan baik.
Hellier percaya bahwa penyebab tabrakan itu bisa saja merupakan salah tafsir dari arah dan kecepatan yang diberikan oleh HMAS Melbourne, yang kian dirumitkan oleh sinyal radio komunikasi yang drop out. "Pemancar bisa saja putus untuk sepersekian detik. Transmisinya bisa kacau," kata dia.
Selain tabrakan maut antara HMAS Voyager dan HMAS Voyager, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 10 Februari.
Pada 1258, para pasukan Mongol menduduki Bagdad, membakarnya sampai rata dengan tanah dan membunuh 10.000 penduduk, sekaligus mengakhiri Kekhalifahan Abbasyiah.
Sementara, pada 1962, pilot pesawat mata-mata Amerika Serikat U2 Gary Powers dipertukarkan dengan mata-mata Uni Soviet Rudolf Abel. Dan, pada 10 Februari 2009, satelit komunikasi Iridium 33 dan Kosmos 2251 bertabrakan di orbit.
Advertisement