Liputan6.com, Islamabad - Kementerian Dalam Negeri Pakistan, Selasa 5 Maret 2019, mengklaim telah menangkap 44 anggota kelompok militan. Menurut laporan The Washington Post, mereka yang ditangkap termasuk kerabat dari pemimpin Jaish-e-Mohammad (JeM), Masood Azhar yang mengaku bertanggung jawab atas serangan teroris 14 Februari di Kashmir yang dikuasai India.
JeM adalah organisasi terlarang yang mengaku bertanggung jawab untuk serangan 14 Februari 2019, menewaskan setidaknya 40 orang waktu itu.
Advertisement
Baca Juga
Mereka yang ditangkap akan ditahan selama 14 hari, dan memungkinkan untuk dituntut di depan pengadilan apabila bukti lebih lanjut telah ditemukan. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Dalam Negeri, Azam Suleman Khan.
Khan menambahkan bahwa para tahanan termasuk dua orang dekat Masood Azahr, yakni Abdul Rauf (saudara laki-laki) dan Hammad Azhar (anak).
Menurut Al Jazeera, dikutip Rabu (6/3/2019), dua nama tersebut termasuk dalam daftar yang diberikan oleh India kepada Pakistan baru-baru ini.
Dokumen yang diberikan India disebut sebagai "kekurangan bukti" oleh Pakistan. Meskipun demikian, Islamabad tetap menangkap nama-nama yang terdapat dalam daftar sambil melakukan investigasi untuk mendapatkan bukti yang kuat.
"Ada beberapa yang disebutkan dalam dokumen India, namun mereka tidak memberikan bukti," kata Khan. "Sampai mereka memberikan bukti, kami telah menangkap beberapa orang ke dalam tahanan dan kami akan menyelidikinya."
Penangkapan dilakukan dalam operasi besar yang dilaksanakan pada Selasa. Target dalam penyidakan itu tidak hanya JeM, namun juga semua kelompok militan yang beroperasi di Pakistan.
Murni Inisiatif Pakistan?
Shahryar Afridi, menteri dalam negeri mengatakan bahwa langkah strategis "berburu" teroris tersebut murni merupakan inisiatif Pakistan, mengantisipasi adanya dugaan bahwa Islamabad berada dalam pengaruh asing untuk keputusan yang dimaksud.
Hal itu mengingat Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa telah mengeluarkan pernyataan yang mendorong Pakistan untuk menumpas kelompok bersenjata, dalam beberapa hari terakhir.
"Ini keputusan Pakistan," kata Afridi saat ditemui bersama dengan Khan.
"Ini (menyangkut) masa depan kami sendiri dan ini inisiatif kami sendiri. Kita tidak melakukan ini di bawah tekanan," pungkasnya.
Hingga berita ini dimuat, belum terdapat tanggapan resmi dari pemerintah India terkait penangkapan anggota militan.
Sebagaimana diketahui bahwa India beberapa waktu lalu menyalahkan Pakistan, menganggapnya berada di balik serangan.
Menanggapi tuduhan, Islamabad bertindak defensif-asertif, dengan mengirimkan surat kepada PBB sekaligus meluncurkan serangan udara dan menembak jatuh jet tempur India yang melintas di teritori perbatasan.
Pakistan juga sempat menangkap pilot jet tempur, kemudian menyerahkan kembali pada Sabtu, 2 Maret 2019.
Saat ini, ketegangan tetap tinggi di antara kedua negara, dengan terakhir Pakistan menggagalkan kapal selam India untuk memasuki perairannya pada Selasa. Tindakan tersebut berlangsung pada hari yang sama dengan penahanan 44 anggota militan oleh otoritas Negeri Seribu Cahaya.
Simak pula video pilihan berikut:
Pakistan Mengesahkan Kebijakan Anti-Teror
Penahanan sejumlah militan terjadi sehari pascapengesahan regulasi birokrasi anti-terorisme. Kebijakan itu bersubstansi akan menyita aset anggota kelompk militan yang telah diberikan sanksi oleh PBB, termasuk JeM.
"Tujuan dari kebijakan pembekuan dan penyitaan aset yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB pada 2019 adalah untuk merampingkan prosedur implementasi sanksi PBB terhadap kelompok atau individu tertentu," disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri pada Senin.
Langkah baru tersebut, memperbarui legislasi yang telah ada, akan berlaku bagi seluruh kelompok yang berafiliasi dengan ISIS dan al-Qaeda sebagaimana diatur oleh PBB, dan juga entitas yang dianggap sebagai 'teroris' di bawah undang-undang domestik anti-terorisme Pakistan.
JeM sendiri telah resmi disebut sebagai organisasi teroris sejak 2002.
JeM yang dimaksud memiliki massa pendukung yang terletak di Kashmir yang dikuasai Pakistan, serta Kashmir dan Doda yang berada di wilayah kedaulatan India.
"Pendukung (JeM), sebagian besar berasal dari Pakistan dan Kashmir, namun juga termasuk Afghanistan dan mantan pejuang Arab di Perang Afghanistan... JeM berbasis di (Kota) Peshawar dan Muzaffarabad, Pakistan, namun anggota melakukan aktivitas terorisme paling banyak di Kashmir," menurut ringkasan PBB tentang alasan sanksi diberikan kepada kelompok tersebut.
Menurut laporan PBB, JeM sebagaimana al-Qaeda, berkoordinasi dengan kelompok Taliban di Afghanistan yang ingin menargetkan anggota koalisi pertahanan NATo di negara tetangga Afghanistan.
Perlu diketahui bahwa saat ini, pemimpin JeM, Azhar, tidak mendapatkan sanksi khusus dari PBB, namun termasuk dalam daftar hitam "individu terlarang" pemerintah Pakistan.
Adapun kelompok militan lain yang menjadi target regulasi baru adalah Lashkar-e-Taiba, serta pasukan amalnya Jamaat-ud-Dawa dan Filah-e-Insaniyat Foundation.
Salah satu faktor pendorong implementasi kebijakan anti-teror ini, menurut Al Jazeera, berkaitan dengan peningkatan tekanan dari Financial Action Task Force (FATF), badan antarpemerintah dengan 38 negara anggota yang memonitor pendanaan kelompok militan dan pencucian uang.
Tahun lalu, FATF telah memasukkan Pakistan dalam "daftar abu-abu" mengatakan bahwa negara itu terlibat dalam pendanaan kelompok militan. Implikasi yang harus ditanggung jika status berganti menjadi daftar hitam berupa kesulitan sistem finansial dan infrastruktur perbankan internasional.
Pernyataan Pakistan pada Senin mengakui bahwa regulasi baru -terkait pembekuan dan penyitaan aset teroris- segaris dengan standar Dewan Keamanan PBB dan FATF.
Regulasi penyitaan dan pembekuan sendiri harus sesuai dengan metodologi yang regulasi PBB, yang mengecualikan sejumlah aset untuk menunjang "kebutuhan pokok.
Selain pembekuan dan penyitaan aset, regulasi PBB juga termausk larangan bepergian secara internasional dan embargo senjata.
Advertisement