Filipina Tolak Seruan Pemeriksaan oleh Dewan HAM PBB Terkait Perang Narkoba

Seruan pemeriksaan oleh Dewan HAM PBB atas perang narkoba ditolak mentah-mentah oleh Filipina.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 09 Jun 2019, 10:03 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2019, 10:03 WIB
Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)
Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)

Liputan6.com, Manila - Pemerintah Filipina pada hari Sabtu menolak seruan penyelidikan independen PBB terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Filipina menggambarkan seruan itu sebagai campur tangan dalam urusan negara Asia.

Para pakar HAM meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Jumat 7 Juni 2019, untuk melihat jumlah kematian tidak resmi, serta pembunuhan oleh polisi Filipina dalam konteks perang melawan narkoba, yang digagas Presiden Rodrigo Duterte.

Dikutip dari Channel News Asia pada Sabtu (8/6/2019), Duterte disebut telah mengawasi penumpasan narkotika di Filipina, di mana polisi setempat telah membunuh lebih dari 5.300 tersangka pengedar dan pengguna narkoba, sejak ia terpilih tiga tahun lalu.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan jumlah sebenarnya yang tewas setidaknya tiga kali lebih tinggi dari laporan resmi.

"Seruan terbaru oleh 11 pelapor khusus PBB untuk penyelidikan internasional tidak hanya menantang secara intelektual, tetapi juga campur tangan yang keterlaluan terhadap kedaulatan Filipina," kata juru bicara Duterte, Salvador Panelo, dalam sebuah pernyataan.

Panelo menuduh para ahli PBB "menjajakan pengulangan fakta bias dan benar-benar salah, yang dipalsukan dalam tuduhan jahat terhadap otoritas yang dibentuk", dalam hal ini pelaksana kebijakan perang narkoba.

"Mereka yang berbicara menentang kampanye obat-obatan terlarang, dan menyinggung catatan HAM presiden, telah ditolak keras oleh pemerintah Filipina," lanjut Panelo menegaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dukungan Menguat pada Duterte

Rodrigo Duterte
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberi tahu puluhan polisi yang berada di hadapannya bahwa mereka akan diawasi. (Ted Aljibe/AFP)

Pemilu sela pada Mei lalu, yang dilakukan di tengah masa jabatan enam tahun Duterte, menunjukkan kendali besar sekutunya pada Senat dan DPR setempat.

Hal itu, menurut para pengamat, menguatkan dukungan atas berbagai kebijakan Duterte, termasuk dalam memerangi narkoba. 

Di lain pihak, salah satu dari sebelas pakar PBB --yang mengklaim independen-- adalah Afnes Callamard, yang ditugaskan untuk merangkum laporan pembunuhan di luar proses hukum, terkait perang narkoba oleh pemerintah Filipina.

Callamard sempat membuat marah Duterte pada 2016 lalu, ketika dia secara langsung menyerukan penghentian pembunuhan dalam perang narkoba.

 


Dituduh Perang Terhadap Orang Miskin

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (AP/Bullit Marquezz)
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (AP/Bullit Marquezz)

Perang narkoba adalah salah satu contoh kebijakan khas Duterte, yang terkenal keras.

Dia kerap mempertahankan kebijakannya "secara ganas", terutama dalam menghadapi serangan kritikus dan lembaga internasional, yang menurutnya tidak peduli dengan Filipina.

Para kritikus menuduh tindakan keras tersebut merupakan perang terhadap orang miskin secara impunitas, atau penyelesaian tidak berimbang, yang seringkali dieksekusi tanpa bukti cukup.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya