Liputan6.com, Manila - Sebuah ledakan dilaporkan terjadi di sebuah pangkalan militer di Filipina selatan yang bergolak pada Jumat 28 Juni.
Ledakan itu menewaskan lima orang, termasuk tiga tentara, dan melukai sembilan lainnya.
Dikutip dari Channel News Asia pada Sabtu (29/6/2019), ledakan itu diklaim dilakukan oleh ISIS dengan menggunakan metode bom bunuh bunuh diri.
Advertisement
Baca Juga
Militer Filipina mengatakan ledakan itu terjadi sekitar tengah hari di sebuah pangkalan di pulau Jolo, yang menjadi salah satu basis kubu Abu Sayyaf, kelompok militan yang terkenal karena kesetiaannya kepada ISIS.
Melalui kantor berita Amaq, ISIS mengatakan bahwa bahwa para simpatisannya telah menyusup ke pangkalan terkait, dengan tubuh yang diikat bahan peledak, dan telah membunuh atau melukai 100 tentara.
Klaim tersebut disiarkan bersama dengan foto dua pemuda yang berdiri di samping bendera ISIS, mengenakan apa yang tampaknya rompi berisi bahan peledak.
Baik klaim maupun keaslian foto tidak dapat segera diverifikasi pihak berwenang Filipina.
Berisiko Jadi Kemunduran Besar Duterte
Menurut beberapa pengamat, insiden itu akan menjadi kemunduran besar bagi ambisi Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk memusnahkan Abu Sayyaf, di mana ia telah menciptakan divisi infantri khusus di Jolo yang akan terdiri dari 4.500 tentara pada tahun 2022.
Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar langsung dari pihak Duterte.
Tentara Filipina memberikan sedikit rincian tentang apa yang terjadi, dan berjanji penyelidikan menyeluruh segera dilakukan "dengan tekad yang kuat".
"Pasukan darat terus membangun keadaan dan mengidentifikasi para pelaku di balik serangan tidak manusiawi ini," kata Cirilito Sobejana, kepala Komando Mindanao Barat.
"Kami akan mengintensifkan serangan kami untuk menghancurkan kelompok-kelompok teroris," lanjutnya optimis.
Advertisement
Bentrokan Meningkat Sejak Pengeboman Januari
Bentrokan antara pasukan pemerintah dan Abu Sayyaf semakin meningkat setelah pengeboman Januari terhadap sebuah gereja Jolo, yang menewaskan 21 orang dan melukai hampir 100 orang -- dengan korban tentara dan warga sipil.
ISIS juga mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Duterte telah mempertahankan hukum darurat perang di seluruh wilayah Mindanao untuk mengekang pengaruh ISIS, sekaligus berupaya menyudahi perang satu dekade terhadap Abu Sayyaf, yang dikenal karena kebrutalannya.
Abu Sayyaf kerap mengunggah video para tawanan yang memohon untuk hidup mereka, dan kemudian memenggal kepala mereka jika tuntutan tebusan tidak diterima.
Seorang fotografer alam asal Belanda yang disandera oleh Abu Sayyaf sejak 2012, terbunuh bulan lalu oleh para penculiknya, ketika ia mencoba melarikan diri saat baku tembak dengan pasukan pemerintah, menurut militer Filipina, yang mengatakan enam pemberontak tewas.