Kapal Filipina Tenggelam Usai Ditabrak di Laut China Selatan, Ulah Tiongkok?

Sebuah kapal nelayan Filipina yang membawa 22 kru tenggelam setelah diduga ditabrak oleh kapal Tiongkok di Laut China Selatan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 15 Jun 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2019, 18:00 WIB
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Liputan6.com, Manila - Sebuah kapal nelayan Filipina yang membawa 22 kru tenggelam setelah diduga ditabrak oleh kapal Tiongkok di Laut China Selatan. Insiden pekan lalu itu diperkirakan akan meningkatkan ketegangan di daerah yang disengketakan.

Teodoro Locsin Jr, menteri luar negeri Filipina, mengungkapkan pada Kamis 13 Juni 2019 bahwa ia telah mengajukan protes diplomatik pada hari sebelumnya.

Setelah insiden itu, ada panggilan dari beberapa politisi kepada Presiden Rodrigo Duterte untuk menarik duta besar dan konsul Filipina di China.

Kapal nelayan yang ditabrak diidentifikasi sebagai F/B Gimver 1, yang tenggelam pada Minggu 9 Juni 2019 malam setelah ditabrak di Reed Bank di provinsi Palawan, Filipina barat, demikian seperti dilansir Fox News, Sabtu (15/6/2019).

Kapal itu telah berlabuh ketika ditabrak, menurut laporan.

Nelayan Filipina di kapal AL Filipinia usai diselematkan dari kapal mereka yang tenggalam di Laut China Selatan. Diduga kapal nelayan itu ditabrak-lari oleh kapal Tiongkok. Beijing turut mengutuk insiden itu. (AP PHOTO)

Nelayan Vietnam kemudian menyelamatkan kru yang menyelamatkan diri, untuk kemudian diserahkan kepada kapal patroli AL Filipina.

Salvador Panelo, juru bicara Presiden Duterte, mengatakan insiden tabrak lari kapal nelayan Filipina oleh terduga kapal China itu sebagai "tidak beradab dan keterlaluan."

"Kami tidak akan membiarkan diri kami diserang, diintimidasi, menjadi subyek tindakan biadab, tidak beradab, dan keterlaluan," kata Panelo.

Simak video pilihan berikut:

China Mengutuk Insiden

Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)
Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, mengatakan insiden itu "layak dikutuk," tetapi tidak mengonfirmasi atau menyangkal jika sebuah kapal Tiongkok terlibat.

Mengutip informasi yang diberikan oleh Filipina, Geng menggambarkan tenggelamnya kapal itu sebagai "kecelakaan lalu lintas maritim biasa."

"Adalah tidak bertanggung jawab untuk menggunakan media untuk menggembar-gemborkan dan mempolitisasi insiden itu tanpa verifikasi," kata Geng, seperti dikutip dari Fox News.

Sang jubir menambahkan bahwa penyelidikan sedang berlangsung dalam koordinasi antara China dengan otoritas Filipina.

Objek Persengketaan

Kota Sansha di Pulau Yongxing atau Pulau Woody di gugus kepulauan Paracel, salah satu lokasi yang kerap dipersengketakan di Laut China Selatan (AFP PHOTO via VOA)
Kota Sansha di Pulau Yongxing atau Pulau Woody di gugus kepulauan Paracel, salah satu lokasi yang kerap dipersengketakan di Laut China Selatan (AFP PHOTO via VOA)

Laut China Selatan yang diperebutkan sejak lama merupakan titik tensi yang potensial di Asia dengan enam negara mengklaim bagian perairan yang tumpang tindih.

Ketegangan meningkat setelah China mengubah tujuh terumbu yang disengketakan menjadi pulau-pulau reklamasi yang dapat berfungsi sebagai pangkalan militer dan mengintimidasi negara-negara penuntut saingan di jalur air strategis, di mana pasukan AS telah melakukan patroli "kebebasan navigasi".

Kapal-kapal Tiongkok sebelumnya telah memblokir atau mengintimidasi kapal-kapal militer dan sipil Filipina di Reed Bank dan Second Thomas Shoal.

Di sana, para marinir Filipina terus mengawasi di atas kapal angkatan laut Filipina yang telah lama terdampar sementara terus-menerus diawasi oleh kapal-kapal penjaga pantai Tiongkok dalam kebuntuan selama bertahun-tahun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya