Liputan6.com, Jakarta - Perwira angkatan laut Rusia ini menjadi sosok pencegah berkobarnya Perang Dunia III, dan menjauhkan malapetaka akibat termonuklir di seluruh Bumi. Mungkin boleh dibilang, mereka yang lahir sebelum 27 Oktober 1962 mungkin berutang nyawa pada Vasili Alexandrovich Arkhipov.
Keputusan itu terjadi di tengah Krisis Rudal Kuba yang berlangsung pada 12-28 Oktober 1962.
Baca Juga
Sebelumnya, pada Mei 1962, Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev dan Presiden Kuba Fidel Castro membuat kesepakatan 'rahasia' yang memungkinkan Moskow mulai membangun fasilitas nuklir di Kuba dan menimbun rudal -42 di sana.
Advertisement
Setelah keberadaan markas tersebut terkuak awal Oktober, Presiden Presiden John F. Kennedy mengadakan sejumlah pertemuan darurat dengan para penasihatnya. Sebuah konferensi pers terkait hal itu juga digelar.
Pemerintah terus melakukan pengawasan melekat terkait peningkatan aktivitas Uni Soviet di Pulau Kuba. Sepekan terakhir, bukti yang tak terbantahkan menguatkan fakta bahwa serangkaian misil ofensif kini sedang dipersiapkan di pulau yang terpenjara itu. Tujuan markas itu tak lain adalah menyediakan kapasitas nuklir melawan Belahan Bumi Barat...," demikian disampaikan Kennedy seperti dikutip dari situs On This Day untuk Today in History.
"Beberapa di antaranya termasuk rudal balistik jarak menengah, yang mampu membawa hulu ledak nuklir lebih dari 1.000 mil laut. Masing-masing mampu menyerang Washington, DC, Terusan Panama, Cape Canaveral, Meksiko City, atau kota lain di bagian tenggara AS, di Amerika Tengah, atau Karibia."
Setelahnya, sebuah pesawat mata-mata milik Amerika Serikat ditembak jatuh di Kuba, sementara U2 lain justru tersesat dan menyimpang ke wilayah udara Uni Soviet.
Drama Ketegangan Bergeser ke Titik Gawat
Drama penuh ketegangan itu bergeser ke titik gawat kala kapal perusak AS, USS Beale kemudian mulai menyisir lautan, mencari keberadaan kapal-kapal selam Moskow.
Pada 27 Oktober 1962, kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat memergoki keberadaan B-59 dekat Kuba.
B-59, kapal selam Uni Soviet itu, menjadi salah satu target buruan AS. Kala itu, pihak Amerika tak tahu, B-59 dipersenjatai dengan senjata nuklir.
Ada 22 torpedo yang diangkut di dalamnya, salah satunya adalah bom nuklir yang bisa menimbulkan kehancuran, lebih parah dari yang dialami Hiroshima dan Nagasaki.
Para kapten kapal selam diberi izin untuk meluncurkan torpedo nuklir, asalkan mendapat restu dari pejabat politik yang ditugaskan di sana.
Sementara itu, Kapten B-59, Valentin Savitsky tak tahu bahwa berondongan peluru yang diluncurkan AS adalah aksi non-mematikan yang ditujukan sebagai tembakan peringatan untuk memaksa kapalnya menyembul ke permukaan.
USS Beale, dengan kapal perusak lain berusaha memancing keluar bahtera itu menggunakan amunisi.
Semua orang dalam kapal selam dalam kondisi lelah setelah sebulan melaut. Makanan dan air terbatas, belum lagi suasana sumuk bukan main. Kapal selam itu terus bergetar, berguncang, tiap kali amunisi AS usai ditembakkan.
Savitsky yang dalam kondisi kelelahan berasumsi, kapal selamnya dijadikan target. Ia bahkan menyangka, Perang Dunia III telah pecah. Karena komunikasi terputus, mereka tak tahu apa yang terjadi di dunia luar.
Maka, torpedo nuklir berkekuatan 10 kiloton yang ada di B-59 disiapkan untuk diluncurkan. Targetnya adalah USS Randolf, kapal induk raksasa yang memimpin gugus tugas AS.
Seandainya torpedo dari B-59 diluncurkan ke Randolf, awan nuklir niscaya akan menyebar dari laut ke daratan.
Sejumlah titik akan jadi sasaran saling balas: Moskow, London, pangkalan udara di East Anglia dan konsentarasi pasukan di Jerman.
Gelombang bom atom berikutnya akan mengincar 'target-target ekonomi' -- diperkirakan setengah populasi Inggris akan tewas.
Sementara, Single Integrated Operational Plan (SIOP) -- skenario 'kiamat' milik Pentagon pastinya bakal meluncurkan 5.500 senjata nuklir ke ribuan target, termasuk ke negara-negara yang kala itu masuk kategori 'non-agresif' seperti China dan Albania.
Apa yang akan terjadi ke AS sendiri tidak pasti kala itu. Alasan bahwa Nikita Khrushchev mengirim rudal ke Kuba adalah karena Uni Soviet tidak memiliki ICBM atau rudal jarak jauh yang bisa mencapai AS.
Bisa jadi Negeri Paman Sam akan mengalami kehancuran yang lebih sedikit daripada yang dialami Inggris dan Eropa Barat.
Keputusan untuk tidak memulai Perang Dunia III tidak diambil di Kremlin atau Gedung Putih, tapi di ruang kontrol kapal selam.
Peluncuran torpedo nuklir B-59 memerlukan persetujuan dari ketiga perwira senior kapal. Vasili Arkhipov satu-satunya yang menolak.
Seandainya ia tak ada saat itu, perang nuklir niscaya pecah.
Advertisement
Menjadi Penyelamat Dunia
Kala itu Vasili Arkhipov bersikukuh agar kapalnya menyembul ke permukaan dan mengontak Moskow untuk meminta nasihat, alih-alih melepaskan torpedo.
Argumen panas lantas memuncak, namun akhirnya mereka setuju B-59 muncul ke permukaan. Apalagi masalah teknis terjadi kala itu.
Dari sisi Rusia, tindakan itu dianggap 'pengecut'. Keputusan Vasili Arkhipov dianggap tindakan menyerah.
Namun, bagi istrinya, Olga, Vasili Arkhipov adalah pahlawan.
"Seorang pria yang mencegah terjadinya perang nuklir adalah awak kapal selam Rusia. Namanya adalah Vasili Arkhipov. Aku bangga pada suamiku. Selalu bangga."
Pasca-insiden, Arkhipov terus bertugas di Angkatan Laut Soviet. Dia dipromosikan menjadi laksamana pada 1975 dan pensiun pada pertengahan 1980-an.
Dia meninggal pada tahun 1999 di usia 73 tahun karena komplikasi akibat keracunan radiasi yang dideritanya pada awal kariernya di angkatan laut.
Pada tahun 2002, Tom Blanton, Direktur penelitian dan lembaga arsip keamanan Amerika Serikat, National Security Archive mengatakan, "seorang pria bernama Vasili Arkhipov telah menyelamatkan dunia".
Sejarah lain
Tak hanya keputusan Vasili Arkhipov yang menyelamatkan warga Bumi. Pada 1958, Presiden Pakistan pertama, Iskander Mirza, tersingkir melalui kudeta yang dilakukan Jenderal Ayub Khan.
Dan, pada 1961 NASA meluncurkan roket Saturn I yang pertama dalam Misi Saturn-Apollo 1.
Advertisement